Minggu, 30 Desember 2012

Membaca Arah Politik 2013


Membaca Arah Politik 2013
Syamsuddin Haris ;   Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI
SINDO, 29 Desember 2012



Meskipun tahun kegaduhan politik 2012 segera berlalu,tidak berarti kehidupan politik bangsa kita pada 2013 lebih baik dan tak gaduh. Bagaimana arah dinamika politik 2013, dan jika masih gaduh, apa saja yang membedakannya dengan kegaduhan tahun ini? 

Secara umum dinamika kehidupan politik Indonesia pasca-Orde Baru sebenarnya hampir selalu diwarnai kegaduhan yang bahkan mengarah pada karut-marut politik tanpa jalan keluar. Kendati tidak sedikit pencapaian dan prestasi bangsa dalam berdemokrasi selama lebih satu dekade terakhir, sulit dibantah bahwa semua pencapaian itu belum sepenuhnya dinikmati rakyat kita selaku pemegang saham mayoritas republik ini. 

Demokrasi yang kita raih justru hanya dinikmati oleh para petualang politik, baik dalam pengertiannya secara harfiah, maupun para petualang yang berbaju ”wakil rakyat” atau anggota legislatif, politisi parpol, dan para penyelenggara pemerintahan di lembaga-lembaga eksekutif dan yudikatif, di pusat dan daerah. 

Kegaduhan politik, termasuk pada 2012, hampir selalu bersumber pada rendahnya kualitas komitmen dan tanggung jawab para elite politik pemegang mandat rakyat yang telah dipercaya mengelola negara dan pemerintahan, namun mengkhianati mandat dan kepercayaan itu.Akhirnya yang muncul adalah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang tak kunjung berkurang pada saat kehidupan mayoritas rakyat kita masih terpuruk. Nuansa saling rebut dan saling menjatuhkan masih akan mewarnai kontestasi elite politik sepanjang 2013. 

Lima Isu Krusial 

Karena itu,kegaduhan politik belum akan berkurang. Diperkirakan sedikitnya ada lima isu politik krusial yang bakal mewarnai dinamika politik Indonesia pada 2013 mendatang. Pertama, isu di seputar pemilu legislatif dan pemilu presiden/ wakil presiden. Dalam konteks pemilu legislatif, potensi meningkatnya suhu politik bisa muncul terkait hasil verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap partai politik calon peserta pemilu. 

Gugatan terhadap KPU oleh parpol yang gagal lolos sebagai peserta pemilu mendatang bakal mewarnai dinamika politik awal 2013. Pada akhir kuartal pertama 2013, dinamika politik akan diwarnai tarik-menarik pencalonan legislatif. Potensi-potensi konflik internal bakal muncul di Partai Demokrat akibat ketidakharmonisan relasi Ketua Umum Anas Urbaningrum dan Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Majelis Tinggi Susilo BambangYudhoyono. 

Kedua, isu krusial seputar calon presiden.Terkait Pilpres 2014,tarik-menarik kepentingan parpol mengenai besaran persentase ambang batas pencalonan presiden.Isu ini bukan semata-mata soal perlu tidaknya ambang batas dinaikkan atau dikurangi, tetapi juga menyangkut peluang munculnya tokoh-tokoh alternatif sebagai capres mendatang.

Terkait capres, dinamika tinggi bakal muncul di lingkungan Partai Golkar, yang ”ngotot” mengusung Aburizal Bakrie, dan di Partai Demokrat karena tidak adanya figur capres unggulan dari internal partai. Sejumlah kandidat yang ditengarai bakal diusung sebagai capres oleh Demokrat seperti Djoko Suyanto, Hatta Radjasa, dan Pramono Edhie Wibowo, tak satu pun yang ”berkeringat” bagi parpol yang digagas oleh SBY tersebut, sehingga potensi penolakan internal pun tinggi. 

Ketiga, isu krusial terkait badai politik yang masih membelenggu partai terbesar,Demokrat. Ketegangan relasi Anas-SBY masih akan mewarnai dinamika internal partai segitiga biru ini. Persoalan Demokrat tentu akan lebih ruwet lagi jika Andi Mallarangeng tak rela ”dikorbankan” sendirian, dan Anas akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasuskasus korupsi yang diduga melibatkannya. 

Keempat, isu politik lama terkait skandal bailoutBank Century yang terus mencari ”mangsa” baru. Dengan diperpanjangnya masa kerja Tim Pengawas Kasus Century oleh DPR selama satu tahun ke depan, diperkirakan skandal Century masih akan mengganggu kenyamanan pemerintahan SBY. Meskipun usulan penggunaan hak menyatakan pendapat hampir mustahil terwujud, sekurang-kurangnya skandal Century ini bakal tetap menjadi ”mainan politik” beberapa anggota DPR yang selama ini sudah sering mengganggu ”tidur siang” SBY. 

Apabila KPK menemukan calon tersangka baru dalam mengusut skandal Century, hal itu tentu akan menjadi peluru politik baru bagi sebagian anggota DPR yang terlanjur asyik ”menikmati” panggung politik Senayan. Kelima, sebagai konsekuensi logis dinamika politik nasional dan lokal yang hanya berporos pada persaingan kepentingan di antara para elite politik dan cenderung mengabaikan aspirasi rakyat, 

sangat mungkin skala unjuk rasa dan demonstrasi yang mengarah pada tindak anarkistis dan kekerasan massa meningkat dan meluas pula. Belum lagi jika kita menghitung potensi konflik horizontal yang bersumber dari kegagalan negara mengelola dan mengawal pluralitas bangsa kita di satu pihak, serta ketidakmampuan negara menegakkan supremasi hukum di pihak lain. 

Personalisasi Politik 

Dibandingkan kegaduhan politik 2012, dinamika politik yang mengarah pada kegaduhan 2013 diduga cenderung lebih keras dan personal.Penyebab utama dari kecenderungan ini adalah mendekatnya momentum persaingan hidupmati para elite politik menjelang Pemilu 2014.Persaingan kepentingan para elite politik, baik secara internal parpol maupun antarparpol,akhirnya bermuara pada perjuangan mempertahankan atau sebaliknya merebut kekuasaan pada pemilu mendatang. 

Mengingat nuansa persaingan politik lebih bersifat kepentingan pragmatis ketimbang ideologis, kontestasi personal antartokoh akan lebih mewarnai dan bahkan mungkin mendominasi dinamika politik 2013. Sebagai konsekuensi logis dari menguatnya personalisasi politik,pertarungan gagasan substantif tentang solusi terbaik bagi aneka krisis bangsa kita diperkirakan bakal semakin menguap pula. 

Lalu, kapan mayoritas rakyat kita bisa berharap dan merajut optimisme bila para pemimpin negeri ini tak kunjung peduli dan berpihak pada nasib mereka? Sampai kapan pemilu-pemilu kita hanya menjadi ajang kontes popularitas semu para pemburu kekuasaan? Barangkali di sinilah urgensi menata ulang skema demokrasi kita pada umumnya dan format pemilu, perwakilan dan kepartaian pada khususnya. Sebab, jika tidak, partai-partai politik kita akan terperangkap sebagai pilar korupsi dan salah urus negara ketimbang sebagai pilar demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar