Selasa, 31 Juli 2012

Ramadan dan Penguatan Sinergi Akademisi, Bisnis, dan Government


Ramadan dan Penguatan Sinergi
Akademisi, Bisnis, dan Government
M Athar Ismail Muzakir ; Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi Kebijakan Publik UI dan Alumnus Pusat Studi Islam Al-Manar
MEDIA INDONESIA, 31 Juli 2012


PENGUATAN sistem inovasi nasional (SINas) melalui sinergi antarakademisi (A), bisnis (B), dan government (pemerintah) masih menjadi isu hangat di negara kita. Berbagai upaya pemerintah untuk memperkuat sinergi ABG antara lain dalam hal dukungan peraturan dan kelembagaan serta dana dan fasilitas pendukung. Namun sayang, semua itu belum mampu memberikan hasil yang diharapkan.

Menurut penulis, salah satu problem yang sangat mendasar ialah rendahnya integritas para pelaku kebijakan pada seluruh ranah, khususnya dalam konteks sinergi ABG itu sendiri. Fenomenafenomena seperti lemahnya penegakan hukum, plagiat, korupsi, dan ego sektoral merupakan cermin rapuhnya integritas tersebut. Dalam perspektif agama, nilai integritas tecermin dalam bentuk akhlak.

Dalam Islam, anjuran terhadap inovasi dan menghasilkan teknologi sudah tidak asing lagi. Salah satu bukti, selama 711-1492, ketika dikuasai kaum muslimin, Andalusia (Spanyol) berubah menjadi pusat kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan yang tiada tandingannya setelah s Konstantinopel dan Baghdad.

Di negeri itu pula lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu agama Islam, kedokteran, ilmu hayat, ilmu hisab, ilmu hukum, sastra, ilmu alam, dan astronomi.

Keberhasilan tersebut membuktikan, dalam Islam, selain akidah, penguatan ilmu dan teknologi sangat dianjurkan. Penguasaan iptek bahkan wajib jika menjadi syarat utama bagi kukuhnya syariat Islam. Hal demikian itu berdasarkan kaidah, “Apabila ada suatu hal yang suatu amalan wajib tidak dapat terlaksana melainkan dengannya, maka hal tersebut adalah wajib.“

Setelah mengetahui bagaimana Islam mendorong inovasi dan pengembangan iptek, saat ini kita melongok bagaimana mekanisme sinergi dalam Islam, khususnya dalam menjawab permasalahan kekinian. Dalam Islam terdapat mekanisme kolaborasi yang sangat indah antara pemerintah, ulama, dan para ahli untuk menentukan suatu hukum, khususnya yang terkait dengan masalah kekinian dari berbagai disiplin ilmu. Pemerintah memfasilitasi musyawarah antara para ulama dan para ahli dari berbagai disiplin ilmu.

“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla dengan satu anak panah, memasukkan tiga orang ke dalam surga: pembuatnya yang mengharapkan pahala ketika ia membuatnya, pemanahnya, dan orang yang membantu pemanah dengan mengambilkan anak panahnya,” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya).

Kalau dianalogikan, anak panah sebagai hasil teknologi, pembuat anak panah sebagai peneliti, pemanah ibarat pelaku industri, dan orang yang membantu mengambilkan anak panah ibarat pemerintah. Maka bisa dibayangkan, jika hanya dengan satu anak panah, ganjaran begitu besar. Bagaimanakah jika yang dihasilkan sejumlah teknologi yang sangat canggih dan manfaatnya jauh lebih besar daripada sebuah anak panah?

Islam memberikan reward dalam proses sinergi tadi. Namun, terdapat pula sejumlah punishment bagi pihak yang memiliki setiap sifat dan perilaku yang mengarah ke perpecahan dan perselisihan umat Islam. Di antaranya sebagaimana dinyatakan dalam Surah Ali ‘Imran: 105, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.”

Paling tidak, prinsip reward dan punishment itu sangat efektif terutama sebagai upaya mengatasi ego sektoral dan tumpang tindih riset yang menjadi permasalahan utama dalam penguatan sistem inovasi nasional.

Mungkin kita bertanya, kenapa tumpang tindih riset, ego sektoral, dan sejumlah krisis integritas lainnya masih kuat di Indonesia, padahal Islam sangat dominan? Jawabnya ialah, pertama, tingkat pemahaman terutama terkait dengan akidah yang sahih masih sangat lemah. Kedua, nilai Islam masih belum menjadi the way of life.

Momentum Ramadan ini semoga menjadi titik balik bagi kita untuk kembali memperkuat ilmu, iman, dan amal. Diharapkan, dengannya kelak akan membentuk amunisi ampuh bagi terjalinnya sinergi yang harmonis khususnya antarkomponen sistem inovasi, yaitu A (akademisi), B (bisnis), dan G (pemerintah). Allahuma amin!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar