Jumat, 28 September 2012

Kualitas Layanan dan Rencana Kenaikan Tarif KRL CL

Kualitas Layanan dan Rencana Kenaikan Tarif KRL CL
Firdaus ;  Pengamat Sosial Alumnus FISIP UI 
SINDO, 28 September 2012


Pada 1 Oktober 2012, PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), anak perusahaan PT KAI, siap menaikkan tarif KRL Commuter Line (CL) semua jurusan rata-rata Rp2.000 walau tanpa persetujuan terlebih dulu dari Kementerian Perhubungan (pemerintah). 

Jadi, Bekasi–Jakarta semula Rp6.500 naik menjadi Rp8.500, hal yang sama juga berlaku bagi trayek Bogor– Jakarta semula Rp7.000 menjadi Rp9.000. Kenaikan tarif KRL ini tentu saja akan menambah beban konsumen semakin berat di tengah melemahnya daya beli sebagian besar masyarakat menengah ke bawah. Di sisi lain, banyak pengguna jasa KRL CL mengeluhkan pelayanan yang diberikan operator (PT KCJ) belum optimal sejak pemberlakuan sistem loop line KRL CL (Desember 2011) hingga saat ini.

Padahal, dalam standar pelayanan minimal (SPM) disebutkan antara lain operator harus memberikan pelayanan yang baik agar penumpang kereta merasa nyaman, aman, dan tepat waktu sampai di tujuan. Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak ibu yang membawa anak harus berlarian menyeberang rel hanya untuk naik kereta di jalur yang relatif tidak aman dilewati manusia.

Pasalnya mereka sekarang merasa tidak nyaman lagi setelah diberlakukan sistem loop line karena penumpang dari Bekasi misalnya harus turun transit di Jatinegara atau Manggarai jika ingin meneruskan perjalanan ke Senen atau Bogor. Itu pun terkadang penumpang masih ketinggalan kereta karena ada posisi pintu gerbong KRL yang tertutup di jalur lain menghalangi lalu lalang jalur penumpang yang akan berpindah kereta.

Sangat berbeda sekali di waktu lalu ketika penumpang dari Bekasi merasakan tingkat kenyamanan yang jauh lebih baik, bahkan nyaris tidak terasa berdesakan jika penumpang menggunakan KRL AC menuju ke Senen,Tanah Abang maupun Tanjung Priok.Karena KRL CL sudah tersedia untuk tiap jurusan tersebut dari Stasiun Bekasi.

Artinya, penumpang tidak merasa kerepotan berlarian pindah kereta (transit) ke tujuan yang sama. Bahkan dulu masih ada fasilitas KRL Bekasi Ekspres atau KRL Ekspres Pakuan (Jakarta– Bogor) yang relatif lebih cepat sampai di tujuan dengan tarif yang tentunya lebih mahal. Semua fasilitas tersebut pada intinya membuat penumpang KRL merasa nyaman, aman, dan selamat sampai tujuan. Namun entah apa sebabnya, tiba-tiba KRL Ekspres itu dihilangkan gara-gara diberlakukan sistem loop line.

Sistem baru ini hanya memberlakukan satu rute saja yaitu Bekasi–Kota lewat Manggarai dan Gambir. Tidak ada lagi jalur langsung dari Bekasi via Senen ke Kota, Bekasi–Tanah Abang dan Bekasi–Tanjung Priok.Penghilangan tiga jalur tersebut berdampak mengurangi kenyamanan penumpang dan kondisi kian bertambah buruk hingga sekarang. Artinya, tingkat kenyamanan KRL CL semua jurusan makin turun. Bahkan banyak penumpang menilai kondisi pelayanan KRL CL kini sama dengan KRL Ekonomi yang tarifnya jauh dekat Rp1.500. Penumpang selalu penuh sesak pada jam-jam kerja baik di jalur Bogor–Jakarta maupun Bekasi– Jakarta.

Standar Pelayanan Minimum 

UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian antara lain mengamanahkan pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) dan fasilitas khusus bagi penyandang cacat,wanita hamil, ibu membawa balita,dan orang berusia lanjut, tetapi hingga kini hal tersebut belum mendapat perhatian serius dari pimpinan PT KCJ maupun PT KAI. Petugas di atas gerbong sering mengabaikan fasilitas khusus bagi konsumen seperti itu.

Malah sistem tapping (pemeriksaan) karcis di pintu keluar yang seharusnya ditiadakan tetap diberlakukan sehingga menghambat laju penumpang keluar stasiun. Selain itu, banyak penumpang juga masih mengeluhkan seringnya terjadi gangguan yang menyebabkan jadwal pemberangkatan KRL terlambat, AC tidak terasa dingin, penumpang yang penuh sesak hingga faktor keselamatan yang sering terabaikan.

Ini semua disebabkan manajemen PT KCJ/PT KAI sekarang cenderung memperhatikan soal kapasitas penumpang ketimbang meningkatkan pelayanan bagi penumpangnya. Padahal, Pasal 133 ayat (1) UU No 23/2007 menyebutkan dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengutamakan keselamatan dan keamanan orang, pelayanan kepentingan umum, sampai mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.

Patut disadari oleh pimpinan PT KAI/PT KCJ bahwa sebagai operator pelayanan yang bersifat public services, seharusnya mereka memperhatikan aspek kebutuhan konsumen.Tapi bukan dengan pendekatan keamanan yang terlalu berlebihan sehingga membuat penumpang merasa tidak nyaman setelah turun dari kereta karena ada pemeriksaan lagi di pintu keluar stasiun. Padahal sebelumnya saat masuk peron maupun di atas kereta sudah dilakukan pemeriksaan karcis.

Manajemen PT KAI mengusung tagline “Anda adalah prioritas kami” yang intinya mengajak seluruh jajaran manajemen dan karyawan memprioritaskan para penumpang yang memberi “napas” hidup matinya PT KAI. Bukan hanya itu. Pimpinan PT KAI/PT KCJ perlu turun ke lapangan untuk mengecek jumlah keseimbangan trayek antara Jakarta–Bogor dan Jakarta–Bekasi. Frekuensi layanan KRL Jakarta–Bogor ternyata jauh lebih banyak ketimbang rute Jakarta–Bekasi.

Hampir setiap 15 menit sekali KRL Jakarta–Bogor lewat melayani penumpang, tetapi untuk rute Jakarta–Bekasi hampir setiap 30 menit sekali kereta lewat sehingga jumlah kepadatan penumpang sering melampaui kapasitas yang gerbong yang tersedia. Jadi, sebenarnya yang ditambah bukan gerbongnya, tetapi trayek perjalanannya juga harus ditambah untuk jalur Jakarta– Bekasi dan sebaliknya.

Bagaimanapun, pimpinan PT KCJ/PT KAI harus mampu memahami UU tersebut yang tidak semata-mata memperhatikan kapasitas, tapi juga memperhatikan upaya peningkatan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas umum pelayanan yang baik dan benar. Bukankah fasilitas layanan KRL Ekspres “Pakuan” dan “Bekasi Ekspres” yang sudah terbukti bagus sebagai alternatif pelayanan lebih baik kepada konsumen sesuai kemampuannya dapat dihidupkan lagi?

Jadi, tanpa menaikkan tarif KRL yang berlaku sekarang, manajemen PT KCJ/KAI sebenarnya dapat menutupi kekurangan biaya operasional melalui pendapatan subsidi silang yang diperoleh dari penjualan tiket KRL Ekspres yang harganya jauh lebih tinggi dari kereta reguler (KRL CL). Ini patut jadi pertimbangan berharga buat direksi PT KAI dan PT KCJ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar