Kamis, 29 Maret 2012

Soliditas Pimpinan KPK saja tidak Cukup


Soliditas Pimpinan KPK saja tidak Cukup
Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 29 Maret 2012
 Artikel yang hampir sama oleh penulis yang sama telah dimuat di Suara Merdeka 20 Maret 2012



Soliditas pimpinan KPK tidak akan bernilai apa-apa jika tujuannya untuk berkompromi menyederhanakan kasuskasus korupsi yang menjadi perhatian publik."

SETELAH sekian lama diselimuti kecurigaan publik tentang terjadinya disharmoni, pimpinan KPK, Kamis (15/3), tampil bersama di hadapan pers untuk memberikan pesan atas perpecahan di antara mereka. Apa yang terjadi selama ini di antara mereka dilukiskan sebagai sekadar perbedaan pendapat. Karena itu pula, perbedaan pendapat di antara pimpinan KPK itu tidak bisa serta-merta dikatakan sebagai perpecahan.

Agar pesan ini kuat dan tidak lagi menimbulkan keraguan publik, forum temu media itu dihadiri lengkap semua pemimpin KPK; Ketua Abraham Samad dan para wakil ketua Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Zulkarnain, dan Adnan Pandupraja.

Kalau pimpinan KPK merasa perlu harus mengumumkan soliditas mereka, itu boleh diterjemahkan bahwa KPK telah berusaha mengatasi persoalan internal. Seberapa pun beratnya persoalan internal di KPK, itu patut dianggap wajar sebab demikianlah lazimnya dinamika sebuah organisasi. Akan tetapi, penegasan tentang soliditas pimpinan KPK bukan menjadi berita atau informasi yang paling ditunggu publik. Satu-satunya aspek yang ingin dilihat publik ialah progres tentang kinerja pemberantasan korupsi, terutama progres dari kasus-kasus besar yang sudah dan sedang digarap KPK. Hanya itu, dan bukan yang lain.

Tampilnya semua pemimpin KPK dalam forum temu media itu memang terkesan sangat kontras jika dibandingkan dengan dua peristiwa penting yang sebelumnya digelar KPK. Yakni, peristiwa ketika KPK mengumumkan Miranda Goeltom sebagai tersangka kasus cek pelawat dan ketika KPK mengumumkan Angelina Sondakh sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet di Palembang. Dalam dua peristiwa itu, Abraham Samad tampil sendirian. Karena tampil sendiri, publik mempertanyakan ketidakhadir an empat wakil ketua lainnya. Jangan salahkan publik jika dari pertanyaan-pertanyaan itu kemudian memunculkan spekulasi tentang terjadinya disharmoni di antara pimpinan KPK.

Dalam temu media itu, pimpinan KPK menegaskan tidak ada keputusan yang diambil tanpa kesepakatan lima pemimpin, termasuk soal pemulangan penyidik KPK ke institusi asal. Itu pun sudah barang tentu keputusan bersama atas penetapan Miranda dan Angelina sebagai tersangka. Jelas bahwa mereka merasa perlu meng-update penegasan tersebut karena akhir-akhir ini beredar informasi bahwa pimpinan KPK gagal mencapai suara bulat untuk menetapkan tersangka dalam kasus korupsi tertentu, termasuk perbedaan pendapat dalam menyikapi status kasus Bank Century.

Pimpinan KPK perlu menyadari dan menggarisbawahi bahwa publik sudah merekam apa yang diduga sudah terjadi, termasuk sikap dan kecenderungan figur-figur pimpinan KPK. Ekstremnya, tidak semua orang mau percaya bahwa pimpinan KPK sudah solid atau bisa dibuat solid. Kecurigaan tentang disharmoni itu masih mengemuka. Beberapa kalangan justru berpendapat soliditas memang penting, tetapi bukan yang utama. Di atas segala-galanya ialah jujur kepada rakyat, berani, dan berkemauan memegang teguh etika yang melekat pada pimpinan KPK. Soliditas itu pun tidak serta-merta mampu menarik simpati. Besar kecilnya simpati untuk KPK bergantung pada keberanian lembaga tersebut menuntaskan kasus-kasus besar atau megaskandal yang selama ini sudah mencabik-cabik keadilan di negara ini.

Sinis dan Curiga

Tidak semua pemimpin KPK berlatar belakang birokrat. Pimpinan KPK sekarang ini bahkan didominasi figur-figur yang sebelumnya aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat (LSM). Mereka paham bahwa publik kita cerdas dan karena itu tidak bisa dibohongi. Setiap kali menyikapi pernyataan petinggi negara, publik sudah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang sekadar sandiwara kebohongan untuk pencitraan.

Karena itu, jangan berharap semua orang percaya kepada pernyataan tentang soliditas pimpinan KPK. Uniknya publik yang begitu kritis, pernyataan tentang soliditas itu justru ditanggapi dengan sinis dan curiga. Dari sikap sinis dan penuh curiga itu, dimunculkan pesan bahwa soliditas pimpinan KPK tidak akan bernilai apa-apa jika tujuannya untuk berkompromi menyederhanakan kasus-kasus korupsi yang menjadi perhatian publik, terutama kasuskasus yang diduga melibatkan orang kuat di negara ini.

Beberapa jam setelah membuat penyataan tentang soliditas pimpinan KPK itu, diumumkan bahwa dalam rentang waktu dua bulan ke depan penanganan kasus dugaan korupsi pada proyek fasilitas olahraga di Hambalang, Bogor, akan mengalami kemajuan yang signifikan. Sebab, salah satu figur penting di negara ini akan diperiksa KPK karena diduga terlibat dalam kasus proyek Hambalang senilai Rp1,3 triliun itu.

Semua kalangan yang intens mengikuti dan menyimak penanganan kasus Wisma Atlet dan Hambalang tidak happy dengan pengumuman itu. Esensi pesan dari pengumuman itu merefleksikan kemunduran. Beberapa hari sebelumnya, publik sudah diberi tahu bahwa KPK akan segera memanggil dan memeriksa orang penting itu. Kalau masih harus menunggu dua bulan lagi, untuk apa diumumkan dan diributkan sekarang? Boleh jadi perubahan atau penundaan itu merupakan strategi KPK untuk melengkapi bukti. Akan tetapi, bisa saja publik menafsirkan penundaan itu sebagai akibat dari tarik-menarik kepentingan di antara pimpinan KPK dalam menangani kasus Hambalang.

Konsekuensi atas pernyataan tentang soliditas pimpinan KPK ialah semakin beratnya tantangan yang dihadapi KPK. Sejumlah indikator yang berkaitan dengan kasus Wisma Atlet di Palembang maupun kasus Hambalang sudah dicatat publik. Repotnya, publik meyakini indikator-indikator itu benar. Maka, dalam menangani kasus Wisma Atlet maupun Hambalang, yang menjadi tantangan ialah jangan sampai publik menangkap kesan KPK melakukan tebang pilih atau menyederhanakan kasus.

Kesepakatan pimpinan KPK untuk memeriksa figur tertentu dalam kasus Hambalang pun tidak diterima begitu saja oleh berbagai kalangan. Kesepakatan itu justru dicurigai, sebab sebelumnya dimunculkan dugaan tentang adanya pimpinan KPK yang keberatan jika figur itu diperiksa atau ditetapkan sebagai tersangka. Muncul kecurigaan, jangan-jangan pimpinan KPK telah bersepakat menyederhanakan kasus Hambalang sehingga figur tertentu bisa diloloskan dari jerat hukum. Mudah-mudahan bukan motif tersebut yang membuat pimpinan KPK solid.

Perlu juga dicamkan bahwa sekadar memeriksa orangorang penting dalam kasus ini belum cukup untuk bisa memuaskan dahaga publik. Kemarahan dan rasa muak atas perilaku tamak para koruptor menyebabkan publik ingin agar siapa pun yang terlibat dalam kasus Hambalang segera ditetapkan sebagai tersangka, diadili, dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya.

Sikap publik terhadap pernyataan tentang soliditas pimpinan KPK itu sangat jelas. Kepuasan publik terhadap kinerja KPK tidak diukur dari soliditas pimpinan KPK. Publik tetap menuntut KPK berperilaku jujur, profesional, dan berani menuntaskan kasus-kasus besar apa adanya, proporsional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar