Selasa, 24 Januari 2012

Dekadensi Moral Bahayakan Negara


Dekadensi Moral Bahayakan Negara
Siswono Yudo Husodo, KETUA YAYASAN UNIVERSITAS PANCASILA
Sumber : KOMPAS, 24 Januari 2012


Awal tahun adalah waktu tepat untuk introspeksi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejauh ini banyak kemajuan yang layak kita syukuri, tetapi banyak juga kemunduran yang berpotensi menghancurkan apa yang sudah dicapai.

Sebagai masyarakat kita kian berorientasi jangka pendek, pragmatis, dan transaksional oleh komersialisasi berlebihan, hedonis, dan individualistis. Berkembang pula eksklusivisme dan primordialisme, nilai-nilai patriotisme cenderung ditinggalkan. Proses diabaikan dan lebih mementingkan hasil akhir, yang demi tujuan menghalalkan segala cara.

Korupsi dan suap berlangsung besar-besaran di berbagai lembaga pemerintahan, termasuk yang seharusnya menjadi penegak hukum. Pungutan pajak/retribusi tak resmi jauh lebih besar dibandingkan dengan yang resmi. Maka, moralitas di segala bidang pun merosot.

Di masyarakat yang seperti itu, jujur semakin dianggap bodoh; lembut dan santun dianggap penakut. Yang bermain di panggung sosial, politik, ekonomi, dan hukum adalah kebrutalan.

Kita berharap pada era reformasi akan muncul generasi yang lebih bersih, tetapi kenyataannya sangat memprihatinkan. Di pengadilan orang-orang muda di bawah 40 tahun terungkap melakukan megakorupsi.

Politik uang (money politics) marak pada banyak proses politik. Rumah ibadah dan organisasi keagamaan sebagai tempat pembinaan moral banyak jumlahnya, tetapi yang menyimpang juga tidak kurang.

Meluruskan kembali semua itu tidak mudah karena berkembangnya sikap ”menjadi koruptor bukan lagi sesuatu yang memalukan”. Di pengadilan, koruptor bisa lebih galak daripada yang mengadili, bahkan mampu tertawa dan melambaikan tangan. Di negara beradab, mereka malu dan menutupi mukanya, bahkan mantan Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun bunuh diri karena malu terungkap korupsi. Setelah selesai dipenjara, koruptor kita membentuk forum mantan narapidana. Ironisnya, mereka mendapat akses luas ke media massa dan kalau dermawan dihormati masyarakat melebihi pekerja sosial yang jujur.

Penyimpangan Dilindungi

Berkembang sikap melindungi pelaku penyimpangan. Muncul pula model kepemimpinan yang mengutamakan pencitraan dan mengalahkan prestasi kerja. Di mana-mana lebih menonjol foto pejabatnya daripada publikasi program pemerintah. Dalam hadis, Rasulullah menyatakan, ”Kebaikan seseorang yang paling disukai Allah SWT adalah justru perbuatan baik yang tidak diketahui orang lain.”

Juga berkembang budaya lempar tanggung jawab. Kasus sebesar runtuhnya jembatan atau tabrakan kereta api—yang kalau di negara lain segera ada pejabat yang mengaku bertanggung jawab dan mengundurkan diri karena malu—di Tanah Air kita justru saling lempar tanggung jawab. Budaya malu sudah hilang.

Banyak elite politik di Tanah Air tidak menggunakan kekuasaan seperti yang diharapkan dalam sistem politik modern, yaitu untuk mendatangkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat, tetapi lebih untuk kepentingan pribadi dan kelompok sendiri.

Tahun 2012 ini, mendekati Pemilu 2014, saya khawatir udara politik akan semakin gaduh dan hiruk-pikuk oleh berbagai isu, tetapi tanpa makna, tanpa penuntasan, serta tanpa manfaat bagi bangsa dan negara. Sebutlah kasus Bank Century, suap pemilihan deputi gubernur BI, manipulasi surat MK, dan berbagai konflik sosial politik. Semua menguap tanpa mempertimbangkan nurani rakyat.

Ada ketidakadilan yang lahir dari UU Penanaman Modal, UU Pertambangan, dan UU Perkebunan, yang membuat negara memfasilitasi perusahaan raksasa hingga menguasai lahan tambang dan kebun ribuan hektar. Mana partai politik yang tugas utamanya mengartikulasikan aspirasi rakyat dengan berinisiatif mengubah ketiga UU itu?

Sebagai orang yang lama bergelut di dunia bisnis, pemerintahan, ataupun kemasyarakatan, saya memandang bahwa salah satu kelemahan mencolok bangsa kita adalah kurangnya integritas para individu yang memegang posisi kunci.

Ke depan, kita perlu segera membangun perpolitikan dengan politisi yang berkarakter, penuh sensitivitas dan integritas, yang memiliki strategi dan program jauh ke depan untuk bangsa dan negara. Bukan membiarkan rakyat mencari jalan keluar sendiri-sendiri. Meningkatnya sepeda motor di jalan, khususnya di Jakarta, adalah upaya rakyat mengatasi sendiri masalah transportasi karena pemerintah tak menyediakan sarana transportasi yang murah, mudah, dan aman.

Namun, memilih politisi bersih juga tidak mudah selama rakyat pemilih bersikap transaksional karena tokoh bersih tidak memiliki cukup uang. Maka, yang terjadi adalah begitu terpilih menjadi gubernur, bupati, wali kota, 150 di antaranya tersangkut korupsi karena harus mengembalikan dana yang dipakai.

Sesungguhnya para pemimpin politik bertanggung jawab untuk mewariskan negara dan bangsa yang lebih baik kepada generasi berikutnya. Tirulah Presiden Barack Obama dari Amerika Serikat yang berjanji untuk membangun AS dan menyerahkan kepada generasi berikutnya dengan kondisi AS yang lebih baik.

Tidak ada negara bangsa yang bisa maju tanpa ketertiban dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Instrumen penjaga ketertiban yang paling baik adalah hukum yang berdasarkan keadilan dan kebenaran, dengan dukungan norma, integritas, etika, dan moral.

Sikap memaklumi terjadinya kemerosotan kepatuhan hukum, moral, dan etika karena alasan masih masa transisi reformasi harus diakhiri. Masa transisi reformasi telah berlangsung lebih dari 12 tahun, itu sudah lebih dari cukup. Sekarang kita memasuki tahap konsolidasi yang memerlukan ”revolusi mental”.

Perubahan Mendasar

Revolusi mental dalam arti perubahan mendasar dalam sikap mental (bukan struktur, prosedur, dan sistem) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Revolusi mental, seperti pada revolusi yang umum terjadi, datang dari kesadaran umum.

Maka, di samping penguatan Pengadilan Tipikor dan KPK untuk memburu koruptor, Densus 88 perlu diperkuat untuk memburu teroris dan pembubaran ormas-ormas yang anarkistis. Hukuman mati perlu diterapkan kepada koruptor besar dan teroris dan tanpa remisi. Perlu instrumen hukum pembuktian terbalik agar orang dapat mempertanggungjawabkan kekayaannya. Namun, revolusi mental akan efektif jika rakyat tidak permisif.

Revolusi mental juga membangun kemampuan melihat jangka panjang, menggusur kecenderungan saat ini yang selalu berorientasi jangka pendek.

Melalui revolusi mental diharapkan dalam waktu yang cepat akan muncul masyarakat dan para pejabat yang jujur, patuh hukum, berintegritas yang malu berbuat hal tidak wajar, amanah, bertanggung jawab, percaya diri, dan bersikap sederhana.

Sikap-sikap unggul itu sebenarnya telah cukup berakar dalam nilai-nilai lama budaya tradisional kita. Hukum yang tegas berdasarkan kebenaran dan keadilan bersama masyarakat yang tidak permisif terhadap penyimpangan serta berani memberi sanksi sosial akan melestarikan budaya unggul tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar