Selasa, 26 Februari 2013

Menyoal Capaian MDGs Indonesia


Menyoal Capaian MDGs Indonesia
Yuli Afriyandi Mahasiswa Pascasarjana UII Yogyakarta,
Aktif di Lembaga Swadaya Pengembangan Masyarakat PINBUK DIY
SUARA KARYA, 25 Februari 2013


Tentu kita masih ingat momentum saat pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden RI, beberapa tahun silam. Dalam sambutannya, Presiden SBY menegaskan bahwa Indonesia akan berada di garis depan dalam upaya mewujudkan tatanan dunia yang lebih baik dan sebagai pelopor dalam mewujudkan Millennium Development Goals (MDGs).

Namun, rasanya keinginan tersebut hingga kini belum berbuah manis. Apalagi, di masa-masa penghujung pemerintahan beliau, konsentrasi para pejabat pemerintah banyak dialihkan kepada agenda persiapan dan pemenangan Pemilu 2014 mendatang.
Memang, pemerintah setiap kali mengeluarkan laporan hasil capaian MDGs selalu memberikan klaim bahwa upaya pembangunan milenium berada pada jalur yang sudah benar (on the track) seperti dalam laporan pencapaian MDGs tahun 2004, 2007, 2009 dan 2010.

Adapun delapan program yang dinilai sukses tersebut, antara lain pemberantasan kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar yang merata dan universal, memajukan kesetaraan gender, mengurangi tingkat moralitas anak, memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil, memerangi HIV-AIDS, malaria dan penyakit lain, menjamin kelestarian lingkungan, dan menjalin kerja sama global bagi kesejahteraan.

Mari Bicara Fakta

Banyak kalangan menilai bahwa pencapaian pelaksanaan MDGs di Indonesia yang telah lebih dari satu dekade ini masih buruk. Dan, ini tentu saja sangat kontras apalagi jika kita melihat mengenai alokasi dana untuk pencapaian berbagai sasaran MDGs ini yang dilaporkan terus meningkat setiap tahunnya.

Seperti beberapa catatan temuan lapangan yang dilaporkan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), yang dirangkum dalam sebuah buku berjudul Mari Bicara Fakta, Catatan Masyarakat Sipil atas Satu Dekade Pelaksanaan MDGs di Indonesia Tahun 2012, mengungkapkan fakta terkait hasil buruk beberapa program MDGs ini.

Seperti, misalnya, dari delapan tujuan MDGs tersebut, aspek kemiskinan masih belum menunjukkan pencapaian yang berarti. Masih tingginya angka kemiskinan menjadi pembicaraan hangat. Lihat saja, data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin per September 2012 masih mencapai angka 28,59 juta orang (11,66 persen).

Selain persoalan kemiskinan, angka partisipasi murni (APM) yang menjadi parameter dalam pemerataan pendidikan masih tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dari data tahun 2008, APM SD/MI tercatat 93,99 persen. Sementara itu APM SMP/MTS mencapai 67.39 persen dan untuk APM SMA/SMK/MA tercatat 44.97 persen.
Untuk data terakhir di tahun 2011, APM SD/MI mengalami penurunan hingga hanya tercatat 91.03 persen. Dan, APM SMP/MTS mencapai 68.12 persen. Untuk APM SMA/SMK/MA tercatat 47.97 persen. Dari data ini tentu mempengaruhi indek pembangunan manusia (IPM) yang dalam kenyataannya terus anjlok. Data pada tahun 2006 dan 2007 menunjukkan IPM Indonesia mencapai 0,729 dan 0,734. Namun, mulai tahun 2009 menurun hingga 0,593. Dan, pada tahun 2010 menjadi 0,613 serta 0,617 pada 2011. Peringkat Indonesia pun ikut 'anjlok' dari peringkat ke-108 menjadi ke-124 pada 2010.

Dalam bidang kesehatan, penurunan tingkat kematian ibu melahirkan juga masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Dari data Kementerian Kesehatan, sejak 2007 hingga saat ini angka kematian ibu (AKI) masih mencapai 228 orang per 100 ribu penduduk. Bahkan, jika dibandingkan dengan AKI di wilayah ASEAN lainnya, angka AKI di Indonesia 3-6 kali lebih besar dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara itu. (Sumber tribunnews.com) Inilah pekerjaan rumah (PR) yang masih belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah.

Persoalan lainnya, yakni dalam aspek kelestarian lingkungan. Pada aspek ini, program yang dicanangkan adalah pencapaian target penyediaan air bersih. Dicanangkan pada 2015 nanti, minimal 68,87 persen penduduk Indonesia harus memiliki akses air minum yang layak dan 72,5 persen penduduk harus memperoleh layanan sanitasi yang memadai. Namun, kita cukup merasa sangsi melihat keadaan sekarang yang hanya 47,71 persen penduduk dapat mengakses air bersih, dan 45 persen memperoleh akses sanitasi memadai.

Dari beberapa persoalan di atas, penulis merasa pesimis terhadap pencapaian MDGs Indonesia di 2015. Melihat di tahun 2013 sekarang ini, konsentrasi pemerintah mulai terbagi dengan adanya Pemilu 2014 nanti. Jika dihitung mundur, umur koalisi pemerintahan SBY hanya menyisakan kurang lebih 22 bulan lagi. Apakah ini efektif untuk melaksanakan program-program untuk memaksimalkan pencapaian MDGs?
Selain itu, panasnya persaingan antarpartai politik sudah mulai menyeruak di permukaan. Ada indikasi partai politik melalui wakil-wakilnya di pemerintahan mulai mencari modal untuk bekal menghadapi pemilu di tahun 2014. Tentu saja hal ini jelas dapat mengganggu kinerja mereka di pemerintahan.

Inilah yang menjadi kekhawatiran kita bersama. Semua pihak, khususnya pemerintah harus menyadari bahwasanya tujuan MDGs adalah wajib kita optimalkan pencapainnya. Pemerintah seyogianya mengedepankan kepentingan masyarakat ketimbang kepentingan golongan atau partai politik. Baik buruknya hasil pencapaian MDGs tentu akan berpengaruh bagi citra bangsa ini di mata Internasional, dan juga yang tidak kalah penting adalah demi terpenuhinya hak-hak seluruh masyarakat Indonesia. Semoga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar