Rabu, 27 Februari 2013

Halaman Berikut : “Tiji Tibeh”


Halaman Berikut : “Tiji Tibeh”
Sumaryoto Anggota DPR, Fraksi PDI Perjuangan
SUARA MERDEKA, 27 Februari 2013


HANYA ada satu kata: lawan! Itulah yang barangkali berkecamuk dalam benak Anas Urbaningrum ketika memutuskan berhenti dari jabatan Ketua Umum DPP Partai Demokrat (PD) pada Sabtu (23/2), sehari setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan sebagai tersangka korupsi proyek Hambalang. Ini baru permulaan, kata Anas, dan ia akan membuka lembaran berikutnya.

Ada dua sasaran perlawanan Anas, yaitu KPK dan Partai Demokrat. Dia yakin tidak terlibat kasus Hambalang. Untuk melawan komisi antikorupsi itu, ia menyiapkan tim pengacara tangguh. Anas merasa dijatuhkan elite partai, termasuk oleh Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelum KPK menetapkannya sebagai tersangka.

Untuk membalas perlakuan itu, ia akan membuka lembaran-lembaran berikutnya. Lembaran apakah itu? Bisa jadi lembar yang memuat dugaan korupsi dan kecurangan lain yang melibatkan elite partainya, termasuk mengaitkan dengan kasus lain.

Anas tak mau jatuh seorang diri, ia bertekad menyeret elite lain. Bahkan mungkin mengeluarkan jurus pamungkas: tiji tibeh, mati siji mati kabeh, mati satu mati semua. Maka ia pun menabuh genderang perang.

Mungkin ia akan mengikuti jejak M Nazaruddin yang begitu ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi proyek wisma atlet SEA Games XXVI di Palembang langsung menyeret sejumlah nama, termasuk Angelina Sondakh.

Mantan Bendahara Umum PD itu juga menyeret Andi Alifian Mallarangeng, saat itu Menpora, kemudian Anas dalam kasus Hambalang. Dalam konteks ini, kita mendorong Anas untuk buka-bukaan. Bahkan bila perlu, kalau berani menyebut siapa saja di partainya atau pihak lain yang terlibat kasus Hambalang atau kasus lain, mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu bisa diposisikan sebagai whistle blower dan justice collaborator dengan kompensasi keringanan sanksi hukum.

Meraih Simpati

Anas bisa jadi membuka dugaan kecurangan dalam Pemilu dan Pilpres 2009 semasa ia menjadi komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bila benar ada kecurangan dan kemudian kecurangan itu dia bongkar maka tiji tibeh bisa mewujud. Kita berkeyakinan Anas memegang kartu as, atau bahkan kartu truf menyangkut elite partainya.

Anas tidak akan main-main. Tak biasa-nya ia menggunakan kalimat sevulgar itu. Ketika merasa dizalimi oleh beberapa elite partainya pun, ia tak pernah melakukan perlawanan secara terbuka. Ia hanya memasang status di Blackberry berupa idiom atau sanepa sebagai bentuk perlawanan, semisal ’’aja kagetan’’, ’’ajak gumunan’’, ’’ aja dumeh’’, dan ’’politik para Sengkuni’’. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar