Kamis, 28 Maret 2013

Paskah, Kemenangan Budaya Kehidupan


Paskah, Kemenangan Budaya Kehidupan
Aloys Budi Purnomo  ;  Rohaniwan, Budayawan Interreligius,
Tinggal di Gang Pinggir Semarang
SUARA MERDEKA, 28 Maret 2013
  

KEMBALI umat Kristiani merayakan Paskah, mengenang wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Inti perayaan Paskah tidak lain adalah perayaan kemenangan budaya kehidupan. Kematian Yesus yang dibunuh oleh lawan-lawan-Nya yang mengedepankan kekerasan dan penganiayaan bukanlah fakta terakhir. Kematian itu berbuah dengan kemenangan kebangkitan dan tegaknya budaya kehidupan.

Paskah adalah kemenangan budaya kehidupan atas budaya kematian. Yesus memang mati akibat kekerasan dan penganiayaan melalui peristiwa penyaliban namun kematian itu bukan kematian definitif. Kematian itu telah berbuah budaya kehidupan.

Upaya menegakkan budaya kehidupan melawan budaya kematian tak pernah usang. Hingga hari ini, kita dihadapkan pada begitu banyak konspirasi yang menjunjung tinggi budaya kematian. Budaya kematian itu berwajah kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan, intoleransi dan korupsi.

Di negeri kita sendiri, kita menyaksikan budaya kematian terus menampakkan wajahnya melalui beragam wujud. Kekerasan dan penganiayaan yang berujung kematian selalu terjadi. Yang paling aktual adalah pembantaian empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan Kabupaten Sleman DIY. Itu hanyalah satu dari sekian banyak kasus kekerasan dan penganiayaan yang berujung pada kematian secara tragis.

Ketidakadilan dan intoleransi menjadi wajah budaya kematiaan lain yang juga kerap terjadi di republik ini. Entah berbuah kematian secara fisik, entah kematian secara psikologis dalam konteks kebebasan menjalankan hak-hak asasi sebagai umat beragama; intoleransi telah menghadirkan budaya kematian bagi pihak-pihak yang mengalaminya.

Budaya Kehidupan

Demikian juga degan korupsi. Korupsi telah menjadi penyakit kronis yang bahkan kian mematikan kesejahteraan yang mestinya dialami oleh masyarakat kita. Rakyat tercekik mengais rezeki demi sesuap nasi oleh perilaku korupsi para pejabat pemerintahan yang mati rasa terhadap sesama warga bangsa. Mereka ingin sejahtera sendirian di atas penderitaan rakyat. Ini pun dalam arti tertentu merupakan sebentuk budaya kematian yang telah merusak kehidupan bersama.

Sepanjang sejarah kemanusiaan, selalu ada orang-orang yang dikenang setelah kematiannya karena perjuangan menegakkan perdamaian, kebenaran, dan keadilan. Tampaknya mereka kalah, tersingkir, dan mati, namun mereka menang, dikenang, dan hidup. Secara faktual, mereka mati dibunuh, namun roh mereka tetap langgeng. Di sinilah, kita mengalami yang disebut budaya kehidupan.

Sejarah hidup para pejuang perdamaian, kebenaran, dan keadilan kendati mereka telah mati, tetap memberi inspirasi yang melandasi harapan bahwa perjuangan bagi perdamaian, kebenaran dan keadilan tetap berlanjut. Perjuangan itu tidak bisa dihentikan oleh ancaman, tidak tunduk pada ketakutan, bahkan tidak mati oleh pembunuhan. Cepat atau lambat, perjuangan itu membawa buah yang disebut budaya kehidupan.

Salah satu tokoh sejarah peletak budaya kehidupan adalah Yesus Kristus. Yesus yang mati akibat konspirasi yang berwajah kekerasan, penganiayaan, dan ketidakadilan diyakini tetap hidup. Yesus dibunuh karena dianggap melawan arus dan membahayakan aneka kepentingan banyak pihak. Namun, kematian-Nya bukan akhir segala-galanya. Justru jalan menuju kebangkitan, kehidupan, dan kemuliaan. Meskipun dibunuh, Ia tetap hidup.

Yesus mewariskan budaya kehidupan dengan spiritualitas anawim di tengah keadaban publik yang rusak pada zaman-Nya dan masih tetap relevan signifikan hingga sekarang ini. Spiritualitas itu, hadir dalam upaya menegakkan damai sejahtera, memperjuangkan perdamaian dan berusaha memperbarui kehidupan yang sejahtera. Inilah yang juga menjadi spiritualitas Paskah sebagai budaya kehidupan.

Maka, merayakan Paskah berarti mengenangkan Yesus Kristus rela wafat dan bangkit untuk menegakkan budaya kehidupan bagi kita. Merayakan Paskah tak sekadar mengingat peristiwa masa lampau tetapi mengenang dan menghadirkan kembali Yesus yang hidup, wafat, dan bangkit  demi menegakkan kebenaran, keadilan, serta damai dan sejahtera bagi kita.

Untuk itu, kita juga diundang mengisi spirit Paskah dengan menegakkan budaya kehidupan di tengah masyarakat. Budaya kehidupan ditegakkan saat adagium "yang kuat yang menang", diganti dengan pilihan mendahulukan yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel. Budaya kehidupan dihayati bukan pada saat kita tidak hidup mendewakan dan menyembah uang (money-theisme), melainkan menjadikan uang sebagai peluang untuk mengembangkan belarasa, solidaritas, dan kemurahan hati bagi yang papa, miskin, dan sakit.
Semoga spirit Paskah sebagai budaya kehidupan menginspirasi kita semua. Selamat Paskah. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar