Kamis, 31 Januari 2013

Srikandi Senayan Turun Gunung


Srikandi Senayan Turun Gunung
Karyudi Sutajah Putra ;  Tenaga Ahli DPR
SUARA MERDEKA, 30 Januari 2013



"Nining Indra Saleh dan Siti Nurbaya Bakar barangkali juga berharap durian runtuh dari Partai Nasdem"

ADAKAH yang genting dengan perpolitikan negeri ini sehingga dua Srikandi Senayan turun gunung? Mereka adalah Sekjen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nining Indra Saleh dan Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Siti Nurbaya Bakar. Keduanya sama-sama PNS eselon 1. Keduanya juga bergabung dengan partai politik yang sama: Nasdem.

Nining lebih dulu menyampaikan niat mengundurkan diri dari jabatan Sekjen DPR. Ia mengklaim mendapat dukungan dari semua pimpinan DPR untuk menjadi calon anggota legislatif. Tapi ia masih malu-malu menyebutkan nama parpol yang hendak dimasuki. Belakangan diketahui parpol itu, setelah dia bersama Siti Nurbaya menghadiri kongres Partai Nasdem di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat (25/1). Nining berdalih visi dan misi Nasdem sesuai dengan keinginannya.

Sebaliknya, Siti Nurbaya tidak malu-malu menyatakan ingin bergabung dengan Nasdem.  Ia telah menyurati Ketua DPD Irman Gusman. Merujuk Pasal 3 PP Nomor 37 Tahun 2004 yang melarang PNS menjadi anggota dan/ atau pengurus parpol, Nurbaya menyatakan memilih mengundurkan diri.

Ibarat pendekar yang lama bertapa, Nining dan Nurbaya terjun ke medan perang untuk menjajal kesaktian. Adakah yang genting dengan Nasdem yang baru saja ditinggalkan Hary Tanoesoedibjo sehingga panas adem, lalu dua Srikandi itu harus turun gunung? Kita tidak tahu pasti. Yang kita tahu, keduanya bakal nyaleg pada Pemilu 2014, dan itu wajar karena muara berpolitik adalah kekuasaan, baik di legislatif maupun eksekutif. Bahkan bila Nasdem menang, siapa tahu keduanya bisa menjadi menteri, berbekal pengalaman dalam birokrasi.

Kecenderungan Korup

Akankah keduanya memberi warna bagi Nasdem sehingga bisa dicontoh parpol lain dalam menciptakan birokrasi parpol yang bersih dan efisien? Nanti dulu! Semasa menjadi Sekjen DPR, Nining banyak diliputi kontroversi dalam penggunaan anggaran, termasuk renovasi ruang Badan Anggaran (Banggar) yang mencapai Rp 20 miliar.
Nurbaya pun tidak begitu kinclong prestasinya semasa menjabat Sekjen DPD dan Sekjen Kemen-dagri. Ketika di DPD, sedikit banyak ia terlibat dalam usulan pembangunan kantor perwakilan DPD di tiap provinsi yang beranggaran miliaran rupiah, namun publik menolak. Apalagi, visi dan misi Nurbaya tentang kerakyatan relatif belum begitu dalam.  

"Apa yang saya suka dari partai ini adalah landasannya. Secara teori, kekuasaan itu memengaruhi pilihan rakyat. Bagaimana cara memengaruhi rakyat, adalah dengan menghiburnya. Cara menghibur adalah dengan kesenian dan uang," kata Nurbaya (detik.com, 26/01/13). Uang? Jadi, apa yang dapat disumbangkan dua Srikandi itu bagi perpolitikan kita, selain tendensi kekuasaan, meskipun itu sah-sah saja?

Di sisi lain, kursi DPR ternyata masih cukup menggiurkan. Maklum, selain menerima gaji, anggota DPR juga mendapat tunjangan ini itu yang lumayan besar. Maka jangankan buat ’’pengangguran’’, bagi birokrat di puncak kekuasaan semacam Nining dan Nurbaya pun, kursi DPR cukup menggiurkan. Padahal, hampir tiada hari tanpa hujatan kepada anggota DPR, dan Nining ataupun Nurbaya paham hal itu karena tiap hari berkantor di Senayan.

Akankah beralihnya para birokrat ke jalur politik mampu memperbaiki karut-marut dunia politik yang kadang tanpa moral dan etika, hanya ada semangat Machiavellian dan homo homini lupus? Nanti dulu! Kita perlu berkaca dari Andi Alifian Mallarangeng. Semasa menjadi pengamat, juga PNS, ia dikenal cukup kritis. Tapi giliran mendapat kue kekuasaan, belum genap tiga tahun menjabat Menpora, Andi sudah tersandung kasus korupsi. 

Masuk akal bila kemudian ada yang sinis bahwa kritisnya sikap para pengamat karena mereka belum mendapat kesempatan masuk di dalam lingkaran kekuasaan. Begitu masuk, sami mawon. Mereka mempraktikkan apa yang oleh Lord Acton disebut power tends to corrupt, kekuasaan itu cenderung korup.
Nining dan Nurbaya barangkali juga berharap durian runtuh dari Nasdem. Partai besutan Surya Paloh ini adalah satu-satunya parpol baru yang lolos verifikasi faktual KPU sebagai peserta Pemilu 2014. 

Nasdem juga mendapat nomor urut 1. Nasdem juga menyediakan anggaran Rp 5 miliar bagi tiap daerah pemilihan (dapil). Maka masuk akal bila kemudian bukan hanya Nining dan Nurbaya yang masuk Nasdem, melainkan juga politikus senior Golkar Enggartiasto Lukito dan pengacara kondang OC Kaligis, justru pada saat yang lain eksodus. Akankah Nasdem beruntung pada Pemilu 2014? Kita tunggu tanggal mainnya. Yang jelas, dua Srikandi Senayan sudah turun gunung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar