Senin, 26 Maret 2012

Tidak Ada Manipulasi Surplus Migas

Tidak Ada Manipulasi Surplus Migas
Anggito Abimanyu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
SUMBER : REPUBLIKA, 26 Maret 2012



Ahad lalu beredar pesan yang mencengangkan melalui layanan pesan singkat (SMS dan BlackBerry Messenger) bahwa pemerintah dikatakan melakukan manipulasi adanya dana surplus atas operasi minyak dan gas. Pesan yang disebarluaskan melalui jejaring sosial tersebut juga menyebutkan, pemerintah tidak transparan dan menyembunyikan surplus serta dikatakan APBN tidak jebol dan dengan demikian harga BBM tidak perlu dinaikkan.

Hal yang membuat saya tertegun dan terperanjat ialah analisis perhitungan dengan kesimpulan tersebut tertulis dilakukan oleh Kwik Kian Gie dan saya, Anggito Abimanyu. Sontak banyak pertanyaan tertuju kepada saya mengenai kebenaran pesan tersebut. Jawaban saya sangat tegas dan lugas. Pertama, tidak benar saya berkolaborasi dengan Kwik Kian Gie (KKG). Dan kedua, juga tidak benar pernyataan bahwa pemerintah melakukan manipulasi dan menyembunyikan dana atas hasil operasi migas.

Meskipun sudah berada di luar pemerintahan, saya dapat bersaksi tentang tidak adanya dana surplus migas yang dimanipulasi dan disembunyikan. Seluruh dana yang terkumpul melalui pajak, bukan pajak, royalti, baik migas maupun nonmigas, dan pendapatan lainnya serta dana yang berasal dari utang dan pembiayaan nonutang dicatat dan disimpan di kas negara, dibicarakan secara transparan dalam proses APBN, dan dipertanggungjawabkan melalui auditor eksternal, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pertemuan saya terakhir dengan KKG terjadi pada acara live “Kabar Petang“ dan “Jakarta Lawyers Club (JLC)“, keduanya di TVOne kira-kira 10 dan 14 hari yang lalu. KKG seperti biasanya menyampaikan hasil analisis yang menyimpulkan bahwa APBN memperoleh surplus/ sisa uang tunai atas operasi migas meskipun harga BBM tidak dinaikkan. Perhitungan operasi migas dituangkan dalam sembilan butir analisis, mulai dari hasil penjualan BBM Premium oleh Pertamina, kemudian pengeluaran Pertamina, kekurangan uang Pertamina yang diistilahkan subsidi dari pemerintah, serta kesimpulan adanya kelebihan uang dalam APBN 2012 sebesar Rp 97,955 triliun.

Menurut KKG, “Ini artinya APBN tidak jebol. Justru yang jadi pertanyaan, di mana sisa uang keuntungan SBY menjual BBM sebesar Rp 97,955 triliun? Kesimpul an sisa uang keuntungan SBY menjual BBM sebesar ....” Itu sangat bernada provokatif dan sama sekali tidak ber dasar karena surplus migas sudah terjadi sejak zaman pemerintahan Orde Baru, pemerintahan Gus Dur, Megawati, hingga SBY dan hingga kini tidak berubah.

Dalam acara JLC, KKG membandingkan hasil perhitungannya dengan lembar analisis net impact (surplus) migas yang saya lakukan secara terpisah yang ternyata angkanya mirip, yakni Rp 97,6 triliun. Saya menggunakan metode perhitungan ang garan yang lazim digunakan dalam perhitungan fiskal di internal pemerintah maupun dengan DPR.

Dalam kedua kesempatan live di TVOne tersebut, saya tidak membantah hasil perhitungan KKG yang menyatakan telah terjadi surplus operasi migas. Saya menggunakan metode perhitungan surplus, yakni selisih antara penerimaan migas (penerimaan negara bukan pajak/ PNBP) dikurangi dengan subsidi BBM.

Namun, penjelasan mengenai surplus migas perlu diberikan catatan tambahan, yakni, pertama, angka surplus tersebut semakin kecil apabila harga minyak dunia meningkat karena status Indonesia sebagai net importir migas. Kedua, surplus tersebut telah dimanfaatkan untuk membayar gaji PNS, belanja barang, belanja infrastruktur, belanja kemiskinan dan lain-lain, tidak ada uang sisa, bahkan APBN kita mengalami defisit. Dengan kata lain, surplus hanya terjadi pada sektor migas. Apabila ditambah belanja dana bagi hasil migas dan subsidi listrik, dalam RAPBN Perubahan 2012 telah terjadi defisit.

Tuduhan mengenai adanya manipulasi dan penyembunyian dana surplus migas sangat tidak beralasan. Selama 10 tahun saya mengelola APBN (2000-2010), seluruh besaran pokok APBN telah termuat dalam nota keuangan dan dibahas bersama dengan DPR secara detail dan transparan. Sektor migas merupakan sektor yang dibahas paling intensif melibatkan Komisi VII yang membawahkan energi dan sumber daya alam dan badan (dahulu panitia) anggaran.

Pemerintah dan BPK juga membahas kebenaran pelaksanaan angka-angka realisasi meliputi penerimaan migas, baik pajak maupun PNB, termasuk cost-recovery, dan subsidi BBM. Jika terdapat manipulasi angka, bahkan uang yang tidak disetor ke kas negara, pasti akan menjadi temuan BPK.

Jadi, di mana letak manipulasi dan penyembunyian dana surplus migas tersebut? Perhitungan penerimaan migas menggunakan asumsi dasar, yakni harga minyak dan gas dunia, lifting minyak dan gas, juga nilai tukar. Sementara perhitungan subsidi BBM menggunakan asumsi volume BBM bersubsidi, selisih harga antara harga keekonomian (dihitung dengan referensi harga BBM di Singapura plus alpha, biaya distribusi, dan margin) dengan harga di tingkat SPBU. Jika terdapat perbedaan dalam realisasi itu karena deviasi antara asumsi atau rencana dan realisasi, dan bukan merupakan unsur manipulasi. Deviasi terjadi karena rencananya bisa jadi terlalu optimistis atau pesimistis dan realisasinya justru sebaliknya.

Adanya faktor internal (kebijakan energi, perkembangan ekonomi, dan sosial dalam negeri) serta eksternal (perkembangan dunia, harga minyak, pasar dunia) yang menyebabkan adanya deviasi dalam realisasi tersebut. Halhal tersebut dibicarakan bersama DPR dan dipertanggungjawabkan melalui hasil audit untuk kemudian dibahas bersama DPR pula.

Setuju Kenaikan Harga BBM

Sejak awal 2011, saya juga sudah menyatakan persetujuan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi dengan tujuan, pertama, menghemat anggaran. Kedua, mendorong alternatif bahan bakar gas (BBG) yang murah dan ramah lingkungan. Ketiga, mengantisipasi adanya kenaikan harga minyak dunia. Dalam studi UGM, UI, dan ITB pada 2011 telah diusulkan adanya kenaikan BBM bertahap sebesar Rp 500 pada 2011 dan 2012 supaya tidak memberatkan masyarakat.

Pada 2011, harga keekonomian BBM baru mencapai sekitar Rp 7.000 per liter, jadi subsidi per liter adalah Rp 3.500 per liter. Sementara, sekarang harga keekonomian Premium sudah berada di atas Rp 9.000 per liter, maka dengan harga Premium di tingkat SPBU Rp 4.500 terjadi subsidi sebesar minimal Rp 4.500 per liter.

Apabila volume konsumsi Premium bersubsidi 40 juta kiloliter, besaran subsidi Premium menjadi Rp 4.500 x 40 juta kiloliter atau sebesar Rp 180 triliun. Kalau harga BBM dinaikkan Rp 1.000 per liter, penghematan yang terjadi adalah Rp 1.000 x 40 juta kiloliter, yakni sebesar Rp 40 triliun atau Rp 30 triliun dalam sembilan bulan tahun 2012.

Jika sesuai dengan usulan pemerintah Rp 1.500, penghematan tahun 2012 adalah sekitar Rp 45 triliun. Dana tersebut direncanakan untuk membiayai kompensasi kenaikan harga BBM kepada 18,5 juta rumah tangga (RT) sebesar Rp 25,6 triliun selama sembilan bulan. Dan, tiap RT mendapat Rp 150 ribu per bulan sehingga dapat diman faat kan untuk mempertahan kan tingkat kehidupannya.

Menurut perhitungan saya, kenaikan yang wajar ada lah Rp 1.000 per liter dengan alasan daya beli dan menjaga momentum pertumbuhan seperti yang telah saya sampaikan di berbagai peristiwa. Persoalannya apakah kenaikan Rp 1.500 atau Rp 1.000 lebih merupakan perdebatan substansi, dampak penghematan APBN, kemampuan daya beli rumah tangga, insentif BBG, dan keseluruhan tujuan kebijakan itu sendiri.

Apakah APBN akan jebol jika tidak ada kenaikan harga BBM? Jawabannya bergantung pada cara apa yang dilakukan untuk menutup tam bahan subsidi BBM tersebut. Kenaikan harga BBM jelas akan mengurangi subsidi BBM dan menolong APBN. Cara lain adalah memotong anggaran yang merugikan ekspansi perekonomian atau menambah utang berarti akan memberikan beban pa da ge nerasi yang akan datang.

Selama tidak ada tuduhan manipulasi dan penyelewengan, perdebatan mengenai pilihan kebijakan tersebut adalah sesuatu yang sehat karena keduanya memiliki tujuan kesejahteraan masyarakat. Adanya fitnah dan tuduhan tak berdasar tersebut bukan merupakan tujuan kita bernegara yang demokratis dan menjunjung asas kesantunan dan saling menghormati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar