Selasa, 29 Januari 2013

Figure Publik dalam Pusara Narkoba


Figure Publik dalam Pusara Narkoba
Vivi Aulia ;  Peneliti di Freedom Institute for Social Reform (FISoR)
SINAR HARAPAN, 28 Januari 2013



Raffi Ahmad bersama teman-temannya ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) di kediaman sang host “Dahsyat” di Lebak Bulus Jakarta Selatan (27/1).
Diduga, mereka menggunakan narkoba. Berita ini pun menghiasi pemberitaan nasional. Tak ayal lagi, artis pun terus mendapatkan stigma buruk sebagai pengguna tulen narkoba. Ternyata selebritas, dengan demikian, secara terus-menerus tidak pernah lepas dari narkoba.

Apa yang menimpa Raffi Ahmad dkk sesungguhnya sudah terjadi kepada sejumlah artis lain sebelumnya (baca: realitas). Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa para selebritas tidak pernah berhenti menggunakan narkoba dengan realitas begitu banyaknya selebritas yang tertangkap akibat narkoba?

Apakah ada hubungan antara perilaku selebritas yang sangat dekat dengan dunia gemerlap alias hedonisme dengan narkoba? Apakah para artis memandang dirinya sebagai manusia-manusia yang harus menghabiskan hidupnya dengan kebahagiaan fatamorgana ketika mereka selesai dari pekerjaannya menghibur publik?

Diakui maupun tidak, selama ini sudah menjadi potret nyata secara telanjang bulat bahwa ketika ada artis, di situlah ada narkoba yang memberikan kesenangan dan kenikmatan dalam menjalani hidupnya. Tatkala ada artis, di situlah ada pelbagai keindahan hidup yang harus dilalui dengan narkoba. Seolah-olah, para selebritas kemudian mengidentikkan dirinya sebagai pengguna narkoba sebagai sesuatu hal niscaya.

Bukanlah artis ternama dan berkaliber, ketika mereka tidak terjebak dalam dunia narkoba. Bukanlah artis papan atas ketika tidak berhubungan dengan narkoba. Artis dan narkoba pun merupakan sebuah hal niscaya, tentunya. Inilah sebuah persoalan sangat mendasar ke depannya yang akan meruntuhkan masa depan bangsa.

Figur Publik

Kini apa pun yang menjadi komentar di tengah publik terkait dunia artis yang begitu hedonis, maka apa yang selama ini dipraktikkan para selebritas dan mereka kemudian diketahui publik sebagai pengguna narkoba, hal tersebut memperlihatkan secara terang benderang bahwa mereka tidak pernah mengerti sama sekali, siapakah artis itu sendiri secara ontologis.

Selain memberikan hiburan kepada publik, mereka sebenarnya juga menjadi figur publik yang semestinya menjadi (bukan memberikan) contoh kehidupan kepada para penggemarnya. Artis adalah figur publik yang tentu banyak memberikan inspirasi kepada semua.

Bagi kalangan muda di republik tercinta ini, terkadang apa yang dilakukan dalam kebiasaan hidup para artis, kalangan muda pun ikut mempraktikkannya baik dari bentuk performa, tingkah laku dan lain sebagainya.

Artis, dengan demikian, menjadi teladan yang semestinya memberikan pendidikan yang baik kepada para penggemarnya. Dalam tubuh artis, melekat semangat keteladanan yang harus diberikan kepada penggemarnya. Inilah yang belum dan tidak disadari oleh para artis. Akhirnya, mereka pun melakukan sesuatu hal yang salah.

Ancam Generasi

Diakui maupun tidak pula, narkoba yang menjadi hal biasa dalam kehidupan artis sesungguhnya menjadi sebuah masalah dalam kehidupan berbangsa. Narkoba bukan memberikan masa depan yang baik bagi bangsa, terutama bagi artis dan para penggemarnya. Narkoba merusak masa depan kalangan muda. Oleh sebab itu, persoalan penyalahgunaan narkoba sangat serius.

Peningkatan jumlah penggunanya sangat signifikan. Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional Gories Mere sebelum menandatangani kesepahaman dengan Komisi Yudisial terkait pengawasan proses persidangan tindak pidana narkotika dan prekursor di Jakarta, Rabu (31/10/2012), prevalensi penyalahgunaan narkoba dalam penelitian BNN dan Puslitkes UI serta berbagai universitas negeri terkemuka, pada 2005 terdapat 1,75 persen pengguna narkoba dari jumlah penduduk di Indonesia.

Prevalensi itu naik menjadi 1,99 persen dari jumlah penduduk pada 2008. Tiga tahun kemudian, angka sudah mencapai 2,2 persen. Pada 2012, diproyeksikan angka sudah mencapai 2,8 persen atau setara dengan 5,8 juta penduduk.

Data tersebut semakin menyesakkan dada dan ke manakah kalangan muda yang disebut generasi masa depan harus melangkah tatkala mereka sudah terjebak dalam dunia narkoba. Ini menjadi sebuah kondisi sangat ironis.

Perkuat Komitmen Negara

Negara perlu memperkuat komitmen diri dalam memberantas narkoba, bukan hanya pengedar dan bandar, namun pula para pengguna narkoba. Presiden bersama para bawahannya yang bertugas dalam pemberantasan narkoba pun jangan segan-segan memberikan vonis berat kepada pengedar dan bandar narkoba yang menghancurkan masa depan bangsa ini.

Kita mungkin masih ingat kepada putusan yang dilakukan hakim PK MA Imron Nawawi yang mengeluarkan putusan 12 tahun penjara kepada warga Nigeria Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin yang sebelumnya sudah diputus hukuman mati. MA juga membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu.

Hal yang lebih mengerikan, ternyata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan grasi kepada terdakwa narkoba dengan pertimbangan kemanusiaan, yakni dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7/G/2012 yang ditandatangani Presiden pada 25 Januari 2012, mengubah hukuman Deni salah seorang bandar narkoba menjadi hukuman seumur hidup.

Negara selanjutnya harus mengubah paradigma putusan menjadi putusan yang menimbulkan efek jera. Terkait dengan pengguna narkoba pun, negara jangan segan-segan menjatuhkan putusan hukuman yang sangat berat. Pasalnya, putusan hukuman berat yang seberat-beratnya setidaknya menjadi shock therapy kepada yang lain agar tidak main-main dengan narkoba.

Surga Narkoba

Mengapa selama ini Indonesia tercinta selalu menjadi surga bagi narkoba, karena negara memang sangat toleran dan ringan dalam memberikan hukuman kepada pelaku. Tingkat toleransi yang relatif tinggi justru dijadikan momen bagi pelaku narkoba apakah bandar, pengedar, dan pengguna narkoba untuk terus-menerus bermain dengan narkoba.

Rendahnya supremasi hukum dalam pemberantasan korupsi tentu juga menjadi titik tolak bagi potensi membiaksuburnya narkoba di republik tercinta ini. Tentu, kondisi puncaknya adalah jangan pernah banyak berharap agar negeri ini bebas dari narkoba.

Dari manakah kita harus memulai memberantas narkoba? Membangun kesadaran tentang dampak buruk narkoba bagi masa depan bangsa dan anak-anak bangsa adalah sebuah hal niscaya. Para selebritas sebagai bagian dari pembangunan bangsa pun harus terlibat aktif proaktif dalam pembangunan kesadaran tersebut, bukan kemudian ikut-ikutan menjadi penikmat narkoba.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar