Kamis, 29 November 2012

Berpikirlah untuk Berdaulat Pangan


Berpikirlah untuk Berdaulat Pangan
Muladno ; Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,
Pemerhati Kebijakan Pemerintah di Bidang Peternakan
SINAR HARAPAN, 28 November 2012


Harga daging sapi yang menembus angka di atas Rp 100.000 per kilogram di Jakarta belakangan ini telah kembali normal ke harga sebelumnya.

Kenaikan itu agak aneh, karena harga daging sapi di berbagai kota besar lainnya pada saat yang sama tidak mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Terkesan ada kekurangan pasokan sapi di wilayah DKI Jakarta. Padahal di banyak daerah sentra sapi, para peternak kesulitan menjual ternak sapinya. Jadi, ada ketidaknormalan mekanisme pasar.

Karena hasil sensus sapi dan kerbau yang diterbitkan akhir 2011 menunjukkan populasi sapi dan kerbau mampu mencukupi 90 persen kebutuhan daging secara nasional dengan asumsi tingkat konsumsinya 2,1 kg/kapita/tahun, pemerintah menghormati hasil kerja Biro Pusat Statistik tersebut dengan tetap menjalankan skenario pencapaian swasembada daging pada 2014.

Ini dilakukan dengan secara konsisten menurunkan kuota impor daging beku dan impor sapi bakalan dari Australia secara bertahap, yaitu sekitar 18 persen pada 2012; sekitar 13 persen pada 2013 dan sekitar 10 persen pada 2014.

Ada sebagian pihak merasa pesimis dengan angka-angka tersebut, tetapi saya termasuk salah satu yang merasa optimis swasembada daging 2014 tercapai berdasarkan populasi sapi yang ada saat sensus tersebut sebanyak 14,8 juta ekor.

Namun rasa optimis saya itu hanya sampai akhir 2014 saja. Bagaimana setelah 2014? Itu yang justru sangat penting diperhatikan pemerintah. Percuma saja kalau pemerintah sudah merasa puas hanya karena tercapainya swasembada daging pada 2014, karena hal itu tidak diharapkan oleh peternak dan perusahaan peternakan di Indonesia.

Mendesak

Hasil survei karkas Juni-Agustus 2012 oleh tim IPB menunjukkan dari 291 sapi siap potong yang diambil secara acak di 20 Rumah Potong Hewan (RPH) di 10 provinsi di Indonesia, 73 persen sapi potong berjenis kelamin jantan dan 27 persen sisanya berjenis kelamin betina, sedangkan 85 persen berkondisi tubuh kurus/sedang, dan hanya 15 persen sisanya gemuk.

Tidak ada pilihan lain, program penggemukan sapi bagi 85 persen sapi berkondisi tubuh kurus/sedang tersebut harus dilakukan mulai sekarang. Ketersediaan pakan yang mudah diakses oleh peternak di sentra produksi sapi dan kerbau menjadi kewajiban pemerintah. Jika program itu berhasil dilaksanakan, keraguan akan tidak tercapainya swasembada daging pada 2014 tidak ada lagi.

Adapun untuk menjamin keberlanjutan swasembada setelah 2014, sedikitnya ada tiga hal lagi yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, himpun semua produsen ternak di daerah sentra ternak sapi dan kerbau.

Pastikan berapa populasi ternak sapi dan kerbau yang dikuasai oleh produsen ternak yang siap dilepas untuk dipotong. Lokasi ternaknya juga harus jelas sehingga dapat diketahui cara mengaksesnya. Timbangan ternak sebagai peralatan mendasar harus tersedia di setiap komunitas peternak yang banyak populasi sapinya sehingga harga lebih terjamin.

Saya yakin pemerintah dengan jaringan birokrasinya pusat-daerah akan sanggup menghimpun para produsen ternak tersebut. Memperkuat persatuan peternak produsen ternak ini sangat penting, karena kalau tidak kuat soliditasnya, mereka akan mudah dipermainkan pedagang. Ini sebenarnya juga telah dirintis pemerintah saat ini dan harus lebih dioptimalkan.

Kedua, optimalkan Unit Manajemen Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (UM-PSDSK) mulai dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, khususnya di daerah sentra produksi ternak sapi dan kerbau. UM-PSDSK di setiap tingkatan harus membuka call centre dan harus memiliki nama contact person dan nomor telepon para produsen peternak dan asosiasinya.

Komunikasi antarprodusen ternak harus dipermudah dan diperluas dengan fasilitasi pemerintah melalui UM-PSDSK tadi sehingga tidak ada lagi kejadian peternak kesulitan menjual ternaknya, padahal di sisi lain konsumen juga kesulitan mencari sapi untuk dibeli. Peran UM-PSDSK di setiap tingkatan harus dapat lebih dirasakan oleh produsen maupun konsumen ternak sapi/kerbau.

Ketiga, peraturan menteri (permen) tentang importasi sapi betina produktif yang secara substansial sudah selesai perlu segera diterbitkan, karena permen itu membuka peluang perusahaan peternakan membantu pemerintah mempercepat peningkatan populasi sapi di Indonesia dengan cara mengimpor banyak betina produktif dari luar negeri untuk dikembangbiakkan di Indonesia.

Program Jangka Panjang

Ketidaknormalan mekanisme pasar yang mengakibatkan harga daging sapi meroket tajam beberapa hari lalu mestinya dijadikan media pembelajaran bagi seluruh pemangku kepentingan dalam dunia persapian. Semua pihak harus memiliki jiwa nasionalisme tinggi dan berupaya untuk bersatu dalam rangka memperkuat kedaulatan pangan di komoditas daging ini.

Jangan malah sebaliknya, cepat menyerah dan ingin menggunakan jalan pintas untuk impor sapi bakalan dan daging beku saja. Kapan kita bisa berdaulat pangan kalau ketergantungan kepada luar negeri selalu dijadikan solusi permasalahan pangan?

Dalam konteks sapi, daya saing 6,2 juta peternak kecil yang rata-rata memiliki 1-3 ekor per peternak harus ditingkatkan dalam jangka panjang. Mereka adalah pemilik 98 persen total populasi sapi di Indonesia.

Jika mereka kuat, sapi juga sehat dan populasinya pasti akan meningkat. Skala kepemilikan sapi yang rendah jangan lagi dijadikan suatu masalah, tetapi memang itulah kebiasaan mereka sejak zaman Indonesia masih dijajah Belanda yang menjadikan ternak sapi sebagai tabungan hidup.

Jadikan rendahnya skala kepemilikan itu sebagai tantangan kita untuk berpikir kreatif dalam rangka meningkatkan daya saingnya. Mari kita ajari mereka berbisnis sapi dan bukan sekadar beternak sapi. Berdayakan mereka dengan memperkuat kelembagaan kelompok yang berorientasi bisnis dengan mengedepankan efisiensi dan produktivitas.

Lembaga bisnis milik peternak itu tidak hanya menjalankan bisnis sapi saja, tetapi juga hasil bumi lainnya yang tumbuh di sekitar rumah mereka. Ubah pola pikir mereka untuk menjadi pebisnis dan bukan menjadi pekerja.

Ajari mereka untuk tidak membiarkan sejengkal pun tanahnya kosong tak termanfaatkan, karena tanah itu bisa ditanami apa saja untuk dimanfaatkan secara komersial. Ajari mereka menyinergikan keberadaan ternak dan ketersediaan lahan pertanian, dan lain-lain.

Ini memang bukan soal mudah, tetapi adanya pemerintah memang diamanahkan untuk mengurusi yang sulit-sulit ini, dan bukan hanya mengurusi yang gampang-gampang saja.

Pemberdayaan 6,2 juta peternak kecil merupakan keniscayaan untuk melanggengkan program swasembada daging sapi di Indonesia sebagai wujud adanya kedaulatan pangan di komoditas daging sapi di negara ini. Jadi, bukan dengan bantuan pengadaan sapi yang tampaknya hanya memindah-mindahkan sapi dari wilayah satu ke wilayah lainnya.

Namun yang dilakukan adalah pendampingan untuk memperkuat kelembagaan bisnis peternak sehingga mereka memiliki posisi tawar kuat.

Dengan begitu mereka tidak dapat dipermainkan lagi nasibnya oleh para pedagang. Kelembagaan bisnis peternak yang kuat akan memutus rantai tata niaga, dan ini akan meningkatkan pendapatan peternak, menyejahterakan peternak, serta menaikkan harkat dan martabatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar