Rabu, 26 September 2012

Menumbuhkan Cinta Bahari pada Generasi Muda


Menumbuhkan Cinta Bahari pada Generasi Muda
Anastasia Wiwik Swastiwi Peneliti Madya pada Balai Pelestarian Sejarah
 dan Nilai Tradisional Tanjungpinang, Kepri
MEDIA INDONESIA, 26 September 2012


INDONESIA negeri bahari. Pernyataan itu bukan omong kosong. Sejarah mencatat kebesaran Sriwijaya dan Majapahit merupakan bukti kejayaan bahari di Nusantara pada masa lalu. Kedua kerajaan telah menguasai perdagangan di Asia Tenggara pada masanya. Dalam konteks masa kini, kejayaan masa lalu itu hendaknya menjadi semangat untuk membangun Indonesia di segala aspek kehidupan berbasis maritim.

Saat ini pemerintah tengah mengadakan acara besar Sail Morotai yang dimulai 15 September 2012. Morotai, sebuah pulau yang cukup eksotis dan terletak di Provinsi Maluku Utara, harus ditempuh dalam jarak yang cukup jauh. Selain melalui penerbangan, juga mengarungi lautan.

Lautan Indonesia luar biasa luas, mencapai 5,8 juta kilometer persegi yang terdiri dari 0,3 juta kilometer persegi perairan teritorial serta 2,8 juta kilometer persegi perairan pedalaman dan kepulauan. Ditambah lagi luas laut yang masuk zona ekonomi eksklusif (ZEE) mencapai 2,7 juta kilometer persegi. Panjang pantai mencapai 95.181 kilometer dan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau. Dengan melihat kondisi rupa bumi Indonesia, terlihat bahwa wilayah lautan lebih besar bila dibandingkan dengan daratan.

Keberadaan sebagai negara kepulauan dengan segala potensi alamnya dan berada di jalur lalu lintas perdagangan dunia menempatkan Indonesia pada posisi yang esensial di mata internasional. Sejarah telah mencatat posisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemain penting dalam perdagangan dunia. Hubungan yang terbangun antara para pelaut Indonesia (dulu Nusantara) pada masa lalu dan para saudagar-saudagar dari luar (India, China, dan Eropa) telah memunculkan heterogenitas suku, agama, kebudayaan, bahkan politik. Elemen-elemen itulah yang menjadi fondasi keragaman yang tumbuh di Indonesia dan memiliki nilai budaya tinggi.

Membangun kecintaan bahari
Status negara kepulauan yang disandang Indonesia tidaklah didapat dengan mudah. Dengan diawali pengumuman Deklarasi Djuanda 1957, Indonesia merasa kebijakan kelautan warisan kolonial sudah tidak sesuai lagi dengan konsep Tanah Air yang menekankan keterpaduan tanah dan air sebagai kekuatan nasional bangsa Indonesia. 

Deklarasi Djuanda 1957-lah yang kemudian diakui sebagai kebijakan kelautan Indonesia yang pertama. Butuh 25 tahun Indonesia mendapat pengakuan dunia internasional sebagai negara kepulauan, yang kemudian dicantumkan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982. Sejak lahirnya KHL 1982, masyarakat internasional semakin menyadari pentingnya laut bagi kehidupan umat manusia.

Seiring dengan hal tersebut, sangatlah penting untuk mengembangkan fungsi laut secara berkelanjutan (sustainable). Terkait dengan fungsi laut tersebut, bagi bangsa Indonesia laut memegang peranan yang sangat berarti, yaitu laut sebagai wilayah, sebagai sumber daya dan ekosistem, serta sebagai media kontak sosial dan budaya.

Lautan Indonesia di masa lalu menjadi sebuah jalan atau media untuk penyebaran pengaruh politik dan hegemoni kekuasaan. Menguasai lautan menjadi sebuah kebanggaan. Namun, bagaimana dengan sekarang? Negeri bahari ini justru seperti ditinggalkan. Memang selama ini ada kecenderungan lunturnya kecintaan bahari. 

Beberapa penyebab lemahnya jiwa kebaharian bangsa Indonesia antara lain upaya sistematis kolonial kala itu yang berhasil memecah belah bangsa Indonesia. Ada pergeseran orientasi dari laut ke daratan dalam waktu lama sehingga bangsa Indonesia kehilangan jati diri sebagai bangsa bahari.

Sektor kelautan diposisikan sebagai anak tiri dalam pembangunan ekonomi nasional dalam tiga dasawarsa terakhir. Sektor pendidikan dan pembinaan generasi muda pun belum mendapatkan perhatian maksimal sebagai wahana sosialisasi pembangunan kelautan.

Tantangan terbesar saat ini ialah upaya apa yang harus dilakukan untuk membangkitkan semangat bahari bangsa Indonesia yang kini mulai pudar? Itu sulit untuk dijawab dalam waktu singkat. Menumbuhkembangkan semangat dan jati diri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Mengingat kejayaan kebaharian masa lalu, fungsi dan potensi bahari Indonesia seperti telah disebutkan seharusnya mendorong semangat kecintaan terhadap laut dijunjung tinggi. Salah satunya melalui event yang dapat menumbuh kembangkan kecintaan bahari seperti Sail Morotai.

Morotai merupakan salah satu pulau di wilayah Indonesia yang mendapat julukan `Mutiara di Bibir Pasifik'. Acara Sail Morotai yang diadakan 15 September tahun ini akan menjadi momentum bagi bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk kembali menumbuhkan kecintaan terhadap bahari.

Sail Morotai yang mengangkat tema Menuju era baru ekonomi regional Pasifik menjadi momentum dalam mengaktualisasikan pembangunan Pulau Morotai sebagai gerbang ekonomi di kawasan Pasifik dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan Morotai tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak mendapat dukungan besar dari masyarakat Indonesia.

Tentu tidaklah mungkin membangun Morotai tanpa menjelajah laut nan luas. Di sinilah saatnya menumbuhkan kecintaan pada bahari Indonesia. Lautan yang luas milik Indonesia merupakan sumber kehidupan dan pemersatu seluruh wilayah. Pulau yang eksotis di ujung utara Maluku itu juga diincar banyak orang. Apalagi di masa lalu, kawasan itu punya nilai strategis bagi pasukan Sekutu.

Peran Generasi Muda
Meskipun menumbuhkembangkan semangat dan jati diri tidaklah mudah, menumbuhkembangkan semangat bahari dapat dimulai pada generasi muda. Sangat ironis, dewasa ini banyak generasi muda kita, bahkan generasi di wilayah pesisir sekalipun, masih kurang mengenal fungsi dan peranan laut serta megabiodiversitas yang terkandung di dalamnya, yang jika dimanfaatkan akan menjadi potensi ekonomi sangat besar bagi perekonomian bangsa.

Lemahnya semangat kebaharian itu menyebabkan sumber daya laut Indonesia yang melimpah hilang percuma atau sia-sia, bahkan banyak sumber daya ikan kita telah dicuri negara asing. Kejayaan bahari pada masa lalu bukanlah cerita asing di kalangan generasi muda. Akan tetapi, kejayaan masa lalu itu sepertinya berhenti hanya sebagai sejarah. Generasi muda sekarang pun berpaling makin jauh sebagai cucu para pelaut mumpuni yang pernah disegani bangsa-bangsa di dunia.

Kenyataan itu tidaklah mengherankan karena bangsa ini memang tidak juga berpaling pada kekuatan sebagai negara maritim. Saat bicara soal lautan Indonesia yang luas, yang ada di benak generasi muda sebatas kekaguman betapa sebenarnya Indonesia ini luar biasa. Angan-angan pun melambung, membayangkan betapa Indonesia bisa jadi negara makmur jika mampu memanfaatkan sumber daya alam di laut yang belum banyak `dilirik' dalam pembangunan bangsa. Pengenalan dan pemahaman geografis Indonesia, yang mestinya juga tidak mengabaikan laut, belum tumbuh dengan baik.

Generasi muda memiliki tanggung jawab yang sama dengan elemen masyarakat lainnya untuk ikut mewujudkan kehidupan sadar hukum dan menghargai pranata hukum konstitusi yang berlaku di masyarakat. Pemuda harus menjadi tonggak terpen ting dalam proses pembangunan bangsa. Kegamangan pemuda dalam menghadapi permasalahan bangsa dapat mengurangi agresivitas pembangunan bangsa. Pemuda harus kembali mengambil peran monumental sehingga menjadi pijakan kukuh untuk langkah pembangunan selanjutnya.

Sebagai penutup, marilah kita merefleksi apa yang sesungguhnya terlupakan dalam pembangunan bangsa ini. Generasi muda dapat diajak untuk bisa bekerja sama mengembangkan potensi laut yang masih terlupakan. Generasi muda bisa diberi pemahaman peradaban maritim dan potensi kelautan dalam peningkatan sumber daya ekonomi lewat pendidikan. Selama ini pembangunan terhadap peradaban bahari seolah-olah ditinggalkan sehingga keberadaan pulaupulau terluar dan pulau kecil sering diabaikan.

Pendidikan bisa diberikan melalui ajang menjelajah Indonesia lewat laut. Mengarungi luasnya lautan Indonesia dan singgah di berbagai tempat, termasuk Morotai, akan memberi dampak positif pada kecintaan terhadap Indonesia. Apalagi generasi muda akan mengenal banyak wilayah, suku, dan budaya di tempat mereka singgah selama berlayar. Dari situlah rasa cinta dan bangga terhadap Indonesia akan tumbuh. Nasionalisme akan terbangun dengan sendirinya.

Maka, laut hendaknya tidak hanya dilihat sebagai kumpulan air yang sangat luas.
Dalam kebaharian juga terdapat aspek-aspek kehidupan di wilayah tersebut yang bisa menumbuhkan nasionalisme. ●

2 komentar:

  1. Saya sebagai bagian dari stakeholder yang bertugas menumbuhkan nelayan merasakan adanya kendala besar mencari nelayan yang mau menerima hibah kapal 30 GT INKA MINA dari KKP. Barang gratis senilai 1,5 Milyar hanya menjadi onggokan di pelabuhan. Mental, sekali lagi mental mau menjadi nelayan tangguh belum tumbuh, menganggap nelayan sebagai pekerjaan berat dan menakutkan.

    BalasHapus
  2. Mbak anastasia, saya suka tulisan anda, tolong tambahkan teori menumbuhkan cinta bahari itu dg
    langkah-langkah yang harus ditempuh hingga cinta bahari itu menjadi sebuah budaya di sebuah masyarakat. Jadi proses menumbuhkan budaya cinta bahari itu yang harus dilakukan mbak. Krn jika telah mjd budaya, artinya gerak nafas, kebiasaan, tindak-tanduk, pola pikir sebuah masyarakat itu akan terlihat mencerminkan cinta bahari

    BalasHapus