Selasa, 27 Maret 2012

Jangan Musuhi Rakyat


Jangan Musuhi Rakyat
Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar
SUMBER : SINDO, 27 Maret 2012
(Artikel yang sama dimuat di SUARA MERDEKA, 27 Maret 2012)



Memerintahkan pasukan TNI mengawal unjuk rasa berbagai elemen masyarakat menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berpotensi mengeskalasi masalah.
Inisiatif ini bisa berakibat fatal jika massa demonstran sampai pada kesimpulan bahwa pemerintah menunjukkan sikap permusuhan terhadap rakyat. Massa demonstran di semua daerah, termasuk elemen mahasiswa, sudah terbiasa berhadap- hadapan dengan polisi. Massa demonstran dan polisi selama ini masih mampu berkomunikasi di lapangan.

Kalau mereka akhirnya harus berhadap- hadapan dengan pasukan TNI dalam demo menentang kenaikan harga BBM 2012, tafsir atau tanggapan masa demonstran tentu bisa berubah. Rakyat bukanlah musuh negara saat ini. Musuh negara saat ini adalah para koruptor dan para pencuri pajak.Unjuk rasa itu sekadar menyuarakan aspirasi. Terlalu berlebihan jika pasukan TNI diperintahkan merespons aspirasi rakyat dalam unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM.

Pemerintahlah yang seharusnya menyimak dan merespons keluh kesah rakyat. Reformasi Indonesia sudah membagi peran TNI dan Polri dengan sangat jelas.TNI fokus di bidang pertahanan negara, sedangkan Polri bertanggung jawab untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban umum. Selama lebih dari satu dekade terakhir ini, pembagian tugas itu dilaksanakan dengan baik. Untuk merespons tanggung jawab tugas masing-masing, TNI dan Polri telah berusaha keras mengembangkan profesionalisme.

Reformasi internal di tubuh TNI dan Polri pun terus dilaksanakan secara berkesinambungan. Progres reformasi TNI dan Polri pun sudah sangat jelas,walaupun masih ada kekurangan di sana-sini. Oleh karena itu, jangan lagi menyeret-nyeret pasukan TNI untuk mengerjakan apa yang bukan menjadi bidang tugasnya. Lebih dari itu, dengan menurunkan pasukan TNI ke jalan untuk menghadapi massa pengunjuk rasa, pemerintah sama sekali tidak menjawab atau merespons aspirasi rakyat.

Jelas bahwa rakyat atau pengunjuk rasa mendesak pemerintah membatalkan rencana kebijakan menaikkan harga BBM. Kalau kemudian pemerintah tetap pada pendiriannya, pemerintah harus berani berkomunikasi dan berdialog dengan semua elemen masyarakat, menjelaskan alasan-alasan strategis yang melatarbelakangi rencana kebijakan harga BBM itu. Dalam konteks ini, inisiatif pemerintah menurunkan pasukan TNI bukan hanya kontraproduktif, melainkan juga memperlihatkan perilaku pemerintah yang begitu amatiran, bahkan sama sekali tidak bijaksana.

Prinsip musyawarah untuk mufakat tidak diaktualisasikan. Kecenderungan yang terlihat adalah pemerintah memilih menggunakan otot dalam menghadapi rakyatnya sendiri. Kalau seperti itu cara menghadapi atau menyelesaikan persoalan, apa bedanya pemerintah dengan kelompok-kelompok tertentu yang terbiasa mengerahkan massa untuk menakut-nakuti lawan mereka?

Selain ditentang oleh berbagai kalangan di dalam negeri, inisiatif pemerintah menurunkan pasukan TNI sudah pasti dicibir komunitas internasional. Menurunkan pasukan TNI untuk sekadar menghadapi massa pengunjuk rasa adalah pesan yang tidak produktif, karena inisiatif itu secara tidak langsung menjelaskan stabilitas nasional kita yang rapuh. Inisiatif itu pun bisa menggambarkan kemunduran derajat demokrasi di Indonesia.

Tangan Kotor

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto menegaskan, pelibatan pasukan TNI dalam pengamanan unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM tidak melanggar aturan.Penjelasan seperti ini dangkal, bahkan cenderung memperkeruh suasana. Sangat kental semangat untuk mencari cara-cara instan, termasuk menggunakan otot.Sama sekali tidak ada kepedulian terhadap nurani publik.

Padahal, persoalannya bukan sekadar melanggar atau tidak melanggar aturan perundang- undangan. Persoalan utama dalam konteks ini adalah kualitas kearifan pemerintah merespons psikologi massa dalam alam demokrasi. Menakut-nakuti publik jelas tidak arif. Menurunkan pasukan TNI bukanlah solusi.Kalau publik turun ke jalan berunjuk rasa, mereka ingin agar aspirasinya tak sekadar didengar tetapi juga ditanggapi.

Bukan justru ditakut-takuti. Alasan menurunkan pasukan TNI adalah membantu Polri jika unjuk rasa berubah menjadi tindakan anarkistis. Pertanyaannya adalah apa benar para pengunjuk akan melancarkan tindakan anarkistis? Kalau mengacu pada pengalaman beberapa unjuk rasa terakhir yang memang diwarnai dengan tindakan anarkistis, pertanyaannya berikutnya adalah anarkisme itu oleh siapa? Oleh pengunjuk rasa atau oleh pihak lain yang menunggangi unjuk rasa itu.

Tidak perlu ditutup-tutupi lagi bahwa pihak penguasa pun berkeinginan dan berkepentingan agar masyarakat memiliki persepsi yang buruk tentang demonstrasi dan para pelaku demo. Cara terbaik untuk merusak kesan tentang demonstrasi adalah menunggangi demonstrasi itu dengan tindakan-tindakan anarkis agar masyarakat tidak bersimpati pada pelaku demonstrasi.

Demonstrasi menolak rencana kebijakan menaikkan harga BBM, belakangan ini, banyak melibatkan mahasiswa dan kaum pekerja. Rasanya, niat mereka untuk melancarkan tindakan anarkis sama sekali tidak ada.Alasan pertama, mereka butuh simpati masyarakat luas sehingga mereka tahu tidak perlu bertindak konyol.Alasan kedua, mereka tahu apa saja risikonya jika bertindak anarkis.

Maka boleh jadi, tindakan-tindakan anarkis yang mewarnai demonstrasi belakangan ini dilakukan oleh pihak lain yang ingin merusak citra demonstrasi menentang kenaikan harga BBM. Bisa dipahami jika masyarakat keberatan dengan rencana kebijakan menaikkan harga BBM. Karena itu, demonstrasi ditunjukkan dengan sikap marah terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM.

Bagaimana masyarakat tidak marah? Rencana menaikkan harga BBM itu dikumandang kan ketika fakta-fakta tentang korupsi dan penggelapan pajak terus bermunculan di ruang publik. Pemerintah seharusnya membenahi dulu pengelolaan anggaran pembangunan dan keuangan negara sebelum membebani rakyat dengan menaikkan harga BBM atau tarif dasar listrik.

Sudah terlalu besar nilai kekayaan negara yang dicuri para koruptor dan mafia pajak. Itulah kekurangan atau kelemahan pemerintah. Kalau pengelolaan keuangan negara efisien dan efektif, subsidi BBM mestinya tidak perlu dipersoalkan. Inilah pesan yang mestinya didengar dan direspons pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar