Sabtu, 29 Desember 2012

Terang Baru Kehidupan


Terang Baru Kehidupan
Benny Susetyo ;  Rohaniwan, Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI  
SINDO, 25 Desember 2012



Merayakan Natal merupakan ungkapan penerimaan kedatangan Yesus sebagai Juru Selamat. Karena itu, merayakan Natal hendaknya menjadi awal perubahan sikap dan tindakan untuk sesuatu yang lebih baik. 

Kedatangan Yesus bagi semua orang melalui karya-Nya merupakan awal perubahan sikap menjadi lebih baik melalui pewartaannya maupun melalui perihidupnya sendiri. Kehadiran Kristus di dunia ini mengajak kita belajar mengasihi. Allah yang menyatakan kasih-Nya dalam diri Kristus memberikan pelajaran bagi kita untuk mengasihi sesama semata-mata karena kita menginginkan orang lain bahagia. Kita diajak mengasihi sesamatanpamembuatpembedaan walaupun mereka tidak berlaku seperti yang kita harapkan. Jika orang mengatakan bahwa ia mengasihi Allah, tetapi membenci saudaranya, ia jelas berdusta. Siapa yang mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya 

Semangat Hidup Baru 

Semangat hidup baru yang terkandung dalam nilai-nilai Natal seharusnya menjadi pelecut dan pembangkit nilainilai keadaban dalam kehidupan. Kehidupan yang menjunjung tinggi etika dan moralitas. Kehidupan baru yang mengutuk keras dan melawan setiap aksi ketidakadilan, membenci cinta kasih, dan antikemanusiaan. Ketidakadilan merupakan awal sekaligus puncak kemalangan sepanjang kehidupan manusia berlangsung sebab di sana terdapat nilai penghancuran dari yang satu kepada yang lain. 

Bila ketidakadilan dibiarkan merajalela, kehancuran yang sesungguhnya sudah di depan mata. Natal mengajarkan kita untuk selalu membarui kehidupan ini terus-menerus dengan nilai-nilai yang menjunjung tinggi aspek kemanusiaan, keadilan, dan kebersamaan. Manusia berada dalam kehidupan yang gelap dan kesengsaraan saat keadilan digadaikan hanya untuk kekuasaan,egoisme, dan alasan “harga diri”. 

Berbagai peristiwa ironis dalam kehidupan ini datang silih berganti. Kita merenungkan rendahnya penegakan hukum masa kini. Saat hukum berkolaborasi dengan mafia dan diintervensi oleh kekuasaan politik.Politik dan kekayaan menjadi penentu hukum dan keadilan. Begitu jelas ketika hukum secara prinsip meninggalkan tujuannya untuk memberi rasa keadilan terhadap rakyat tanpa pandang bulu. 

Hukum bak pedang,ke bawah ia sangat tajam hingga bisa mengiris apa pun, ke atas ia sangat tumpul dan tak bisa mengiris apa pun.Ia tidak bisa berbalik menghadap ke atas, ia hanya menunduk ke bawah. Hukum juga sering menganut prinsip jaring laba-laba, hanya kupu-kupu, belalang, nyamuk, dan lalat yang bisa terjaring. Sementara tikus, harimau, dan serigala tak mampu terjaring. Intinya, hukum hanya berlaku untuk rakyat miskin! 

Kita mengkhawatirkan bahwa itu semua menyangkut ada praktik kotor yang menggunakan rekayasa dan manipulasi. Semua itu preseden buruk bagi perkembangan demokrasi di negeri ini: sebuah praktik politik tanpa etika dan menghalalkan berbagai cara untuk meraih kekuasaan. Tidak ada kesepakatan di mata para politisi kita tentang akan dibawa ke mana bangsa ini karena semua merasa benar sendiri, dan tidak pernah mau menyadari bahwa di balik pendapat yang ia nyatakan sebagai benar tersebut pasti mengandung kesalahan yang bisa ditutupi oleh pendapat kelompok lain. 

Prinsip menerima kebenaran pendapat lain sudah mati, dan menjadi bangkai tertimbun oleh arogansi untuk menguasai. Ke arah manakah etika politik akan dikembangkan oleh para politisi produk reformasi ini? Dalam praktik politik keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serbaelitis daripada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. 

Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih dan dengan cara apa pun meskipun bertentangan dengan pandangan umum. Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral. Kita semua sangat prihatin ketika arah etika dalam politik menuju ke arah “jual beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang. 

Terang Baru 

Kini dalam suasana gelap dan tidak tentu arah ini kita diingatkan melalui refleksi Natal. Dalam suasana kebahagiaan Natal sekarang ini, kembali Tuhan menyapa dan mengingatkan kita dalam semangat kasih, kedamaian, kebersamaan, keadilan, dan kesahajaan. Dalam kidung Natal dan doa, kita merenungkan, betapa baiknya Tuhan dalam kehidupan ini.Ia lahir bagi manusia yang berada dalam jurang kegelapan. 

Dia telah menebus dosa manusia dan menyanggupkan kita untuk hidup bersama satu sama lain dalam damai Natal itu. Natal mengingatkan para elite politik yang semakin bertingkah tak tahu diri. Mereka berlomba-lomba pamer kekuatan. Dengan kekuasaan, mereka palsukan fakta dan mempermainkan keadilan hukum. Tanpa rasa malu,jual beli hukum semakin diramaikan. Maka itu,di negeri ini tiada hari tanpa dusta. 

Dusta yang dikemukakan dalam pelbagai silang pendapat. Itulah selama ini warna Natal kita.Warna dusta yang menjelma dalam egoisme diri; rasa ke-aku-an dengan menganggap diri paling bersih dan benar. Sikap ini membuat mereka tak pernah belajar dari sejarah. Sejarah pahit yang selama ini dialami rakyat kecil, tak pernah dijadikan cermin untuk memperbarui diri. Para elite politik telanjur menggantungkan diri sematamata kepada kekuasaan. 

Mereka telah lama meninggalkan mata hatinya. Mata hati mereka sudah silau dengan uang.Uang telah membuat elite politik mudah melacurkan dirinya.Tanpa mereka sadari sungguhsungguh, orientasi yang semata- mata kepada “uang” dan “kekuasaan” ini telah membuat bangsa ini tercabik- cabik. Tapi,dalam Natal ini kita percaya Sang Terang akan bersinar menembus relung batin yang kotor, beku, dan busuk. Sang Terang telah bersinar memperbarui pola kehidupan manusia lama yang penuh dengan kepalsuan. 

Dalam Natal, mari kita temukan kedamaian di relung hati orangorang yang memiliki kebajikan hidup. Saat kebijaksanaan dalam hidup sudah memudar dan pragmatisme kehidupan semakin menyeruak, manusia berada dalam tahapan kehidupan yang mencemaskan. Pencemaran nilai-nilai ini tanpa disadari telah mengakibatkan ketercerabutan nilainilai moral oleh kekuasaan maupun uang dan sudah nyaris melumpuhkan nilai-nilai kemanusiaan. 

Penghayatan nilai kemanusiaan luntur oleh situasi yang membolehkan manusia bersikap serakah dan mencaplok hak orang lain. Kesenjangan adalah wujud ketidakadilan yang paling nyata. Namun, bukanlah kesenjangan itu yang dipermasalahkan, melainkan mengapa kesenjangan terjadi dan bagaimana sikap untuk mengatasi kesenjangan itulah yang menjadi masalah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar