Sabtu, 24 November 2012

Century Gate dan Warga Negara Istimewa


Century Gate dan Warga Negara Istimewa
Jamal Wiwoho ; Guru Besar FH dan Purek II Universitas Sebelas Maret, Surakarta
MEDIA INDONESIA, 24 November 2012


SETELAH melalui proses yang amat panjang, akhirnya pada 19 November KPK mendapatkan dua alat bukti kuat untuk meningkatkan proses penyelidikan kasus Bank Century yang dimulai sejak 8 Desember 2009 ke proses penyidikan sekaligus menetapkan dua mantan pejabat teras Bank Indonesia, BM (mantan deputi bidang 4-pengelolaan moneter devisa) dan SCF (mantan deputi bidang 5-pengawasan) sebagai tersangka. Penetapan kedua tersangka Century Gate tersebut diyakini KPK setelah memeriksa lebih dari 150 orang yang mengetahui seluk-beluk pengucuran dana kepada Bank Century.

Bila menoleh ke belakang, Bank Century memperoleh kucuran dana pada 2008 meski bank tersebut sebenarnya masuk kategori bank gagal karena kalah kliring. Bank Century mendapatkan dana talangan Rp638 miliar dan bailout sebesar Rp6,7 triliun. Seperti diketahui, dasar pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada saat itu ialah Peraturan Bank Indonesia/PBI No 10/26/PBI/2008 menjadi PBI No 10/30/PBI/2008 yang memberikan syarat-syarat pemberian fasilitas FPJP dipermudah serta disesuaikan dengan kondisi Bank Century pada waktu itu yang amburadul. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) minimal 8% menjadi 0%, dengan CAR Bank Century pada saat itu 2,35%. Seperti yang disampaikan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, dapat dikatakan pada era tersangka BM dan SCF ada sejumlah kebijakan yang dapat diduga merupakan pintu masuk korupsi bailout Bank Century.

Selasa (20/11), di hadapan tim pengawas Bank Century, Ketua KPK Abraham M Samad memberikan keterangan, saat pengucuran bailout pada Bank Century, Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia patut diduga mengetahui persis proses pengucuran dana yang merugikan keuangan negara tersebut. Namun, masih menurut Abraham, KPK tidak akan melakukan pemeriksaan (penyelidikan dan penyidikan) kepada presiden dan wakil presiden karena merupakan warga negara istimewa.

Pernyataan Ketua KPK tersebut telah memantik api silang pendapat publik tentang tidak beraninya KPK memeriksa Wapres Boediono. Sebagian yang setuju dengan lontaran tersebut memberikan alasan bahwa memang ada perlakuanperlakuan khusus bagi presiden dan wakil presiden. Namun, perlakuan-perlakuan khusus tersebut tidak ada kaitannya dengan perbuatan hukum pidana atau yang dalam proses hukum.

Pendapat yang menolak ternyata lebih banyak. Hal itu terlihat dengan banyaknya protes dan kecaman kepada KPK yang tidak berani memeriksa Boediono. Dalih yang menolak secara normatif berpedoman pada Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan. Prinsip yang tertuang dalam Pasal 27 UUD 45 tersebut merupakan realisasi dari sebuah prinsip equality before the law, sebuah prinsip yang menekankan aspek persamaan di dalam hukum pada setiap warga negara. Menarik untuk dikaji mengapa Abraham kemudian menyatakan KPK tidak pernah ragu melakukan pemeriksaan kepada siapa pun walau yang bersangkutan menjadi wapres karena memegang prinsip equality before the law. Semua orang berkedudukan sama di hukum.

Pernyataan yang dilontarkan Abraham agar tidak terjadi kegaduhan intelek tual tersebut tampaknya tual tersebut tampaknya merupakan bola panas baru untuk melakukan penyelidikan kepada wapres yang saat itu sebagai Gubernur BI. Bola panas tersebut dapat dijalan kan KPK secara hukum pidana dan DPR dalam tataran hukum tata negara yang dapat melakukannya secara politis dengan berpedoman pada Pasal 7 B angka (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, memutus pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelang garan hukum berupa pengkhianatan pada negara, korupsi, penyuapan, perbuatan tercela atau presiden atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/ atau wakil presiden.

Perluasan Wilayah

Adapun persyaratan normatif pengajuan kepada MK harus memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam angka (2) Pasal 7 B, yang menyatakan bahwa pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang di hadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.

Bola panas Bola panas yang dilontarkan Ketua KPK tersebut tampaknya dapat dipahami sebagai upaya KPK untuk menambah wilayah jangkauan yang memungkinkan menyelesaikan kasus bailout tersebut. Dengan cara hukum pidana dan politik dalam hukum tata negara secara terpadu tersebut, KPK akan mendapatkan amunisi baru dari lembaga yang sangat disegani, yakni DPR.

Amunisi yang secara politik dapat dikeluarkan DPR secara konstitusional dapat dijalankan walaupun pada tataran implementasi, menggerakkan 2/3 jumlah anggota DPR untuk hadir dalam sidang paripurna tidaklah mudah, apalagi harus disetujui 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Hal itu terjadi manakala koalisi yang dibangun Partai Demokrat, Partai Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan Bangsa bersatu padu. Dalam pemahaman penulis, mengedepankan pendekatan hukum pidana dalam masalah bailout Bank Century yang diduga melibatkan Wakil Presiden Boediono sebagai Gubernur BI waktu itu jauh lebih efektif daripada pendekatan politik yang dilakukan DPR.

Akhirnya, suatu ungkapan yang menyatakan, kalau seseorang sedang menjabat, apa pun yang akan dilakukan sangat bisa dilakukan. Artinya mungkin saja Century Gate itu hanya akan sampai tangga tertentu (tersangka BM dan SCF) dan tidak akan menyentuh tangga utama sebagai aktor intelektual. Beberapa kasus, misalnya skandal cek perjalanan dalam pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia yang hanya sampai pada Nunun Nurbaeti dan Miranda S Goeltom sebagai terpidana serta kasus Hambalang yang saat ini baru menetapkan Deddy Kusdinar dan Wafid Muharam sebagai tersangka, belum hilang dalam ingatan kita.

Semua pembaca Media Indonesia dan rakyat Indonesia merindukan ungkapan equality before the law. Insya Allah KPK tidak takut memeriksa orang per orang. KPK hanya takut kepada Allah, seperti disampaikan sang ketua lembaga superbodi itu, dalam penegakan hukum di Indonesia ini dapat direalisasikan. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar