Selasa, 28 Agustus 2012

Eurobonds dan Krisis Eropa


Eurobonds dan Krisis Eropa
Josua Pardede ;  Doktor Ilmu Hukum PPS Unibraw, Lulusan Lemhannas,
Penulis buku ‘Supremasi Mafioso dan Kejahatan Terorisme’
SUARA KARYA, 28 Agustus 2012


Pertemuan Uni Eropa, akhir Juni lalu memutuskan untuk menyuntikkan dana bailout dengan istilah Mekanisme Stabilisasi Eropa (European Stabilization Mechanism) yang selanjutnya akan digunakan untuk menyelamatkan bank-bank yang kekeringan likuiditas di kawasan eropa. Apakah langkah tersebut dapat menyejukkan kembali tekanan di zona euro? Apakah dana talangan tersebut merupakan kebijakan terbaik dalam mengatasi krisis utang Eropa?

Zona Euro terbentuk tahun 1999, merupakan European Monetary Union (Persatuan Ekonomi dan Moneter) dari 17 anggota Uni Eropa yang mengadopsi Euro sebagai mata uang bersama. Dengan mata uang tunggal, perekonomian seluruh anggotanya digabungkan, khususnya dalam hal kebijakan moneter. Terdapat beberapa keuntungan menjadi anggota zona euro tersebut. Antara lain, nilai tukar stabil, keuntungan bisnis, dan suku bunga acuan rendah.

Pertama, karena mata uang Euro digunakan oleh banyak negara, Euro dapat meningkatkan kredibiltasnya hingga bisa menjadi lebih stabil terhadap seluruh spekulasi. Kedua, dengan tidak adanya pertukaran mata uang, kegiatan bisnis dapat terjalin antar-negara tanpa memperhitungkan biaya lindung nilai (hedging). Yang terakhir, otoritas moneter European Central Bank (ECB) atau Bank Sentral Eropa dapat mengelola kebijakan moneternya dengan mengimplementasikan suku bunga acuan rendah hingga mampu meningkatan iklim investasi.

Namun, apakah terdapat koordinasi dalam kebijakan fiskal? Sejak tergabung dalam zona euro, seluruh negara anggota harus mematuhi ketentuan Stability Growth Pact (SGP), yang mensyaratkan semua negara anggota Uni Eropa defisit APBN-nya tidak boleh melebihi 3 persen. Persyaratan lainnya, anggaran tidak melebihi 60 persen dari pendapatan nasional.

Namun, hampir seluruh anggota Uni Eropa sudah melanggar ambang batas defisit anggaran tersebut. Kredibilitas SGP sendiri sempat dipertanyakan sejak Jerman dan Perancis juga melanggar aturan tersebut tanpa diberikan sanksi. Sementara untuk menutupi defisit anggaran tersebut maka beban fiskal negara zona euro semakin meningkat. Ketahanan ekonomi UE juga cenderung melemah. Pelemahan ini ditandai adanya kontraksi pertumbuhan ekonomi dan lesunya industri manufaktur hingga mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran.

Bentuk lain dari upaya penyatuan koordinasi kebijakan fiskal yang belakangan menjadi topik perbincangan para petinggi UE adalah penerbitan surat utang bersama yang dinamakan Eurobonds. Penerbitan obligasi bersama ini dapat dipergunakan Yunani, salah satu negara anggota yang terseret krisis utang, untuk meningkatkan likuiditas moneter dan menstimulasi investasi serta konsumsi.

Namun, perlu diperhatikan juga bahwa penerbitan Eurobonds tersebut memiliki beberapa kekurangan yang menjadi pusat perhatian para petinggi UE. Pertama, bagi negara anggota yang memiliki credit rating tinggi seperti Jerman, harus menanggung tingkat bunga yang lebih tinggi atas utangnya. Kedua, Eurobonds dapat menciptakan suatu moral hazard yang dilakukan beberapa negara anggota yang memiliki insentif untuk memperoleh utang lebih banyak atas penerbitan Eurobonds yang ditanggung secara bersama. Ketiga, penerbitan obligasi bersama tersebut membutuhkan koordinasi kebijakan fiskal yang tinggi dari seluruh anggota zona euro.

Di sisi lain, rencana penerbitan surat utang bersama memiliki manfaat bagi seluruh negara anggota. Pertama, Eurobonds akan menjadi langkah penting terhadap upaya fiscal union dalam jangka menengah dan merupakan langkah awal terhadap penyatuan politik (political union). Kedua, dengan suku bunga obligasi yang rendah, akan menurunkan jumlah pembayaran bunga utang, menurunkan rencana defisit anggaran dan meningkatkan sustainability (keberlanjutan) dari tingkat utang zona euro.

Ketiga, Eurobonds akan menciptakan pasar obligasi di kawasan eropa yang dapat bersaing dengan pasar obligasi dolar Amerika. Selain itu, hal ini juga dapat menciptakan pasar dengan kondisi likuiditas yang tinggi. Keempat, penerbitan obligasi bersama zona euro dapat mendorong tingkat kepercayaan atas negara anggota yang bermasalah dengan kewajiban utang dan juga dapat meningkatkan kegiatan usaha. Hal ini akan menurunkan tingkat pengangguran dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut, surat utang bersama di kawasan eropa akan menjadi daya tarik bagi para investor dunia untuk penyebaran risiko atas portofolio investasi mereka (diversifikasi portofolio) dan memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi dari pada berinvestasi dalam surat utang AS atau US T-bills. Kombinasi dari peningkatan investasi dan perbaikan ekonomi eropa akan secara bertahap membawa zona euro ke dalam tahap pemulihan (recovery).

Pemulihan ini akan menjadi sinyal positif bagi perekonomian eropa termasuk perkonomian dunia karena pemulihan tersebut akan menggerakkan kegiatan ekonomi di eropa dan selanjutnya akan menyebabkan multiplier effects terhadap pertumbuhan ekonomi global. Jika pelaksanaan Eurobonds sukses, pertumbuhan ekonomi eropa diprediksi akan menjadi positif pada level 0,7-1 persen dan ekonomi dunia yang diharapkan akan tumbuh sebesar 3,8-4,2 persen.

Dengan pertumbuhan ekonomi dunia dan eropa yang positif, perekonomian ASEAN-5 termasuk Indonesia juga diprediksi akan meningkat pada level 5,5-6 persen (meningkat dibandingkan tahun 2011). Ekspektasi ini akan memberi dampak poitif bagi perekonomian Indonesia, baik di sektor keuangan maupun sektor riil.

Dalam sektor keuangan, pemulihan Eropa akan meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI) dan investasi portofolio (Portfolio Investment) dari negara Eropa atau Asia. Walaupun demikian, ketahanan perekonomian Indonesia perlu diperkuat khususnya dalam investasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar