Rabu, 28 Maret 2012

Gerakan Antikenaikan Harga


Gerakan Antikenaikan Harga
FX Sugiyanto, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
Kepala Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Undip
SUMBER : SUARA MERDEKA, 28 Maret 2012



HAKIKATNYA, gerakan mahasiswa adalah kekuatan moral (moral force). Bahkan, tidak jarang menjadi kekuatan riil politik jika mendapatkan momentum dan isu politik sebagai pemicunya. Lambannya langkah pemerintah menaikkan harga BBM bisa menjadi momentum gerakan moral itu mewujud menjadi kekuatan riil politik. Di Indonesia, BBM sudah menjadi  komoditas politik. Tatkala harga BBM diturunkan ada partai memanfaatkan momen itu, seolah-olah partai itulah pendukung kebijakan penurunan harga. Karena itu, menjadi logis ketika harga BBM naik, isu politiknya jauh lebih kuat ketimbang isu ekonomimnya.

Suatu gerakan moral selalu mempunyai spirit laten untuk memunculkan diri, yaitu ketika ketidakadilan masih terjadi dalam tatanan hidup bermasyarakat. Gerakan moral juga harus tidak bersifat pragmatis. Bila kenaikan harga BBM menjadi isu seksi untuk menolak kebijakan pemerintah, hal itu lebih karena kebijakan itu terasa sangat tidak adil.
Dengan nalar tidak terlalu rumit, ketidakadilan itu terasa dalam wujud kenaikan harga barang-barang kebutuhan sekaligus penurunan daya beli masyarakat. Semua itu lebih banyak dirasakan oleh rakyat berpenghasilan minim. Agar gerakan antikenaikan harga BBM ini tidak bersifat pragmatis, perlu beberapa pertimbangan sekaligus perhitungan, untuk menghindari makin berkuasanya praktik ketidakadilan tersebut. 

Pertimbangan pertama, subsidi untuk BBM akan meningkat dan defisit APBN akan membengkak jika harga BBM domestik tidak dinaikkan. Alasan ini terlalu klise tapi rasional. Konsumsi rata-rata BBM kita sekitar 1,3 juta barel/ hari, sementara produksi rata-rata 950 ribu barel, sehingga ekspor bersih hanya sekitar 350 ribu barel. Dari gambaran itu, dengan harga minyak di pasar internasional 105 dolar AS per barel,  pemerintah memperkirakan subsidi naik Rp 40 triliun, menjadi Rp 187 triliun.

Mendasarkan pada alasan itu, jika harga BBM tidak dinaikkan, defisit APBN membengkak melampaui 3 %. Posisi ini di atas ambang batas aman dan di luar ketentuan undang-undang. Jika hal ini terjadi, tidak ada pilihan lain untuk menutup defisit kecuali dengan memotong belanja di semua kementerian dan lembaga. Padahal hal itu mengakibatkan pertumbuhan ekonomi makin melambat. 

Tidak Cerdas

Pertanyaannya, bila harga BBM terpaksa dinaikkan, berapa angka yang wajar dan layak bagi masyarakat. Kita tahu bahwa harga minyak Indonesia di pasar internasional saat ini sekitar 124,3 dolar AS per barel; lebih tinggi dari harga minyak yang kita impor. Persoalannya,  pemerintah tidak menginformasikan kelebihan penerimaan ekspor minyak Indonesia terkait dengan kenaikan harga pasar tersebut.

Dengan asumsi produksi dan konsumsi sebesar itu, dengan harga minyak asumsi APBN 100 dolar AS  per barel, seandainya kenaikan penerimaan ekspor minyak itu dipakai membayar subsidi BBM maka kenaikan kebutuhan subsidi hanya Rp 11 triliun-Rp 12 triliun. Berangkat dari perhitungan ini maka harga BBM mestinya cukup naik sekitar Rp 500 per liter. Angka itu cukup rasional, dan bisa menjadi platform gerakan antikenaikan harga BBM.

Kenaikan Rp 500 per liter menjadi lebih rasional jika keputusan untuk menaikkan harga BBM tidak bertele-tele yang justru menjadi tarik-menarik kepentingan politik. Makin lama keputusan diambil, makin tidak efektif nilai kenaikan itu mengingat harga sejumlah komoditas sudah lebih dulu naik. Pemerintah sebaiknya harus jujur menjelaskan kepada publik.

Pertimbangan kedua; secara moral gerakan menolak kenaikan harga BBM seharusnya satu paket dengan penolakan korupsi. Korupsi adalah tindakan pemiskinan dan merupakan bentuk nyata ketidakadilan. Seandainya uang negara ini tidak dijarah koruptor, atau uang yang dijarah koruptor itu bisa kembali diambil oleh negara maka uang itu bisa untuk menyubsidi harga BBM, di samping dapat digunakan untuk berbagai pembiayaan publik. Sangat mungkin pemerintah tidak harus menaikkan harga BBM.

Otak sehat kita tentu juga tahu betapa koruptor begitu pandai berkelit dan ’’bekerja keras’’ untuk membuktikan dirinya tidak bersalah dengan kemungkinan uang negara yang mereka jarah tidak dapat dikembalikan. Perang terhadap koruptor ternyata tidak mudah, apalagi jika korupsi ini berkolaborasi dengan kekuatan partai. Jika sudah demikian, tampak sekali pemerintah tidak berdaya menghadapi koruptor.

Sayang, keterkaitan antara kenaikan harga BBM dan gerakan membasmi korupsi tampaknya sengaja dihindari oleh para politikus kita, seolah-oleh tidak terkait. Atau justru ini kesempatan bagi mereka untuk menggeser isu korupsi yang belakangan juga memanas. Gerakan mahasiswa seharusnya tidak tergeserkan oleh isu-isu substansial ini.

Pertimbangan ketiga; kompensasi atas dampak kenaikan harga BBM harus dilakukan dengan cerdas. Saya tidak tahu persis, siapa yang tidak cerdas: rakyat atau pemerintah. Menempuh kebijakan kompensasi atas dampak kenaikan harga BBM adalah tindakan tepat. Tetapi apakah cara pemerintah memberi bantuan langsung (dalam format bantuan langsung sementara masyarakat/ BLSM, pengganti BLT) itu menunjukkan kecerdasannya? Atau justru itulah kecerdasannya agar pemerintah mendapat citra bagus di mata penerima, dan nanti mendapat poin dalam Pemilu 2014.

Saya yakin pemerintah tidak bodoh untuk memilih cara yang lebih mendidik dan bermanfaat dalam menyalurkan kompensasi ini. Evaluasi terhadap penyaluran BLT telah dilakukan, dan kenapa pemerintah tidak memilih cara menciptakan proyek-proyek padat karya, khususnya untuk pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kita sudah punya pengalaman dengan model proyek padat karya dan faktanya berhasil. Mengapa pemerintah tidak memilih cara itu.

Akan lebih baik lagi jika gerakan mahasiswa menolak kenaikan harga BBM sekaligus menolak cara pemerintah menyalurkan kompensasi ala BLT yang tetap mengundang kontroversi secara politik. Tawaran proyek padat karya sangat rasional sebagai model yang lebih efektif dan bisa mengurangi praktik-praktik yang bersifat koruptif. Saya yakin dan berharap gerakan mahasiswa menolak kenaikan harga BBM mampu membawa misi antiketidakadilan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar