Jumat, 28 September 2012

Tawuran Pelajar, Rohis, dan Terorisme

Tawuran Pelajar, Rohis, dan Terorisme
M Anwar Djaelani ;  Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) di akhir 1970-an,
 Alumnus Pascasarjana Unair
JAWA POS, 28 September 2012


ADA dua hal menarik dan memprihatinkan pada bulan ini. Pertama, tawuran pelajar yang terjadi di Jakarta pada 24 September dengan korban seorang meninggal. Dua hari setelah itu -juga di Jakarta, tapi di lokasi dan kelompok yang berbeda- seorang pelajar meninggal lagi dalam sebuah tawuran. 

Kedua, tak jauh sebelumnya, yaitu pada 15 September, Rohis (kerohanian Islam) -organisasi pelajar Islam intrasekolah- diberitakan secara salah oleh salah satu televisi. Katanya, Rohis ada kaitannya dengan terorisme. Adakah hikmah dari dua hal ini? 

Meninggalnya dua pelajar itu menambah panjang daftar pelajar yang berpulang sia-sia. Berdasar data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, di sepanjang 2012 sedikitnya ada 16 siswa yang tewas akibat 86 tawuran. Kecuali mati, puluhan luka berat maupun ringan. Bagaimana pada 2011? Pada tahun itu terjadi 139 kasus dengan 39 mati (
www.tempo.com, 26 September). 

Tawuran pelajar seperti tak pernah berhenti. Padahal, itu jelas merugikan. Selain merugikan sekolah dan pelajar sendiri, kasus itu merugikan publik yang sangat terganggu. Jika tak ada penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh atas "tradisi" tawuran ini, bukan tak mungkin para pelajar akan sampai kepada kesimpulan bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah. Intinya, mereka akan cenderung memilih menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai. Tentu -jika ini benar terjadi- akibat jangka panjangnya bagi negeri ini sudah bisa dibayangkan. Lalu, tak adakah jalan keluar dari masalah tawuran ini?

Lingkungan, Lingkungan! 

Siapa pun paham bahwa pengaruh lingkungan sangatlah besar bagi seseorang. Lingkungan yang baik akan melahirkan pribadi-pribadi yang baik, dan sebaliknya.

Terkait dengan upaya meniadakan "budaya" tawuran pelajar, mendorong pelajar untuk aktif di Rohis adalah salah satu pilihan terbaik. Mengapa? Rohis atau kerohanian Islam dan merupakan aktivitas ekstrakurikuler di sekolah. Kegiatan mereka legal, mendapat izin dan dukungan dari sekolah. 

Rohis dikenal tangguh dalam usaha membentuk akhlak pelajar, terutama yang menjadi anggotanya. Artinya, Rohis adalah lingkungan yang baik. Terbukti, selama ini tak ada catatan bahwa aktivis Rohis terlibat tawuran. 

Banyak aktivis Rohis yang meraih prestasi gemilang, mulai level lokal sampai nasional. Siti Munawaroh dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo membuat penelitian menarik: "Studi Komparasi Prestasi Belajar PAI antara Aktivis Rohis dengan Aktivis OSIS di SMA 13 Semarang". PAI adalah kependekan dari Pendidikan Agama Islam. Hasilnya? 

Prestasi belajar PAI aktivis Rohis di SMA 13 Semarang termasuk pada kategori sangat baik. Sementara, prestasi belajar PAI aktivis OSIS di SMA 13 Semarang termasuk pada kategori baik. Intinya, terdapat perbedaan yang meyakinkan tentang prestasi belajar PAI antara aktivis Rohis dan aktivis OSIS di SMA 13 Semarang (
library.walisongo.ac.id, diakses 26 September 2012).

Banyak aktivis Rohis yang berprestasi. Muhammad Chandra, misalnya, meraih medali emas di Olimpiade Sains Nasional bidang kebumian OSN 2011 (
www.suara-islam.com 24 September 2012).

Rohis adalah organisasi lengkap, meliputi aktivitas menambah ilmu dunia dan akhirat. Di Rohis siswa belajar cara berorganisasi yang baik. Rohis mendorong peningkatan kreativitas. Ada latihan nasyid, teater, dan lain-lain. Di bidang jurnalistik, ada aktivitas menulis di buletin, mading, dan sebagainya. 

Oleh karena itu, mengherankan sekali saat Metro TV memberitakan secara salah tentang Rohis. Lihatlah program Headline News dan Metro TV Hari Ini pada 5/9/2012 soal isu gerakan terorisme yang masuk ke lingkungan sekolah. Pemberitaan yang menggunakan tagline "Awas! Generasi Baru Terorisme" itu dinilai banyak kalangan sangat merusak nama baik Rohis.

Merasa diperlakukan secara tidak semestinya, kalangan Rohis bergerak. Salah satunya lewat aksi damai Rohis se-Jabodetabek pada 23/9/2012 di bundaran Hotel Indonesia Jakarta. 

Rupanya kecaman dari berbagai kalangan atas siaran televisi yang tak berdasar itu berbuah. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan bahwa Metro TV telah mengakui beberapa kesalahan dalam pemberitaannya. 

Solusi Itu 

Hikmah harus diambil. Pertama, perang melawan terorisme jelas akan didukung oleh semua kalangan. Tetapi, "perang" yang dilakukan secara membabi-buta jelas harus dihentikan. Kasus salah tangkap, ide mengubah kurikulum pesantren, ide sertifikasi ulama, dan tuduhan Rohis sebagai sarang perekrutan calon teroris jelas harus ditolak.

Kedua, atas terus maraknya tawuran antarpelajar, maka -dengan mengingat prestasi aktivis Rohis selama ini- para pelajar perlu didorong untuk aktif di Rohis. Semoga dengan cara ini, para orang tua tak akan khawatir saat melepas kepergian anak-anaknya ke sekolah. Sebab, di sana ada Rohis yang sama sekali tak mengajari anggotanya menjadi teroris. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar