Sabtu, 29 Desember 2012

RUU Pemda dan Inovasi Daerah


RUU Pemda dan Inovasi Daerah
Arie Ruhyanto ;  Koordinator University Network
for Governance Innovation Fisipol UGM
KOMPAS, 27 Desember 2012



Pembahasan RUU Pemda telah memasuki tahap final dan akan diselesaikan oleh DPR selambatnya hingga April 2013 (Kompas, 4/12).

Setelah disahkan, UU Pemerintahan Daerah akan menggantikan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dipandang sudah tak sesuai perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Salah satu isu utama yang mendorong munculnya desakan perubahan atas UU No 32/2004 adalah tak adanya payung hukum terhadap inovasi-inovasi yang dilakukan berbagai pemerintah daerah. Akibatnya, banyak kepala daerah yang terpaksa berurusan dengan hukum, dengan dakwaan pelanggaran administrasi.

Inovasi Pelayanan Publik

Konsep inovasi secara umum dianggap merepresentasikan langkah perubahan bagi organisasi publik. Oleh karena itu, inovasi diidentikkan sebagai sesuatu yang baru, yang menunjukkan kinerja lebih baik daripada pola- pola sebelumnya.

Di Indonesia, istilah inovasi dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan mulai mengemuka terutama sejak diberlakukannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah tahun 2001. Sejumlah daerah giat mengembangkan inovasi dalam memperbaiki tata kelola pemerintahan, pelayanan publik, dan perbaikan iklim ekonomi. Inovasi bahkan menjadi kata kunci penting dalam menakar berhasil tidaknya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.

Dalam kurun 10 tahun terakhir, banyak daerah telah menunjukkan peningkatan kinerja yang dipicu oleh praktik inovatif. Inovasi yang didasarkan pada semangat untuk membuat pelayanan publik ”lebih dekat, lebih cepat, lebih mudah, dan lebih murah” seakan jadi antitesis dari stigma yang sempat begitu lekat dalam birokrasi ”kalau bisa diperlambat, buat apa dipercepat”.

Di bidang tata kelola pemerintahan, banyak inovasi dilakukan oleh pemerintah daerah antara lain terkait dengan upaya pengembangan sistem transparansi, mekanisme penanganan aduan masyarakat, dan pengembangan forum-forum lintas pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat.

Dalam aspek pelayanan publik, banyak praktik inovasi ditemukan di sektor pendidikan dan kesehatan dengan orientasi utama meningkatkan akses dan kualitas pelayanan. Beberapa daerah seperti Takalar, Bulukumba, Probolinggo, Pasuruan, Kota Depok, Kota Banjar, Boalemo, Solok, Gianyar, Sragen, dan Kota Yogyakarta merupakan sederetan daerah yang dikenal produktif dalam menghasilkan terobosan-terobosan inovatif.

Upaya mendorong inovasi pemerintahan daerah juga dilakukan pada level nasional dengan memberikan apresiasi kepada pemda-pemda inovatif. Sejak beberapa tahun terakhir secara rutin Kementerian Dalam Negeri, misalnya, memberikan apresiasi terhadap daerah-daerah inovatif melalui ajang Innovative Government Award (IGA) dan ajang penganugerahan Citra Pelayanan Prima. Sementara Kantor Utusan Khusus Presiden menyelenggarakan MDGs Award untuk mendorong inovasi dalam rangka mendorong percepatan pencapaian target-target MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium).

Urgensi Payung Hukum

Semarak inovasi di tingkat lokal dan nasional ternyata hingga saat ini belum disertai penyediaan payung hukum yang kuat bagi para inovator di daerah. Dalam banyak hal, inovasi yang dilakukan sering berbenturan dengan kekakuan rezim administrasi yang berlaku. Tak jarang inovasi yang bertujuan memperbaiki pelayanan publik justru dipandang sebagai praktik pelanggaran administrasi yang memiliki implikasi hukum.

Kriminalisasi terhadap praktik inovasi tentu saja kontraproduktif terhadap upaya mendorong inovasi dan kreativitas pemerintah daerah dalam menemukan solusi-solusi jitu untuk mengatasi persoalan di daerahnya. Para kepala daerah akan berpikir ratusan kali untuk berani mengambil kebijakan terobosan yang tidak memiliki sandaran hukum meskipun memberikan kemaslahatan bagi rakyat.

Dalam RUU Pemda, isu inovasi mendapat perhatian serius ditunjukkan dengan adanya satu bab khusus yang mengatur inovasi daerah, khususnya Pasal 245. Adapun bunyi pasal tersebut, ”Dalam hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan pemerintahan daerah dan inovasi tersebut tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan, aparatur daerah tidak dapat diproses secara pidana sepanjang tidak untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain”.

Kita berharap disahkannya RUU Pemda yang baru ini nantinya tak hanya mencegah upaya kriminalisasi terhadap kebijakan inovatif. Lebih dari itu, dapat mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi praktik-praktik inovatif penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah. Dengan kata lain, upaya mengatur inovasi daerah tidak didasarkan pada semangat evaluasi dan penghakiman, tetapi pada semangat fasilitasi dan perlindungan pusat terhadap kreativitas daerah dalam melakukan perbaikan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar