Jumat, 24 Februari 2012

Masalah Dunia Penerbangan


Masalah Dunia Penerbangan
Priyatna Abdurrasyid, Anggota American Institute of Aeronautics and Astronautics (AIAA), New York, USA, (1989–sekarang); Anggota Panel Hukum International Civil Aviation Organization (ICAO), Montreal, Canada, (1973-sekarang)
Sumber : SINDO, 24 Februari 2012



Tertangkapnya beberapa pilot menyabu merupakan suatu kejadian yang sangat mengkhawatirkan masyarakat Indonesia yang kini begitu gandrung ruang udara.

Padahal masyarakat kini merasa nyaman yang dengan biaya terjangkau dapat melakukan perjalanan menggunakan pesawat komersial. Biaya perjalanan penerbangan tersebut kadangkala jauh lebih kecil dibanding biaya transportasi darat biasa, bahkan perjalanan dengan pesawat dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Marilah kita tinjau keadaan ini melalui penilaian dengan tidak serta-merta membebankan serbakekurangan dan kelemahan yang terjadi beberapa waktu yang lalu menyangkut menyabunya beberapa pilot.

Perlu pula diteliti dan dikaji pokok-pokok sebab-musabab di luar penilaian terhadap pilot yang melakukan hal-hal yang menurunkan rasa nyaman para penumpang. Pertama adalah apa yang disebut kelelahannya pilot (pilot fatigue). Misalnya, banyak terjadi bahwa para pilot/awak pesawat dibebani tugas-tugas yang melebihi jam kerja yang seharusnya dan yang diatur oleh undang-undang. Belum lagi bila kita lihat dengan kemacetan yang terjadi di kota besar di Indonesia, berakibat para pilot/awak pesawat yang berada dalam perjalanan dari tempat tinggal ke tempat di mana pesawat disiapkan di bandar udara melebihi waktu pencapaian dari jam terbangnya.

Banyak pula terjadi para pilot merasakan kurang tidur karena hal-hal tertentu,terkait dengan tugasnya dan seringkali terjadi para pilot tertidur di kokpit. Padahal peraturan mengatakan bahwa pilot harus selalu berada dalam keadaan “fit for duty”. Secara ilmu kedokteran, kelelahan dan kurangnya tidur dapat menimbulkan halhal negatif, kurangnya perhatian, kurangnya kemampuan bereaksi yang dapat memengaruhi kemampuan awak melakukan tugasnya. Padahal dengan kemajuan ilmu teknologi di bidang penerbangan pesawat komersial, perhatian dan konsentrasi para pilot/ awak pesawat perlu ditingkatkan.

Kecurangan

Berikutnya, seringkali ada kebiasaan beberapa perusahaan penerbangan yang menggunakan apa yang disebut “bogus aircraft” atau juga biasa disebut “counterfeit aircraft”.Bogus aircraftadalah “aircraft is one in which the owner, maker, or seller of the aircraft intends to cause confusion or to cause mistake, or to deceive.” Bentuk penipuan semacam ini biasanya dilakukan melalui trademark,data plates, konfigurasi, atau tata cara dokumentasi. Pesawat palsu ini biasanya diaktifkan dari surplus pesawat- pesawat militer atau yang dapat diselamatkan (pernah terjadi pengaktifan 16 helikopter militer di masa lalu).

Dalam kelompok ini juga termasuk penggunaan pesawat-pesawat pengangkut kargo militer atau menggunakan helikopter yang sudah tidak layak terbang untuk operasi militer. Berikutnya adalah perdagangan suku cadang bermerek palsu “bootleg aircraft parts”. Penggunaan suku cadang ini secara potensial menempatkan pesawat dalam kondisi tidak nyaman,dan biasanya para pilot/awak pesawat tidak pernah mengerti atau mengetahui sepenuhnya (ingat kejadian pesawatAdamAir yang jatuh di Majene).

Dalam hal ini, turut bertanggung jawab pihak regulator, perusahaan penerbangan, dan organisasi seperti INACA. Masa jual beli peralatan palsu ini memang dapat berlangsung secara resmi maupun tidak resmi. Dapat saja merek suku cadang ini merupakan hasil sebuah pabrik yang resmi, yang diakui oleh misal FAA dari Amerika Serikat.Tindakan pemalsuan tersebut biasanya berlangsung melalui kerja sama sentra-sentra penjualan suku cadang internasional,dan di sinilah peran regulator sangat utama.

Dalam dunia penerbangan komersial,ada dua istilah yang sedang tren di Indonesia,yaitu “low cost fare” dan “low cost carrier”. Yang menjadi masalah di sini, apakah biaya tersebut dapat menutup biaya pemeliharaan pesawatnya sendiri. Para pengusaha penerbangan banyak yang mengabaikan beban pemeliharaan pesawat yang seharusnya dilakukan secara berkesinambungan (ingat pesawat Adam Air di Majene).

Hal yang juga sangat mengganggu pilot dan awak pesawat adalah peranan dari air traffic controller (ATC) yang mungkin saja seringkali berpihak pada perusahaan penerbangan yang lebih besar misalnya dalam masalah take off dan landing. Seringkali urutan take off dan landing ini diabaikan, pesawat yang seharusnya mendarat lebih akhir didahulukan.Atau dalam keadaan take off terjadi hal yang sama.

Hal ini tentu sangat merugikan pesawat tersebut.Inilah pokok-pokok di mana seringkali terabaikan di luar kemampuan para pilot dan awak pesawat. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah “zoning” dari bandar udara yang melibatkan rakyat sekitarnya. Seringkali tanpa disadari, rakyat di sekitar bandar udara melepaskan ternaknya ke bandar udara.

Masalah ini perlu ditinjau secara teliti karena masalah tanah ini sejak ratusan tahun bagi rakyat Indonesia memiliki fungsi kehidupan dan kelanjutan kesejahteraan. Prof Vollenhoven puluhan tahun meneliti masalah tanah ini dan berkesimpulan bahwa hidup mati rakyat Indonesia dapat dikatakan 100% bergantung pada tanah milik adatnya. Dengan demikian, semua membutuhkan pemecahan yang amat bijaksana dari kita bersama.

Proporsional

Demikianlah beberapa pokok yang dapat diketengahkan sehingga masalah pilot/awak pesawat menggunakan sabu dapat saja disebabkan oleh kekhawatiran yang mendalam. Kekhawatiran ini mungkin muncul karena beberapa pokok mungkin tidak pernah diketengahkan oleh mereka yang terkait dengan penerbangan komersial.

Kekhawatiran ini secara psikologis lalu dicoba dihilangkan dengan mengonsumsi sabu, apalagi sempat terucap bahwa 60-70% awak pesawat nasional menggunakan sabu demi menghilangkan rasa khawatir tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar