Sabtu, 26 Januari 2013

Pemilu Israel 2013 : Rumah dan Nuklir


Pemilu Israel 2013 : Rumah dan Nuklir
Broto Wardoyo ;  Staf Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional, 
Universitas Indonesia
SINDO, 26 Januari 2013



Selesai sudah publik Israel memilih. Hasil pemilu menunjukkan bahwa Likud-Beytenu memenangkan pemilu dengan meraih 31 kursi Knesset. Dua partai tengah, Yesh Atid dan Avoda (Buruh) menyusul dengan 19 dan 15 kursi. 

Dua partai sayap kanan lain, Habayit Hayehudi (sekuler- kanan) dan Shas (religiuskanan) meraih masing-masing 11 kursi. Partai ultra-orthodoks Yahadut Hatorah (United Torah Judaism) meraih 7 kursi disusul oleh dua partai berhaluan kiri tengah, HaTnuah (sempalan Kadima) dan Meretz dengan 6 kursi. Ta’al, Hadash, Balad,dan Kadima melengkapi partai-partai yang akan duduk di Knesset. 

Hasil resmi sendiri baru akan diumumkan tanggal 30 Januari oleh Presiden Shimon Peres. Ada dua isu yang dengan segera muncul pascapemilu di Israel yang dimenangkan oleh partai Likud-Beytenu. Isu pertama adalah pembangunan permukiman Yahudi dan isu kedua adalah Iran. Pembangunan permukiman Yahudi sangat terkait dengan masa depan perdamaian. Persoalannya bukan terletak pada seberapa banyak permukiman tersebut akan dibangun, namun di mana permukiman tersebut akan dibangun.

Pemerintahan Netanyahu termasuk sangat aktif dalam melakukan pembangunan permukiman Yahudi. Netanyahu tidak melihat keterkaitan antara pembangunan permukiman Yahudi di wilayah yang dipersengketakan dengan perdamaian. Netanyahu dalam A Place among the Nations: Israel and the World menegaskan pandangannya mengenai perdamaian Arab-Israel yang harus didasarkan pada prinsip peace-for-peace. 

Prinsip ini berbeda dengan prinsip utama yang digunakan dalam perdamaian Arab-Israel, terutama Palestina-Israel, yang mengadopsi prinsip land-for-peace. Pandangan Netanyahu ini sejalan dengan pandangan kelompok sayap kanan dalam politik Israel, termasuk Partai Yisrael Beytenu pimpinan Avigdor Lieberman yang dalam pemilu kali ini memutuskan untuk bergabung dengan Likud. Kolaborasi kedua partai tersebut dalam pemerintahan sebelumnya menghasilkan peningkatan pertumbuhan permukimanYahudi. 

Selama periode kedua pemerintahannya, Netanyahu (pertama kali berkuasa pada tahun 1996–1999) benar-benar berusaha mewujudkan program Israel eight million. Untuk mencapai target tersebut, Netanyahu membuka keran program migrasi (aliyah) etnis Yahudi dari seluruh penjuru dunia terutama dari kawasan bekas Uni Soviet, Amerika Utara, dan Etiopia.

Kehadiran para imigran (olim) tersebut meningkatkan kebutuhan bagi pengadaan permukiman baru. Pemerintahan-pemerintahan Israel yang pro perdamaian senantiasa membatasi pembangunan permukiman Yahudi di wilayah-wilayah yang tidak disengketakan. Kawasan Israel Selatan (Negev) merupakan salah satu wilayah baru yang muncul untuk menampung kehadiran para pendatang. Netanyahu justru mengambil langkah yang berkebalikan. Netanyahu bukan saja meningkatkan intensitas pembangunan permukiman Yahudi, namun melakukan di wilayah-wilayah yang disengketakan. 

Laporan Peace Now, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak mendorong perdamaian dan berbasis di Tel Aviv dan Yerusalem, tahun 2012 menyebutkan bahwa selama empat tahun masa pemerintahannya, Netanyahu secara sistematis menggunakan kebijakan permukiman sebagai sarana untuk menjadikan solusi dua negara tidak bisa dilaksanakan. 

Laporan tersebut menyebutkan 38,2% permukiman baru dibangun di sisi timur rencana rute tembok pembatas Israel,29,5% dibangun di antara sisi timur dan tembok pembatas yang saat ini telah ada, dan sisanya dibangun di dalam batas tembok yang sekarang ada. Sebagian besar permukiman yang dibangun di sisi timur garis batas tersebut terisolasi sedemikian jauh dari blok utama permukiman Yahudi yang saat ini ada.

Keberadaan mereka tentu mengharuskan ada infrastruktur pergerakan militer Israel untuk memberikan jaminan perlindungan.Artinya, wilayah-wilayah tersebut tidak bisa dikenakan status area A (kontrol sipil dan keamanan di tangan Otoritas Palestina). Dengan kata lain, wilayah-wilayah tersebut akan berada di dalam kontrol Israel. Strategi ini memungkinkan kontrol penuh Israel atas wilayah Tepi Barat. Rumah memang hal yang esensial dalam kehidupan. Namun kehadiran permukiman Yahudi hendaknya tidak digunakan untuk meniadakan hak-hak Arab-Palestina.

Upaya sistematis pemerintahan Netanyahu ini mengingatkan kita pada kegagalan perundingan Camp David tahun 2000. Saat itu,dunia internasional mengutuk penolakan Presiden Palestina, Yasser Arafat, terhadap “tawaran historik” Perdana Menteri Israel Ehud Barak. Hingga saat ini, tawaran tersebut merupakan usulan pengembalian wilayah terluas yang pernah diberikan oleh pemerintah Israel kepada Palestina. 

Ada satu hal yang dipertimbangkan oleh Arafat pada saat tawaran tersebut diberikan, yaitu: bagaimana peta Palestina baru akan digambar. Arafat menyebut tawaran tersebut sebagai upaya menjadikan Palestina, terutama Tepi Barat,sebagai “Bantustan” baru.Tawaran Israel tersebut akan membelah Tepi Barat ke dalam tiga kantong wilayah yang dipisahkan oleh wilayah Israel. Permukiman Yahudi menjadi isu krusial yang harus ditangani dalam perdamaian Palestina-Israel. Naiknya Netanyahu ke tampuk pemerintahan bisa menjadi bencana bagi proses perdamaian jika koalisi yang dibangun adalah koalisi kanan-religius.
Isu kedua yang juga krusial karena berpotensi merusak stabilitas kawasan adalah nuklir Iran. Netanyahu merupakan salah satu pendukung utama serangan militer untuk menghentikan program nuklir Iran. Di periode kedua pemerintahannya, Netanyahu melakukan pergantian kepala Badan Intelijen Israel, Mossad, dari Meir Dagan ke Tamir Pardo. 

Salah satu alasan utamanya adalah penolakan Dagan untuk menggunakan operasi militer dalam menangani program nuklir Iran. Dagan mengeluarkan pernyataan bahwa Iran belum akan mampu mengembangkan teknologi senjata nuklir dalam waktu dekat, sehingga tidak ada kebutuhan mendesak bagi operasi militer. Untuk memuluskan pelaksanaan operasi militer, Israel bersikap aktif dalam membangun relasi dengan negara-negara yang dipandang dapat membantu pelaksanaan operasi militer. 

Salah satu negara yang menunjukkan peningkatan hubungan dengan Israel dan pada saat bersamaan mulai mengalami kerenggangan hubungan dengan Iran adalah Azerbaijan. Laporan intelijen yang dirilis oleh beberapa media Amerika Serikat menyatakan bahwa Israel menjual beberapa sistem persenjataan modern, termasuk sistem persenjataan udara dan intelijen, ke Azerbaijan. Kedekatan kedua negara terbangun salah satunya oleh keberadaan para olim dari eks Uni Soviet, termasuk dari Azerbaijan, yang menjadi loyalis Yisrael Beytenu. 

Para imigran dari eks Uni Soviet menjadi penyumbang terbesar imigrasi etnis Yahudi ke Israel. Kembalinya Netanyahu ke pemerintahan berpotensi meningkatkan tensi kawasan sebagai hasil perseteruan Israel- Iran. Kemenangan Likud-Beytenu memberikan hak bagi Netanyahu untuk membangun koalisi pemerintahan. Hasil pemilu sendiri menunjukkan bahwa koalisi kanan-religius hanya menguasai 60 kursi Knesset, atau setengah dari total kursi yang ada. 

Untuk memastikan kesinambungan pemerintahan, Netanyahu membutuhkan tambahan kursi dengan mendekati partai-partai tengah. Jika langkah ini tidak diambil oleh Netanyahu, lonceng kematian proses perdamaian dan gejolak kawasan akan nyaring terdengar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar