Sabtu, 29 Desember 2012

Motif Politik


Motif Politik
M Ichlas El Qudsi ;  Anggota DPR RI, Fraksi PAN
REPUBLIKA, 26 Desember 2012



Para peramal politik memperkirakan, pada 2013 akan terjadi peningkatan suhu politik, yang ditandai dengan munculnya beragam tingkah laku dan kejutan- kejutan politik. Bukan sekadar dalam debat di antara para politisi, tetapi juga kegaduhan di internal partai politik (parpol) semakin meningkat. Juga, keterlibatan atau keterkaitan sejumlah politisi dalam masalah-masalah hukum akan menyemarakkan politik di Tanah Air. Hal ini bisa dimaklumi karena pemilihan umum akan digelar pada tahun berikutnya, 2014.

Untuk melihat maksud dari beragam kegiatan politik yang akan dihelat, perlu menyibak latar belakang pelaksanaannya. Dalam politik praktis diungkapkan tujuan di balik perhelatannya adalah hal paling menarik untuk ditelisik, di samping deteksi dini terhadap kecenderungan orang atau sekelompoknya. Juga, bermanfaat bagi pengaturan strategi dan taktik politik. Inilah yang mendasari perlunya membaca motif politik.

Dalam kajian psikologi, motif dimaknai sebagai alasan seseorang (manusia)
yang mendasarinyauntuk melakukan sesuatu. Motif bukanlah sesuatu yang tampak. Sebab, itu tersembunyi. Motif dapat diketahui, di antaranya dari pengakuan seseorang terhadap alasannya melakukan suatu tindakan.

Dalam dunia politik, mendapatkan kekuasaan adalah tujuan bagi para aktor politik. Kekuasaan bukan keperkasaan dan gagah-gagahan, tapi wadah dan amanah untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Para penguasa hakikatnya adalah manajer yang mengatur dan mengeluarkan kebijakan yang berdampak baik maupun buruk bagi masyarakat. 

Hubungan antara kekuasaan dan karakter orang-orang yang ingin meraih kekuasaan bukan hanya patut dicermati, tapi juga berhubungan dengan pengetahuan tentang latar belakang seseorang yang ingin menduduki kekuasaan. 

Politik adalah media interaksi sekaligus sistem yang menggerakkan orang-orang yang ingin berkuasa dengan cara-cara yang terukur dan terarah. Partisipasi rakyat dalam politik tidak semata datang mencoblos ke TPS, tetapi dan yang lebih penting adalah pemenuhan hak dan kewajiban rakyat. 

Melek politik sama artinya menolak dan menghentikan politik uang mewabah, sekaligus selektif dalam memilih. Selain itu, melek politik sama dengan rakyat yang aktif menuntut haknya, seperti ketersediaan pendidikan bermutu, jaminan kesehatan, dan infrastruktur yang memadai. 

Motif dalam politik (pada konteks meraih kekuasaan) diukur dari pandangan seseorang tentang kekuasaan. Pendapat, argumen, dan beragam berita seseorang yang tersaji, baik melalui media cetak, online, elektronik, maupun melalui isu-isu yang beredar di media social, dapat menjadi sumber informasi untuk mengetahui motif politik seseorang. Kenyataan politik (praktis)

mengharuskan seorang aktor politik tampil di depan khalayak agar dikenal dan diketahui. Tujuannya tak lain, yaitu mendapatkan dukungan dari rakyat. 
Model demokrasi di Indonesia saat ini memberi fakta baru bahwa demokrasi telah menularkan virus narsis kepada banyak orang. Istilah narsis atau narsisme dalam berbagai literatur dijelaskan sebagai perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Fenomena narsis tersebut berbanding terbalik dengan kemunculan orang di muka publik (melalui spanduk maupun lainnya) pada waktu Orde Baru berkuasa. 

Hampir setiap sudut kita jumpai spanduk dengan beragam hajatan yang hendak dilakukan. Hal yang hampir tidak terlihat saat Orde Baru berkuasa. Tujuannya jelas, agar populer dan itu menjadi pintu masuk ke gelanggang politik. 

Opini sebagai Instrumen

Dalam kamus Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa opini adalah pendapat, pikiran, atau pendirian. Opini tidak disimpan atau disembunyikan, tapi diungkapkan sebagai jawaban atau pertanyaan terhadap suatu masalah. Opini bisa jadi sebagai alternatif dari pendapat umum yang berkembang. Opini dalam politik ditafsirkan sebagai sikap politik, yaitu pernyataan tentang pilihan politik. 

Dalam perkembangannya, opini sering dijadikan sebagai instrumen untuk membaca motif politik seseorang. Pendapat seseorang terhadap suatu masalah yang sedang berkembang di masyarakat atau pandangan seseorang terhadap suatu lembaga tertentu di pemerintahan dan kemudian ditangkap media sebagai ungkapan penting, patut diduga bahwa orang tersebut memiliki motif politik. Apalagi, jika pernyataan yang disampaikan tersebut berhubungan dengan suatu peristiwa (politik) yang melatarbelakanginya.

Untuk membaca motif politik, diperlukan panduan, dan media menyediakan diri sebagai alat ukur motif politik seseorang. Biasanya, seorang aktor politik atau seseorang yang mempunyai keinginan politik akan memberi pernyataan, baik langsung mau pun tidak, melalui media. Waktu penyampaian opini dengan situasi politik yang melingkupinya, dari situ dapat dirajut satu berita dengan lainnya dan ditemukanlah motif politik. 

Namun demikian, meskipun berita-berita media bisa menjadi alat ukur, tetap tidak mudah membaca motif politik. Sebab, terkadang motif berada di area paling dasar. Dugaan terhadap motif politik seseorang dibenarkan untuk kesimpulan sementara, tapi tidak untuk motif politik yang sesungguhnya.

Dalam politik praktis, menyamarkan sebuah kegiatan politik adalah kunci keberhasilan seorang politisi untuk menggapai posisi politik. 

Membaca motif politik sama halnya dengan membaca berita di balik berita, yaitu menerjemahkan secara cerdas dan tepat berita-berita yang dimuat media.
Berita di media umumnya telah dipilah oleh si penyampai berita (sumber berita).
Berita tidak pernah utuh diceritakan, selalu sepenggal-penggal, terutama dalam berita-berita politik. Di sinilah perlunya menafsirkan berita. 

Intinya, membaca motif politik seseorang sama dengan memberikan tafsir terhadap berita-berita di media. Motif politik umumnya diperlihatkan melalui berita-berita media. Seseorang yang ingin mendapat posisi politik tertentu akan menggunakan media sebagai wadah sosialisasi atau minimal mengetahui reaksi khalayak terhadap keinginan politiknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar