Rabu, 28 November 2012

Keteladanan Guru


Keteladanan Guru
Herlini Amran ; Anggota Komisi X DPR
REPUBLIKA, 27 November 2012



Masalah karakter siswa kini di ambang krisis. Beberapa gejala krisis karakter siswa tengah mengancam generasi muda kita beberapa bulan belakangan ini, seperti meningkatnya kasus tawuran antarsekolah, kekerasan siswa geng motor, mewabahnya virus game online yang destruktif, menggejalanya video seks yang diperankan siswa, dan kehidupan glamor yang dicontohkan ta- yangan televisi.

Krisis karakter siswa ini bukan terjadi tiba-tiba, melainkan proses panjang yang multifaktor. Di antaranya mencerminkan pelaksanaan pendidikan di sekolah, tempat kurikulumnya hanya berorientasi pada nilai dan guru, tidak lagi memerankan keteladanan. Ini merupakan koreksi bagi seluruh elemen bangsa yang dilandasi cinta kepada para guru dan pendidikan di Indonesia. 

Disadari atau tidak, kurikulum sekolah kita tidak menuntut standar ke cukupan moral seperti halnya dite tapkan di negara-negara maju, terutama Finlandia.
Sekolah-sekolah kita hanya mencetak siswa dengan standar nilai, sedangkan moral atau budi pekerti hanya menghiasi papan visi-misi di halaman sekolah.
Begitu pun guru-guru kita, banyak yang hanya mentransfer informasi tanpa memperkuat fungsi keteladanan.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru adalah pendidik profesional yang salah satu fungsi utamanya sebagai pembimbing siswa. Membimbing itu dengan contoh dan teladan, bukan dengan hafalan atau angka-angka semata. 
Peran guru sangat mulia, jika pemerintah tidak mengabaikannya seperti sekarang. Jargon klasik guru sebagai sosok yang memerankan citra profesi yang digugu dan ditiru menjadi sangatlah relevan dengan kondisi kekinian, sekaligus solusi terhadap ancaman krisis karakter siswa. Peran guru sangat strategis dalam menjamin keberlangsungan generasi masa depan suatu bangsa, seperti ditekankan UNESCO ketika pertama kali menetapkan Hari Guru Internasional (5 Oktober 1994). Dan sekali lagi perlu disadari, generasi seperti apa yang di butuhkan Indonesia? Hanya generasi berkarakter produk pendidikan budi pekerti. 

Atas dasar itu, mari kita mengajak semua lapisan masyarakat untuk menagih janji menteri pendidikan untuk menghadirkan kurikulum pendidikan yang mengedepankan pembentukan karakter siswa. Ini harus menjadi software baru untuk mencetak siswa-siswa berbudi pekerti di sekolahnya, berakhlak di keluarganya, dan beretika di lingkungannya.

Akhir tahun ini, kita bisa saksikan dan kritisi bersama. Apakah pemerintah serius menyusun kurikulum berkarakter atau hanya memformat ulang kurikulum lama dengan program-program yang dijejali angka, hafalan, dan vonis yang namanya `nilai'. Kita berharap, bila kurikulum baru telah mengakomodasi penguatan moral siswa, para guru akan memfungsikan kembali keteladanannya. Sesungguhnya ini yang harus dikhayati tatkala memperingati Hari Guru Nasional yang ke-67 sekarang. Pemerintah bertanggung jawab memfasilitasi terjadinya revitalisasi fung- si keteladanan guru melalui semua in strumen pendidikan. Dan itu momentumnya sekarang.

Sejarah hari Guru Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) lahir pada 25 November 1945, atau 100 hari setelah Proklamasi Ke- merdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. PGRI tetap setia dalam pengabdiannya.

Peran guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sungguh besar dan sangat menentukan. Guru merupakan salah satu faktor yang strategis dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang meletakkan dasar serta turut mempersiapkan pengembangan potensi peserta didik untuk masa depan bangsa. Begitu besar peran dan pentingnya guru dalam memajukan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah memberikan jaminan penghargaan, perlindungan, dan kesejahteraan kepada guru. Sejak tahun 1994, setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional dan Hari Ulang Tahun PGRI secara bersama-sama.

Momentum peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI, sudah sepantasnya menjadi refleksi, renungan, dan evaluasi bagi semua guru untuk membuka kembali lembar catatan dari banyak peristiwa, persoalan, tantangan, dan kendala yang telah dihadapi. Menjadi guru profesional bukanlah perkara gampang, maka perlu kesadaran pada setiap diri para guru untuk menjadi sosok yang memerankan citra profesi yang digugu dan ditiru. 

Citra guru yang baik akan mengangkat kualitas pendidikan itu sendiri.
Dan pendidikan yang baik akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa. Tidak ada guru, tidak ada pendidikan, tidak ada pendidikan mustahil ada proses pembangunan. Hanya dengan sentuhan guru yang profesional, bermartabat, dan diteladani, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu. Guru itu adalah cermin pendidikan, dan pendidikan itu akan tecermin dari para guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar