Selasa, 26 Februari 2013

Setelah Anas Tersangka


Setelah Anas Tersangka
Jamal Wiwoho  Dosen Program Doktor Ilmu Hukum dan Pembantu Rektor II Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
MEDIA INDONESIA, 25 Februari 2013


JURU bicara Komisi PemPem berantasan Korupsi (KPK) Johan Budi dalam konpers pada Jumat (22/2) memberikan jawaban atas banyaknya pertanyaan seputar nasib Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (AU) pada kasus Hambalang. Dapat dicermati adanya 3 hal yang penting dari KPK, yakni pertama bahwa Anas mulai tanggal 22 Februari 2013 dicegah bepergian keluar negeri untuk jangka waktu 6 bulan ke depan. Secara normatif memang pengajuan pencegahan untuk bepergian keluar negeri ini dimaksudkan agar setiap saat dipanggil untuk keperluan penyidikan dapat dilakukan dengan cepat tanpa menunggu waktu lama, serta untuk mencegah larinya seseorang yang sedang menghadapi masalah hukum.

Kedua, bahwa KPK telah meningkatkan tahapan dari penyelidikan ke penyidikan dengan mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Dengan terlebih dahulu dibubuhkannya paraf oleh kelima pemimpin KPK ( Abraham M Samad, Adnan Pandu, Busyro Muqoddas, Zulkarnain, dan Bambang Widjojanto), dengan menetapkan Anas sebagai tersangka yang diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b dan Pasal 11 UU No 31/1999 juncto UU No 20/ 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan pasal 12 huruf a menyatakan bahwa pegawai negeri atau pejabat negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Sementara itu, Pasal 12 huruf b menyatakan bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah. Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Pasal 11 dalam UU tersebut dinyatakan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.

Dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Melihat konstruksi dan rumusan Pasal 12 huruf a dan huruf b serta Pasal 11 dalam UU Pemberantasan Tipikor tersebut, mudah ditebak kiranya hadiah atau janji yang diterima Anas Urbaningrum sewaktu menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014, karena setelah menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, Anas mengundurkan diri sebagai anggota DPR. 

Selain itu, dugaan pasal 12 dan pasal 11 tersebut menguatkan dugaan bahwa adanya pemberian uang untuk keperluan pemenangan perebutan jabatan ketua umum pada kongres di Bandung tahun 2010, dan pemberian mobil Toyota Harrier oleh rekanan.
Penandatanganan sprindik oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto seolah menguatkan apa yang telah disampaikan Wakil Ketua KPK itu pada waktu menetapkan Deddy Kusdinar sebagai tersangka yang merupakan anak tangga pertama dalam kasus Hambalang, dan dilanjutkan dengan penetapan Andi Alifian Mallarangeng (AAM) sebagai tersangka (6/12/2012).

Ketiga, dengan ditetapkan Anas sebagai tersangka juga menampik anggapan bahwa penetapan ini berhubungan dengan tarik ulur kepentingan politik. Pendapat yang demikian tidaklah salah jika dilihat selama satu setengah bulan terakhir ini suasana politik nasional sangat didominasi dengan ketidakpastian soal keterkaitan pria kelahiran 15 Juli 1969 itu dalam kasus Hambalang. Apalagi, setelah bocor atau beredarnya sprindik ke publik yang menyatakan 3 dari 5 pimpinan KPK telah menandatangani surat penetapan Anas sebagai tersangka. Dengan penetapan ini seolah-olah telah mengubur beredarnya bocoran sprindik yang dilakukan oleh orangorang yang tidak bertanggung jawab.

Pascatersangka Anas

Dengan penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka, ada sejumlah permasalahan yang menghadang di depannya.

Pertama, dalam perspektif hukum penetapan ini diharapkan dapat menguak tabir dalam proses pengadilan nantinya. Akan diketahui bagaimana peran Ketua Umum PD itu dalam kasus megaproyek Hambalang.

Kedua, dalam kaitan dengan kepartaian, Anas telah menandatangani pakta integritas. Yang salah satu isinya mau mengundurkan diri dari partai manakala berkaitan dengan masalah hukum dan ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa dalam kasuskasus korupsi dan suap atau pemberian imbalan, baik uang maupun barang. Dengan demikian, mempertimbangkan pakta integritas yang telah ditandatangani oleh Anas Urbaningrum dan kode etik Partai Demokrat yang telah disahkan tanggal 24 Juli 2011 itu, jabatan Ketua Umum Partai Demokrat berakhir. Tentunya akan segera digantikan guna membangun kembali Demokrat dari tsunami politik partai pemenang Pemilu 2009 tersebut.

Ketiga adalah ungkapan dari Anas yang menyatakan bahwa `Gantung Anas jika Anas terbukti menerima satu sen pun dari Hambalang'. Pernyataan Anas dengan agak bercanda dan tanpa ada perasaan bersalah sedikit pun itu dapat menjadi bumerang bagi Anas sendiri. Berulang-ulangnya pernyataan tersebut disampaikan oleh media elektronik seolah-olah mengingatkan pentingnya Anas untuk merealisasikannya. Keempat, setelah penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka, apakah merupakan obat pamungkas bagi PD dari anggotanya yang tersandung perkara-perkara korupsi. Apakah penetapan ini akan menurunkan elektabilitas partai atau justru dengan penataan kembali kepengurusan partai tanpa Anas dapat meningkatkan elektabilitas Demokrat untuk memenangi Pemilu 2014.

Memang melihat sepintas dari hasil berbagai lembaga survei, semuanya menunjukkan tingkat elektabilitas Partai Demokrat selalu turun. Hingga menurut survei terakhir yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), tingkat elektabilitas Partai Demokrat tinggal 8%. Menjadi pertanyaan besar kini apakah yang menjadi penyebab turunnya elektabilitas partai yang pada Pemilu 2004 mendapatkan 7 7,45% 45% dan me meningkat menjadi 20,85 pada Pemilu 2009.

Menurut penulis, faktornya adalah banyak pengurus teras dan kader yang tersangkut perkara-perkara korupsi, yakni Nazaruddin yang telah divonis 4 tahun 10 bulan; Angelina Sondakh yang telah divonis 4 tahun 6 bulan, serta penetapan tersangka kepada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, juga peran sang Ketua Umum Anas Urbaningrum yang diduga tersangkut dalam perkara korupsi Hambalang.

Banyaknya pengurus teras yang nyata-nyata telah melakukan perbuatan yang melukai perasaan masyarakat sehingga menyengsarakan dan menjadikan jutaan masyarakat miskin. Di samping itu, kekurangkompakan para petinggi Demokrat jika menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi. Hal yang tidak kalah penting adalah sering kalinya Partai Demokrat menjadi bulan-bulanan media massa jika ada permasalahan krusial dalam pemerintahan serta tidak cukupnya amunisi media propemerintah yang digunakan untuk meng-counter-nya.

Pascamundurnya Anas

Sehari pascapenetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka oleh KPK, mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu menggelar konferensi pers (23/2) di Kantor DPP Partai Demokrat. Jika diperhatikan dengan saksama, paling sedikit ada 5 poin penting yang dapat diuraikan. Pertama, Anas menyatakan diri berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Pernyataan pengunduran diri merupakan realisasi dari penandatanganan pakta integritas yang ditandatangani oleh semua pengurus partai Demokrat baru-baru ini.

Dalam perspektif perbaikan etika politik nasional tindakan Anas ini merupakan langkah gentleman dan susulan yang sebelumnya dilakukan oleh Andi Alifian Mallarangeng yang juga telah mengundurkan diri dari jabatan Sekretaris Dewan Pembina dan Menteri Pemuda dan Olahraga sehari setelah dinyatakan sebagai tersangka. Langkah mundurnya Anas ini sangat bisa dipahami mengingat hampir tidak mungkin bisa menjalankan tugas sehari-hari untuk menggerakkan roda partai. Karena dalam fase sebagai tersangka memikirkan diri sendiri saja sudah sulit dan begitu berat sehingga ia harus meminta bantuan para ahli hukum (lawyer) untuk mendampinginya.

Kedua, Anas menyatakan bahwa sebagai ketua umum yang terpilih sebagai pemenang dalam kongres di Bandung tahun 2010 sebenarnya ia merupakan bayi yang lahirnya tidak diharapkan. Pernyataan kedua ini agaknya Anas ingin mengungkapkan misteri di balik kongres tersebut. Publik belum lupa bahwa pada kongres tersebut Anas menang melalui dua putaran. Di mana pada putaran pertama mengungguli Andi Alifian Mallarangeng dan Marzuki Alie. Pada putaran kedua, Anas menang tipis dari Marzuki Alie. Apakah bayi lahir yang dikehendaki dalam kongres itu Andi Mallarangeng ataukah Marzuki Alie yang sampai saat ini masih menjabat Ketua DPR? Lalu, siapakah `orangtua atau bapak' yang tidak menginginkan kelahirannya? Sebelum Anas menjelaskan ke publik, hanya Anas-lah yang tahu 4 makna dan arti `bayi yang lahir tidak diharapkan' itu.

Ketiga, bahwa dengan berhentinya dia sebagai Ketua h Umum PD, itu bukan merupakan akhir atau tamatnya Anas. Akan tetapi, merupakan babak baru, jilid baru, dan halaman pertama dari sebuah buku yang halaman-halaman berikutnya akan dapat dibaca seiring dengan perjalanan waktu. Statement Anas yang ketiga ini bisa dimaknai bahwa setelah berhentinya Anas karena ditetapkan sebagai tersangka itu kemungkinan besar akan ada episode-episode baru kasus dugaan korup kasus dugaan korup si Hambalang, dan dalam dinamika politik internal Partai Demokrat atau bahkan politik nasional. Hal ini bisa disadari karena besarnya pengaruh Partai Demokrat di dalam dinamika perpolitikan nasional.

Keempat, statement Anas yang bersayap manakala ia menyatakan Partai Demokrat merupakan partai yang jujur, bersih, beretika, bertanggung jawab, dan ramah. Pernyataan ini tentunya akan diuji seiring dengan makin kompleksnya permasalahan dalam Partai Demokrat. Kelima, cukup mengagetkan kiranya ungkapan Anas yang menyatakan bahwa ia baru tahu saat ketua dewan pembina menyatakan bahwa ketua umum diminta untuk berkon lam menghadap permasalahan hukum yang melilitnya. Rasanya aneh kalau hal itu baru diketahui dan tidak diketahui sebelumnya oleh Anas.

Andaikan hal ini benar, situasi selama ini menunjukkan tidak adanya proses komunikasi yang sehat antara ketua umum dan ketua dewan pembina. Situasi seperti ini juga dikuatkan dalam pernyataan mundurnya Anas di Kantor DPP tanpa didampingi oleh Edy Baskoro Yudhoyono, sang sekretaris jenderal partai. Dengan dinyatakannya sebagai tersangka dan diikuti mundurnya Anas sebagai ketua umum, `partai pemerintah' sekarang ini apakah akan mampu menjadi partai yang jujur, beretika, bertanggung jawab dan ber sih serta ramah sehingga dapat menaikkan elekta bilitas Partai Demokrat pascamundurnya Anas itu atau justru makin menurun.

Hanya waktulah yang akan mengurai dan menjawab serta mempertontonkan nya kepada khalayak. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar