Rabu, 30 Januari 2013

Peningkatan Daya Saing dan Penguatan Sistem Inovasi


Peningkatan Daya Saing dan Penguatan Sistem Inovasi
Dharmawan Perekayasa Madya BPPT
MEDIA INDONESIA, 29 Januari 2013



TIDAK dapat dimungkiri lagi intensitas persaingan antarnegara yang semakin tinggi telah menjadi ciri utama dinamika perekonomian global pada abad ke-21 ini. Eksistensi sebuah negara menjadi sangat ditentukan kemampuan negara itu menciptakan basis-basis keunggulan kompetitif secara berkelanjutan. Kemampuan sumber daya manusia serta kemajuan inovasi dan teknologi pun menjadi kunci kesuksesan dalam peningkatan daya saing suatu negara.

Menurunnya rangking Indonesia pada 2011 terutama disebabkan merosotnya kinerja sebagian besar pilar daya saing. Dari berbagai pengukuran daya saing yang pernah dilakukan pada 2011, umumnya posisi Indonesia relatif tertinggal oleh beberapa negara tetangga di kawasan Asia Pasifik, yaitu WEF (GCI) rangking 46 dari 142 negara; WEF (capacity innovation) rangking 30 dari 138 negara; WEF (hightech export) rangk ing 40 dari 138 negara; UNDP (human development index) rangking 124 dari 187 negara; UNDP (technology achievement index) rangking 56 dari 67 negara; dan World Bank (doing business) rangking 126 dari 183 negara.

Dari 12 pilar daya saing yang dijadikan ukuran World Economic Forum (WEF), Indonesia mengalami penurunan pada delapan pilar, yakni pilar institusi (dari urutan ke-61 pada 2010 menjadi rangking ke-71 pada 2011), pilar kesehatan dan pendidikan dasar (dari 62 ke 64), pilar pendidikan tinggi dan pelatihan (dari 66 ke 69), pilar efisiensi pasar barang (dari 49 ke 67), pilar efisiensi pasar tenaga kerja (dari 84 ke 94), pilar kecanggihan pasar keuangan (dari 62 ke 69), pilar kesiapan teknologi (dari 91 ke 94), dan pilar kecanggihan bisnis (dari 37 ke 45). Sementara itu, dua pilar menggoreskan peningkatan posisi, yaitu pilar infrastruktur dari 82 ke 76 dan pilar stabilitas ekonomi makro dari 35 ke 23. Dua pilar lainnya tidak mengalami perubahan rangking, dengan pilar ukuran pasar masih berada pada urutan ke-15 dan pilar inovasi tetap pada posisi ke-36.

Dengan posisi seperti itu, World Economic Forum memasukkan Indonesia ke kategori eciency-driven economy bersama 28 negara lainnya, di antaranya China, Malaysia, dan Thailand. Jika dibandingkan dengan 2008, Indonesia telah mengalami transformasi tahapan pembangunan dari semula factor-driven economy menjadi economy in transition from factor-driven economy to e ciency-driven economy pada 2009 dan 2010. Selanjutnya pada 2011, tahapan pembangunan Indonesia 
bertransformasi lagi menjadi eciency-driven economy.

Dengan memperhatikan kecenderungan transformasi tersebut, peluang untuk mencapai tahapan innovation-driven economy dalam beberapa tahun ke depan masih sangat terbuka, sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan kemudian dipertegas melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Pada 2025 tahapan pembangunan Indonesia direncanakan sudah berada pada kategori innovation-driven economy. Untuk mencapai tahapan innovation-driven economy, Indonesia harus terus memperkuat pilar kecanggihan bisnis dan pilar inovasi. Dengan lain perkataan, Indonesia membutuhkan kebijakan peningkatan daya saing nasional melalui penguatan sistem inovasi.

Sistem Inovasi

Untuk meningkatkan kembali daya saing Indonesia di ranah internasional, kebijakan penguatan sistem inovasi dapat menjadi jawabannya. Sistem inovasi pada dasarnya merupakan sistem (suatu kesatuan) yang terdiri dari sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan, kemitraan, hubungan interaksi, dan proses produktif yang memengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan praktik baik/terbaik) serta proses pembelajaran.

Sistem inovasi sebenarnya mencakup basis ilmu pengetahuan dan teknologi, basis produksi, dan pemanfaatan dan difusinya dalam masyarakat serta proses pembelajaran yang berkembang.

Kebijakan penguatan sistem inovasi merupakan wahana utama untuk meningkatkan daya saing dan kohesi sosial dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, maju mandiri, dan beradab berbasis innovation-driven economy sebagaimana diamanatkan dalam RPJPN 2005-2025. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, maju mandiri, dan beradab berbasis innovation-driven economy pada 2025, ada enam agenda penguatan sistem inovasi.

Pertama, mengembangkan kerangka umum yang kondusif bagi inovasi dan bisnis. Agenda itu pada intinya berkaitan dengan tujuan menciptakan iklim pada tataran nasional ataupun daerah yang kondusif, khusus nya bagi bisnis, dan perkembangan sistem inovasi pada umumnya.

Kedua, memperkuat kelembagaan dan daya dukung iptek/ litbang serta mengembangkan kemampuan absorpsi industri khususnya UKM.

Ketiga, menumbuhkembangkan kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi, praktik baik/terbaik dan/atau hasil litbang. Tujuan utamanya ialah mendorong interaksi produktif multipihak yang saling menguntungkan bagi perkembangan inovasi dan difusinya, penyebarluasan praktik baik dan hasil-hasil litbang yang sesuai dengan potensi terbaik nasional/daerah. Dampak inovasi atau pengetahuan/ teknologi secara signifikan atas kemajuan ekonomi suatu daerah, misalnya, sebenarnya akan ditentukan seberapa cepat dan luas difusinya dapat didorong di daerah yang bersangkutan.

Keempat, mendorong budaya inovasi. Tujuan agenda itu ialah membangun landasan budaya kreatif-inovatif dan kewirausahaan, menumbuhkembangkan perusahaan-perusahaan baru (pemula) yang inovatif, serta memperkuat kohesi sosial.

Kelima, menumbuhkembangkan dan memperkuat keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan klaster industri daerah dan nasional. Tujuan utamanya ialah mendorong investasi dan aktivitas dalam sistem inovasi sejalan, saling melengkapi dan memperkuat dengan penguatan rantai nilai dalam jaringan ataupun klaster industri di Indonesia.

Keenam, penyelarasan dengan perkembangan global. Tujuan utama upaya tersebut ialah meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesiapan penentu kebijakan ataupun para pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah agar semakin dapat memahami dan menguasai perkembangan global untuk dimanfaatkan bagi kepentingan nasional dan daerah.

Kemampuan nasional dan daerah untuk menghadapi dinamika perkembangan global akan semakin menentukan posisi negara dan daerah yang bersangkutan secara nasional dan di arena pergaulan internasional.

Keenam agenda pokok tersebut dipandang sangat strategis dalam upaya mempersiapkan masyarakat memasuki era ekonomi pengetahuan (knowledge economy) dan masyarakat pengetahuan (knowledge society). Untuk membangun masyarakat yang maju dan mandiri dalam tatanan global di era ekonomi dan masyarakat berbasis pengetahuan, pengembangan kualitas SDM, sistem inovasi yang kuat, sistem informasi dan komunikasi yang efektif dan efisien, serta dukungan rezim kebijakan yang tepat merupakan pilar yang amat dibutuhkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar