Rabu, 27 Maret 2013

Kepatuhan Sang Guru


Kepatuhan Sang Guru
Arifah Suryaningsih  ;  Guru SMK N 2 Sewon DIY, Sedang menempuh pendidikan pada Manajemen, Kepengawasan Pendidikan di MM UGM
KORAN SINDO, 27 Maret 2013

  
Persoalan penyaluran dana sertifikasi guru di berbagai daerah terus saja menjadi bahan pergunjingan baik media nasional maupun media lokal. 

Setelah ditemukannya dana Tunjangan Profesi guru (TPG) 2012 sebesar Rp10 triliun belum disalurkan oleh pemerintah daerah. Padahal uang itu telah ditransfer 1 Juli 2012 lalu oleh pemerintah pusat. Akibatnya, ratusan ribu guru bersertifikat yang seharusnya berhak menerima TPG sebesar satu bulan gaji itu tidak menerimanya secara utuh. Termasuk juga di Kabupaten Bantul DIY, ada 5.300 guru bersertifikasi yang hanya menerima dana TPG sebesar 11 bulan saja (KORAN SINDO, 13/03/2013). 

Sementara sisanya belum ada kejelasan. Itulah nasib guru di negeri ini. Ironisme berkepanjangan terus saja menderanya. Perjuangannya demi mendapatkan hak-hak akan profesi mulianya belumlah usai. Namun demikian, guru adalah sosok yang penuh dengan kepatuhan. Segala macam kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah mengenainya tidak ada satupun yang ditolak. 

Cerita kepatuhan guru dimulai saja dari perjuangan mereka ketika akan mendapatkan sertifikat guru profesional. Berbagai upaya telah guru lewati, termasuk perjuangan mereka ketika harus bersekolah kembali disela-sela ketugasannya mengajar demi pemenuhan syarat jenjang pendidikan strata-1 (S-I), pengumpulan dokumen dan bukti fisik untuk melengkapi portofolionya sebagai dasar penilaian kelayakan frofesionalitas nya, ataupun dengan mengikuti diklat PLPG dengan berbagai macam pola. 

Semua itu tentu saja membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Namun, mereka tidak patah semangat dalam mengikutinya. Selanjutnya, kewajiban mengajar minimal 24 jam sudah juga guru lakoni. Bahkan ketika guru harus rela mengajar di berbagai sekolah dengan jarak yang berjauhan, atau mengajar pada jenjang yang berbeda (guru SMA mengajar SD). Guru harus pontang panting ke sanakemari untuk pemenuhan syarat mendapatkan tunjangan profesinya tersebut. 

Selanjutnya, guru berupaya keras menunjukkan kemampuan profesionalitas dan pedagogiknya dengan mengikuti UKG yang banyak menuai pro dan kontra karena kemendadakannya. Walaupun hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, namun itu semua adalah wujud kepatuhan guru terhadap negeri ini. Juga terhadap perubahan kurikulum 2013 nanti, dimana guru adalah ujung tombak pelaksananya. 

Kembali guru manut saja, mereka akan melaksanakannya dengan sepenuh hati. Tetap mengajar di kelas-kelas dengan keunikannya masingmasing. Jadi, apa yang kurang dari guru? Semua telah dipatuhi dan dilaksanakan oleh mereka. Bahkan setelah semua kewajiban itu telah mereka laksanakan, guru masih juga diam ketika satu bulan pembayaran atas haknya tersebut, entah berada di mana kini. 

Budaya pekewuh (tidak enak hati) itu benar-benar melekat kental dalam setiap pribadi guru, khususnya di DIY. Namun “diam” dan pekewuhnya guru bukan berarti tanpa riak. Walaupun ketidaksesuaian penerimaan hak guru itu hanya menjadi pembicaraan internal antarguru, tidak ada demonstrasi luar biasa dan tidak ada gejolak yang berarti, namun kasak-kusuk itu tetap ada. 

Namun itu juga tidak akan berkepanjangan karena seperti orang Jawa kebanyakan, semua itu akan berakhir dengan ucapan syukur. “Masih syukur kita sudah mendapatkan tunjangan yang besar, jadi mari kita ikhlaskan saja”. Pepatah Jawa, Nerimo ing pandum, seperti menjadi sebuah bendungan besar untuk menampung segala keluh kesah guru. Guru merasa aman diam berada di dalamnya. 

Namun bukanlah demikian hakikat sebuah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah ditata dan diatur sedemikian rupa oleh yang namanya Undang- Undang. Peraturan perundang- undangan diciptakan untuk mengatur sistem ketatanegaraan yang rumit dan kompleks. Sehingga semuanya harus bergerak berdasarkan rel yang telah dibangun bersama. Pemerintah daerah sebagai lembaga pelayanan publik harus menunjukkan kinerja terbaiknya dalam melayani rakyat. 

Satu diantaranya tertuang dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dalam BAB IV Pasal 9, disebutkan bahwa badan publik wajib menginformasikan secara jelas mengenai laporan keuangan. Sehingga pengendapan satu bulan dana tunjangan sertifikasi guru sangatlah layak untuk dipertanyakan, bukannya “diikhlaskan”. 

Inilah kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan kejelasan informasi kepada seluruh pemegang kedaulatan tertinggi, yaitu rakyat. Secara akuntabel seperti yang dicita-citakan dalam perundangan. Diperlukan suatu pembaharuan berkelanjutan dalam tata kelola organisasi daerah sebagai mana disebutkan Rhenald Kasali, 

pembaharuan menurutnya merupakan suatu proses mengubah kebiasaan-kebiasaan berperilaku dan cara berpikir orang-orang yang bekerja untuk organisasi dari problem based (yang selalu mempertanyakan “mengapa”?) dan berorientasi masa lalu menjadi solution based ( yang berorientasi ke depan dengan pertanyaan “bagaimana”?) Para pejabat harus mengubah cara berpikir dalam mengelola lembaganya guna mencapai agenda reformasi birokrasi. 

Termasuk juga untuk mengubah persepsi masyarakat yang terlanjur negatif terhadap perilaku para birokrat. Birokrasi yang bersih, pejabat yang jujur, guru yang luhur, keluarga dan masyarakat yang makmur adalah sebuah guru kehidupan yang terbaik bagi generasi penerus bangsa. Tidak akan berhasil jika semuanya berjalan dengan timpang, atau bahkan keluar dari relnya masingmasing. 

Pendidikan sebagai upaya perubahan perilaku tidaklah sebatas ada di dalam ruang-ruang kelas, dimana guru dan murid berinteraksi. Namun pendidikan itu ada disetiap tempat, disetiap ruang dan waktu. Dimana anak-anak bisa melihat dengan mata dan merasakan dengan hatinya bahwa di sekekeliling mereka masih banyak “kekacauan” yang membuat masa depan menjadi tidak jelas arahnya. 

Atau sebaliknya, ketika semua sistem tertata dengan baik, bersih, jujur dan semuanya memberikan pelayanan yang terbaik. Maka cita-cita besar pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa ini tidak akan jauh lagi dari genggaman. Semoga. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar