Selasa, 27 November 2012

Jaminan Keamanan Bank Syariah


Jaminan Keamanan Bank Syariah
Agustianto ; Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Dosen Pascasarjana PSTTI UI 
REPUBLIKA, 26 November 2012


Perbankan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat. Menurut statistik Bank Indonesia (BI), perkembangan aset perbankan syariah mencapai 40,2 persen selama 2007- 2011. Sementara, pertumbuhan perbankan konvensional hanya 16,7 persen.
Pada 2011-2012, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia naik menjadi 45 persen, tertinggi di dunia, yang rata-rata 15-20 persen per tahun. Dalam perjalanannya, perbankan syariah telah menunjukkan ketangguhanya sebagai pilar penyokong stabilitas sistem keuangan nasional. Pada masa krisis moneter 1998, perbankan syariah bisa bertahan dan survivetanpa bantuan likuidasi dari pemerintah-- karena bank syariah menggunakan sistem bagi hasil.
Karena itulah, pemerintah langsung mengeluarkan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengakomodasi sistem perbankan syariah secara yuridis. Sistem perbankan syariah diyakini sebagai bagian penting dari upaya strategis penyehatan perbankan nasional. Pada 2008, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Perbankan Syariah tersendiri melalui UU No 21/2008 tentang Per bankan Syariah. 
Per September 2012, jumlah aset perbankan syariah tercatat Rp 168 triliun, dengan dana pihak ketiga Rp 127 triliun. Tingginya minat masyarakat terhadap kredit perbankan syariah terlihat dari meningkatnya aset perbankan syariah rata-rata Rp 100 miliar tiap bulannya jika dihitung dari Januari 2012. Namun, jumlah nasabah perbankan syariah masih sedikit jika dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini disebabkan bank konvensional jauh lebih dulu berkembang dibanding bank syariah yang relatif baru. Jumlah rekening di bank syariah pada 2011 masih delapan juta, sedangkan di bank konvensional 110 juta. 
Masih kecilnya jumlah nasabah perbankan syariah tidak terlepas dari ketidaktahuan masyarakat terhadap produk perbankan syariah. Padahal, potensi dana masyarakat masih besar mengingat jumlah penduduk Muslim di Indonesia lebih dari 200 juta. 
Dengan meningkatnya populasi kelas menengah secara signifikan, potensi dana masya rakat yang akan masuk ke perbankan syariah juga akan semakin meningkat. Untuk itulah, masyarakat perlu diyakin kan bahwa simpanan/ tabungan masya rakat di bank syariah aman dan dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ini sama amannya dengan menabung di bank konvensional. Sejak 13 Oktober 2008, saldo yang dijamin maksimal Rp 2 miliar.
LPS di Indonesia juga memiliki penjaminan yang lebih luas dibandingkan beberapa negara lain. Di Sudan, misal- nya, memiliki lembaga semacam LPS, yakni Bank Deposit Security Fund (BDSF). Namun, lembaga ini tidak menjamin simpanan dalam bentuk mata uang asing. Hal ini cukup kontras dengan LPS yang tetap menjamin dana nasabah dalam bentuk mata uang asing. 
Salah satu tantangan LPS saat ini adalah menyosialisasikan keberadaannya kepada masyarakat umum agar kepercayaan masyarakat menyimpan dana di perbankan syariah semakin tinggi. Penjaminan simpanan merupakan keniscayaan finansial dan dari perspektif syariah merupakan upaya yang mengandung kemaslahatan (maslahat), yakni melindungi harta masyarakat dari moral hazardyang mungkin timbul pada masa depan. Dengan adanya LPS, akan menciptakan rasa aman bagi para deposan untuk menempatkan dananya di perbankan syariah.
Dengan semakin masifnya gerakan pendidikan ekonomi syariah di perguruan tinggi, pada masa depan, keyakinan masyarakat seperti di atas akan semakin meluas secara dahsyat. Ada 70-an kampus yang sedang giat menggerakkan prog ram pendidikan Ekonomi Syariah. 
Terkait dengan sistem penjaminan syariah di Indonesia, LPS bisa mengikuti pola penjaminan yang dilakukan Malaysia. Malaysia Deposit Insurance Corporation (MDIC) melakukan pembedaan penjaminan pada bank syariah dan bank umum. Hal ini sebetulnya dapat ditiru karena bank syariah memiliki risiko yang berbeda dengan bank konvensional. Apalagi, perbankan syariah tidak menggunakan bunga. Menciptakan LPS yang sesuai syariah sangatlah mudah, yaitu hanya memisahkan dana ta`awun yang diperoleh LPS dari bank syariah dengan dana premi yang diterima dari bank konvensional.
Indonesia tercatat memiliki persentase jumlah rekening terendah se- ASEAN, setengah dari penduduknya belum memiliki rekening bank. Hal ini tentu sangat disayangkan karena semakin banyak orang yang menabung, pihak swasta dan pemerintah akan memiliki lebih banyak dana yang bisa disalurkan tanpa perlu mengeluarkan obligasi atau utang luar negeri.
Ke depan, LPS perlu lebih agresif menyosialisasikan keberadaan dan fungsinya pada masyarakat. Agak sulit mengharapkan bank bisa berpartisipasi aktif mengingat potensi konflik kepentingan. Bank memiliki tujuan untuk mencari profit dan menjaring nasabah sebanyak-banyaknya. Perang suku bunga tidak bisa dihindarkan dan beberapa bank mungkin memberikan bunga lebih tinggi dari penjaminan LPS.
LPS perlu lebih agresif menggandeng media dan menyampaikan programnya dengan bahasa yang dimengerti masyarakat awam sehingga produk perbankan serta penjaminan tidak akan terlihat sebagai sesuatu yang "ribet" di mata masyarakat awam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar