Sabtu, 29 Desember 2012

Prospek Pencegahan Korupsi Pengadaan 2013


Prospek Pencegahan Korupsi Pengadaan 2013
Richo Andi Wibowo ;  Dosen FH UGM; Peneliti di Institute of Constitutional and Administrative Law Utrecht University, Belanda
MEDIA INDONESIA, 27 Desember 2012



DALAM beberapa pekan terakhir, publik melihat dua perkembangan besar terkait dengan penanganan kasus korupsi. Penyidik KPK menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng sebagai tersangka, sedangkan jaksa menuntut Angelina ‘Angie’ Sondakh dengan hukuman 12 tahun penjara dan membayar sejumlah denda dan uang pengganti.

Jika Andi diduga penyidik terlibat dalam korupsi pengadaan pembangunan pusat olahraga Hambalang, Angie diyakini jaksa tidak hanya terlibat di kasus Hambalang, tetapi juga korupsi pengadaan fasilitas di berbagai universitas.

Dua kasus kakap itu hanyalah sebagian kecil dari banyaknya kasus korupsi di sektor pengadaan. Memang berdasarkan LHP BPK 2012, sektor pengadaan masih menjadi sektor terapuh penyumbang kerugian negara. Pertanyaan menarik yang timbul menjelang pergantian tahun ialah lalu bagaimana tantangan dan peluang pencegahan korupsi di sektor pengadaan pada 2013?

Jika kita flash back selama 2012, terlihat bahwa selain dua kasus itu, juga terdapat kasus korupsi pengadaan Alquran. Tiga kasus tersebut menunjukkan modus korupsi kakap banyak dilakukan dengan modus penggiringan anggaran oleh anggota DPR. Dengan modus itu pemenang lelang bahkan sudah di-setting sejak pembahasan anggaran di level DPR.

UU No 17/2003 dan UU No 27/2009 memang memungkinkan DPR untuk mengetahui secara detail proyek maupun aktivitas yang terjadi di kementerian/ lembaga negara. Pada kesempatan itulah oknum legislator menitipkan rekanan yang terafiliasi dengan mereka untuk menggarap proyek lembaga tersebut.

Saat menyikapi titipan tersebut, pihak kementerian yang bermental korup tentulah menyambut kesempatan korupsi tersebut dengan tangan terbuka. Pihaknya senang karena akan memperoleh bancakan korupsi.

Namun, tidak jarang pula pihak kementerian yang melihat titipan tersebut sebagai dilema. Di satu sisi mereka sadar bahwa tindakan tersebut melanggar aturan pengadaan. Namun, di sisi lain mereka takut menolak permintaan DPR demi menjaga `hubungan baik'.

Tetap Besar

Kementerian kerap menganggap hubungan mesra perlu untuk menghindari kegaduhan politik dan memastikan agar anggaran institusi mereka tidak diganggu. Pasal 15 UU No 17/2003 memang menempatkan DPR sebagai lembaga yang berwenang untuk menentukan pengesahan menentukan peng APBN.

Dengan berkaca pada elaborasi tersebut serta mencermati teori structure influences behaviour yang memandang bahwa sistem akan memengaruhi pola perilaku manusia; diyakini bahwa sepanjang struktur relasi eksekutif dan legislatif masih seperti itu, sepanjang itu pulalah korupsi pengadaan dengan modus penggiringan anggaran akan tetap lestari.

Dengan demikian, potensi korupsi dengan metode penggiringan anggaran pada 2013 tetap sama besar seperti tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, potensi korupsi di atas akan semakin membesar karena 2013 ialah tahun terakhir partai politik (parpol) dapat berkonsentrasi dalam pengumpulan dana. Pada tahun berikutnya, parpol akan lebih ‘khusyuk’ untuk menyiapkan strategi pemenangan pemilu. Mengingat parpol tidak memiliki ladang usaha, upaya pengumpulan dana tersebut bersumber dari para kader. Hal itu berpotensi mendorong para kader untuk eksesif mencari aneka sumber pendapatan, termasuk dengan cara korupsi.

Tantangan lainnya juga lahir dari sistem pengadaan itu sendiri. Pengadaan secara elektronik (e-proc) diyakini belum akan menjadi solusi preventif yang pamungkas dalam mencegah korupsi. Penyelenggara pemerintahan yang bermental korup akan menghindari implementasi sistem itu, sedangkan pejabat yang bersifat penakut akan berupaya menghambat pelaksanaan sistem e-proc secara holistik guna memastikan ‘hubungan baik’ dengan DPR tetap lestari.

Hambatan juga terlihat dari keterbatasan energi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyupervisi dan mencegah problem tersebut. Sebagaimana diketahui, KPK kekurangan SDM akibat penarikan penyidik besarbesaran oleh Polri. Problem kekurangan penyidik belum akan pulih dalam waktu dekat mengingat peraturan pemerintah tentang pengelolaan SDM KPK yang baru kurang memberikan jawaban praktis yang memuaskan untuk menyelesaikan masalah itu.

Potensi Harapan

Sekalipun elaborasi itu mem berikan gam baran yang buram, bukan berarti 2 0 1 3 tidak memiliki harapan. Kerja KPK dalam membongkar kasus korupsi sepanjang 2012 diapresiasi oleh masyarakat. KPK telah menunjukkan berani menyentuh tersangka sekalipun yang bersangkutan ialah perwira tinggi aktif Polri, menteri, ataupun legislator berposisi penting yang berasal dari partai penguasa.

Keberhasilan itu memberikan dua modal positif bagi pencegahan korupsi. Selain penyelenggara negara akan takut untuk melakukan korupsi, keberhasilan KPK juga meningkatkan optimisme masyarakat bahwa siapa pun yang salah akan diproses hukum (equality before the law). Dampak positifnya, dukungan masyarakat kepada lembaga antirasywah tersebut di 2013 diyakini akan tetap tinggi.

Selain itu, harapan di 2013 juga terletak pada menguatnya kuantitas dan kualitas pengawasan masyarakat, pers, LSM dan akademisi diyakini akan meneruskan habitus positif yang selama ini telah terbangun, yaitu sharing hasil investigasi, advokasi dan pencerahan informasi kepada publik.

Kebiasaan baik tersebut akan merawat kualitas nalar kritis masyarakat sehingga saat KPK membutuhkan dukungan, publik akan lebih mudah bersikap karena telah memiliki persepsi yang relatif sama serta memiliki fondasi pengetahuan yang cukup.
Lebih dari itu, trend social media activism masih akan berlanjut di 2013. Dampak positifnya konsolidasi dan koordinasi dalam melakukan tekanan publik akan lebih mudah dilakukan karena berbasis teknologi informasi. Tekanan publik itu diyakini akan lebih diperhatikan oleh politisi, mengingat 2013 juga dapat dianggap sebagai tahun ‘memperbaiki rapor merah', khususnya bagi para politikus yang ingin mencalonkan kembali pada Pemilu 2014.

Sekiranya respons positif politisi tersebut akan berkombinasi dengan keseriusan pemimpin negara untuk melakukan tindak lanjut, aneka potensi harapan yang disebutkan itu dapat menjadi `penawar' atas kemungkinan kelamnya korupsi sektor pengadaan yang disebutkan pada bagian awal tulisan ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar