Selasa, 28 Agustus 2012

Pendatang dan Industri Kreatif


Pendatang dan Industri Kreatif
Razali Ritonga ;  Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI
REPUBLIKA, 27 Agustus 2012


Meski dinilai kurang efektif dalam membatasi perpindahan penduduk ke Jakarta, pemerintah DKI pada tahun ini tetap melaksanakan Operasi Yustisi Kependudukan guna mengurangi pendatang pasca-Lebaran 2012. Tetapi, operasi yang dilakukan tahun ini tampaknya lebih ditujukan pada pendatang yang tidak memiliki keterampilan dan tanpa jaminan bekerja, seperti yang disampaikan Gubernur DKI Fauzi Bowo.

Pernyataan gubernur DKI itu dapat dinilai sebagai upaya untuk menciptakan fenomena perpindahan selektif guna mencegah perpindahan kemiskinan dari luar Jakarta ke Ibu Kota yang terjadi selama ini. Diharapkan dengan perpindahan selektif itu beban pelayanan sosial Jakarta tidak terlalu berat, seperti penyediaan kesempatan kerja, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan air bersih.

Namun, perpindahan selektif itu perlu dicermati secara serius oleh pemerintah daerah. Sebab, fenomena itu akan menyebabkan menyusutnya penduduk yang berketerampilan di daerah yang secara faktual masih sangat dibutuhkan guna pengembangan ekonomi daerah.

Industri Kreatif

Maka, atas dasar itu, pemerintah daerah perlu berupaya agar perpindahan penduduk berketerampilan itu tidak meninggalkan daerah. Hal yang perlu dilakukan adalah memperluas kesempatan kerja di daerah yang saat ini dirasakan masih sangat terbatas.

Salah satu potensi kesempatan kerja yang saat ini belum digarap secara serius adalah pengembangan industri kreatif. Secara faktual, banyak kesempatan kerja yang dapat diciptakan dari industri kreatif, yaitu mulai dari yang sederhana, seperti industri kerajinan rumah tangga, barang seni, musik, seni pertunjukan, desain, mode, periklanan, hingga ke aspek yang cukup canggih, seperti arsitektur, video-film dan fotografi, permainan interaktif, layanan dan piranti lunak komputer, televisi dan radio, serta kegiatan riset dan pengembangan (Departemen Perdagangan RI, 2007).

Adapun pengertian industri kreatif, menurut Encyclopaedia Britannica, dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berupa objek atau bentuk artistik, solusi terhadap suatu masalah atau metode, atau peralatan.
Industri kreatif dewasa ini tampaknya memiliki prospek yang cerah. Perkiraan ini didasarkan atas kenyataan bahwa kebutuhan masyarakat akan produk industri kreatif kian meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan ekonomi. Ketika kebutuhan dasar terpenuhi, umumnya masyarakat akan mencari kebutuhan lainnya, seperti produk seni, musik, dan mode.

Secara global, kontribusi industri kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai sekitar tujuh persen dengan rata-rata pertumbuhan 10 persen per tahun. Tetapi, sayangnya kontribusi Indonesia dari industri kreatif dalam kegiatan ekonomi global belum semaju negara lainnya, seperti India, Cina, Korea, dan Singapura.

India, misalnya, memperoleh omzet besar dalam perdagangan hasil industri kreatif, terutama pada industri film dan software. Besarnya omzet pada industri film di negara itu telah mencapai 9,4 miliar dolar AS pada 2008, meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan lima tahun lalu yang besarnya 4,3 miliar dolar AS. Sementara, dari produk software diperoleh sebesar 67,5 miliar dolar AS pada 2008, meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan lima tahun lalu yang besarnya 20 miliar dolar AS.

Belum berperannya Indonesia dalam industri kreatif secara global diperkirakan karena sejumlah faktor yang menjadi kendala. Diketahui, industri kreatif merupakan perpaduan dari seni, teknologi, dan bisnis. Boleh jadi kita telah memiliki jiwa seni, tapi sayangnya belum didukung oleh penguasaan teknologi dan kemampuan dalam pengelolaan bisnis.

Modal dan Pengetahuan

Kehadiran pemudik di daerah sebenarnya dapat difungsikan untuk pengembangan industri kreatif, yakni melalui transfer pengetahuan dan modal.
Pemudik diperkirakan cukup memiliki pengetahuan tentang aneka produk industri kreatif yang menjadi konsumsi masyarakat perkotaan. Bahkan, di antara pemudik itu barangkali telah memiliki keterampilan untuk menghasilkan produk industri kreatif.

Maka, selain bersilaturahim kepada sanak saudara di pedesaan, para pemudik barangkali perlu memberikan pengalaman kepada masyarakat desa untuk mengembangkan diri melalui pengelolaan industri kreatif. Hal ini dipandang lebih bermakna ketimbang mengajak sanak saudara ke perkotaan. Bahkan, uang yang mengalir ke pedesaan bisa dimanfaatkan sebagai modal awal untuk menginisiasi industri kreatif.

Diperkirakan uang yang mengalir dari pemudik ke pedesaan cukup besar.
Bahkan, jumlah dana yang mengalir bisa bertambah besar jika saja pembayaran zakat fitrah dan zakat mal dilakukan oleh pemudik di pedesaan. Jika dana yang terkumpul di pedesaan tidak semata digunakan untuk konsumsi selama Lebaran maka sisa dana lainnya bisa untuk pengembangan industri kreatif.

Bahkan, untuk mengurangi arus pendatang ke Jakarta, Pemda DKI tampaknya perlu ikut membantu pemberdayaan masyarakat desa, berupa bantuan teknis dan pemasaran. Bantuan yang diberikan Pemda DKI itu barangkali tidak semahal jika dibandingkan dengan biaya untuk mengurusi pertambahan penduduk pendatang.

Maka, hadirnya pemudik diharapkan bisa semakin meningkatkan intensitas pemberdayaan masyarakat desa, yakni melalui kontribusi dana dan pengalaman dari pemudik untuk membantu masyarakat desa dalam kegiatan ekonomi desa. Ini sekaligus mengisyaratkan bahwa tradisi mudik tidak hanya dapat berfungsi mempererat tali silaturahim, tapi juga dapat membangun jejaring (networking) usaha ekonomi antara desa-kota. Berkembangnya Industri kreatif di daerah tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi juga menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar