Rabu, 27 Juni 2012

Kompetensi Hendardji Soepandji


Kompetensi Hendardji Soepandji
Dicky Pelupessy, Bagus Takwin & Niniek L Karim ;  
Pengajar di Fakultas Psikologi UI
Sumber :  KOMPAS, 26 Juni 2012


Pengalaman panjang Hendardji di organisasi militer secara umum kurang memunculkan atau mengembangkan kompetensi kepemimpinan transformasionalnya. Namun, ia menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang bisa memberikan contoh baik dan mendapat dukungan dari anak buah karena keteguhannya memegang prinsip. Ia memiliki kelebihan dalam pengambilan risiko karena berpegang teguh pada nilai-nilai yang ia yakini. Ia kurang menonjol dalam kompetensi kerja sama dan komunikasi.

Kepemimpinan Transformasional

Dari pengalamannya sebagai tentara, cukup sulit mendapat gambaran Hendardji sebagai pemimpin yang transformasional. Organisasi militer yang berciri kesatuan komando tak banyak memberikan peluang munculnya visi yang berbeda dengan kesatuannya. Oleh karena itu, kecil peluang sifat visioner seorang tentara selama tidak menjadi komandan tertinggi.

Ciri kepemimpinan transformasional lainnya, membangun kelompok yang solid dan punya ekspektasi kinerja yang tinggi, juga tidak menonjol pada diri Hendardji. Dua hal ini telah terbentuk dalam organisasi militer. Pendidikan militer, semangat dan jiwa korsa, serta adanya kesatuan garis komando membuat kelompok yang solid relatif telah terbentuk dalam diri seorang komandan. Begitu pula ekspektasi kinerja yang tinggi. Dalam organisasi militer, apa yang hendak dicapai terukur jelas. Jika anak buah mendapat perintah, ia harus menyatakan ”siap” dan mengerjakan perintah dengan segala upayanya.

Meski demikian, sosok Hendardji mampu memberikan contoh baik, memberikan dukungan kepada anak buah, dan memberikan rangsangan intelektual. Ia memiliki keteguhan dalam bersikap. Sikap ini dengan gamblang dapat dilihat anak buahnya. Hendardji memiliki kemampuan berempati dan memperhatikan anak buah yang membuatnya mendapat dukungan dari anak buah.

Di samping menghargai nilai-nilai spiritual, Hendardji juga memiliki kepekaan intelektual yang terjaga dalam pekerjaannya sebagai investigator. Ia mengikuti prinsip dan metode penyelidikan baku serta kerap menggunakan analisis ilmiah. Saat menangani kawasan Kemayoran, ia pun mengundang sejumlah pakar dari perguruan tinggi untuk melakukan kajian sebagai landasan untuk mengambil keputusan.

Diversitas

Pengalaman Hendardji keliling Indonesia memberikan kesadaran akan pluralitas Indonesia sehingga kompetensi keberagamannya terbentuk. Ia sadar bahwa NKRI terbentang dari Sabang sampai Merauke yang penuh diversitas. Keputusannya menggandeng Riza Patria, putra Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, tampaknya untuk menegaskan bahwa ia mewakili Indonesia yang majemuk.

Pasangan Hendardji dan Riza tampaknya hendak mencerminkan keindonesiaan. Pilihannya untuk mencalonkan diri dari jalur independen pun tampak untuk menyampaikan pesan bahwa ia tidak mau terikat pada apakah ia diusung oleh partai berbasis agama atau tidak. Dari sini terlihat indikasi kompetensi diversitas yang ciri utamanya respek terhadap berbagai perbedaan. Hendardji tampak lebih mengedepankan kepentingan Indonesia yang plural.

Dalam kompetensi kerja sama, Hendardji kurang menonjol. Organisasi militer tempat ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja telah memberikan platform bagaimana kerja sama dilakukan, sehingga kerja sama yang dilakukannya semata mengikuti prosedur yang ada. Sistem militer telah membentuk kesatuan para anggotanya. Kerja sama dengan dasar hierarki yang jelas telah menjadi bagian dari sistem itu, lepas dari siapa pemimpinnya.

Dalam beberapa situasi, Hendardji cenderung mengikuti prinsip dan keyakinannya dan bisa saja menolak menjalankan perintah yang dinilainya tidak adil. Di organisasi nonmiliter, saat tim kerjanya menghadapi masalah, Hendardji memberi waktu mereka untuk berusaha menemukan solusi. Apabila mereka menemui jalan buntu, barulah Hendardji mengambil alih penemuan solusinya.

Hendardji termasuk tipe pemikir yang tertempa dalam perjalanan panjangnya sebagai investigator dan lebih suka berpikir sendiri dengan kerangka pikirnya. Ia bekerja mengarah pada solusi, cenderung dominan mengikuti informasi yang sudah dimilikinya. Ia kurang melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan penting meskipun berada dalam situasi bersama.

Fokus kepada Warga

Saat terjadi kerusuhan Mei 1998, Hendardji menjabat Komandan Polisi Militer Kodam Jakarta Raya (Danpomdam Jaya). Ia menjabat dari tahun 1997 sampai 1999 sehingga cukup mengenal Jakarta. Ia punya perhatian mendalam terhadap nasib warga Jakarta, yang tercermin dalam tagline ”berkumis” yang menjadi kontroversi itu. Kondisi Jakarta yang dinilainya berantakan, kumuh, dan miskin mengundang perhatiannya untuk membenahi Jakarta dan memperbaiki nasib warga Jakarta.

Kebetulan saat ini istrinya, Ratna Rosita, menjabat Sekjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sehingga dapat membantunya memahami masalah kesehatan warga Jakarta. Ia menilai ada program Kemenkes yang tak jalan di Jakarta karena buruknya birokrasi. Oleh sebab itu, salah satu yang ingin dibenahinya adalah birokrasi yang menghambat berjalannya program Kemenkes itu demi layanan dan kondisi kesehatan warga Jakarta yang lebih baik. Sebelum dan selama pencalonannya, Hendardji aktif berkeliling menemui warga untuk menyelami lebih dalam masalah dan kondisi Jakarta.

Kepekaan Global

Kepekaan global cukup menonjol pada Hendardji. Saat ia menjabat Asisten Pengamanan KSAD tahun 2008-2010, ia terlibat dalam usaha membongkar jaringan teroris dan bekerja sama dengan badan intelijen Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Perancis, dan China. Meskipun pengalaman itu dalam konteks pertahanan dan keamanan, hal itu memberikan pengalaman komunikasi interbudaya dan pengenalan budaya lain.

Penugasannya menangani kawasan Kemayoran mendorongnya untuk melakukan terobosan. Hasilnya, ia meningkatkan pendapatan empat kali lebih dari kisaran Rp 200 miliar menjadi Rp 900 miliar dalam waktu yang relatif singkat (Oktober 2010-Januari 2012).

Sebagai Ketua Umum PB FORKI pada tahun 2011, ia dinobatkan sebagai pembina terbaik dalam Anugerah Olahraga Indonesia karena perolehan 11 emas atlet-atlet karate Indonesia di SEA Games di Palembang melebihi target, baik KONI (5 emas) maupun PB FORKI (7 emas). Ini mengindikasikan adanya kemampuan membuat terobosan dengan hasil yang positif.

Pekerjaannya di Kemayoran juga menunjukkan hal lain tentang Hendardji, yaitu berani mengambil risiko. Ia meninjau ulang perjanjian-perjanjian yang sudah ada sebelumnya. Peninjauan ulang itu tentu mungkin mengurangi pendapatan pihak-pihak yang telah diuntungkan dari perjanjian sebelumnya. Namun, terbukti ia bisa melakukan pendekatan dan membawa kedua belah pihak menyepakati perubahan (adendum). Namun, ia akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya itu karena perbedaan prinsip.

Itu adalah risiko yang diterimanya sebagai orang yang berpegang pada prinsip. Menghadapi warga Jakarta yang kebanyakan tergolong dalam tipe pragmatis, sifat Hendardji ini akan mendapatkan ujian besar. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar