Selasa, 30 April 2013

Bebaskan Parpol dari Kemiskinan Ideologi


Bebaskan Parpol dari Kemiskinan Ideologi
J Kristiadi ;  Peneliti Senior CSIS
KOMPAS, 30 April 2013


Dari total 6.578 nama caleg yang diajukan 12 parpol, mayoritas bermutu rendah. Kita sendiri di Demokrat hanya 15 persen sampai 20 persen caleg yang bermutu (Ahmad Mubarok, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, ”Republika”, 27/4).

Secara umum, ideologi adalah gagasan atau cita-cita besar yang menuntun penziarahan bangsa mencapai kemuliaan dan hidup bahagia. Tanpa bimbingan adicita sebagai sumber inspirasi dan sekaligus cahaya terang yang memandu mewujudkan cita-cita, dapat dipastikan bangsa yang bersangkutan mudah tersesat menuju ke arah yang tidak berketentuan. Oleh sebab itu, peran ideologi sangat penting dalam berpolitik karena ranah kekuasaan sarat dengan adu siasat dan pertarungan kepentingan.

Berpolitik tanpa ideologi akan mendorong pelaku politik memasuki lorong gelap yang hanya dituntun oleh dua instingtual dasar, yaitu naluri untuk memenuhi survivalitas dan memburu insting ego atau interes privat. Dua perangkat naluri yang secara kodrati dimiliki makhluk submanusia (antropoid). Sebagai insan bermartabat, manusia yang hanya mengikuti, mengumbar, dan mengeksploitasi intuisi primitif akan terjebak, menurut terminologi Albert O Hirschman (dalam The Passions and The Interests, 1977), dalam tiga dosa yang menjatuhkan martabat manusia: nafsu mengejar uang dan harta benda (lust for money and possession), hasrat berkuasa (lust for power), dan gelora libido (sexual lust).

Meskipun bangsa Indonesia mempunyai ideologi yang berisi nilai-nilai luhur, Pancasila, daya penetrasi keutamaan tersebut belum mampu menembus ranah kekuasaan. Nada dasar politik Indonesia adalah keterpukauan terhadap pesona dan nikmat kekuasaan. Resonansi laras tersebut menyusup ke seluruh struktur kekuasaan sehingga ranah politik sangat gersang dan cengkar bagi tumbuhnya benih-benih nilai-nilai mulia. Lebih memprihatinkan lagi, partai politik sebagai institusi yang seharusnya menyediakan lahan subur persemaian ideologi serta wahana mengobarkan cita-cita justru mengalami tingkat kemiskinan ideologi yang paling parah. Laju pemiskinan di parpol berbanding tegak lurus dengan gelora nafsu memburu kekuasaan. 

Misalnya, calon pemegang kekuasaan legislatif tidak diseleksi berdasarkan rekam jejak, transparan, demokratis, serta prinsip-prinsip meritokratik, tetapi lebih didasarkan atas popularitas mereka. Lembaga yang mempunyai tugas sangat mulia karena akan menentukan nasib negara dan bangsa ke depan diserahkan kepada mereka yang diragukan kemampuan, komitmen, dan keterampilan mengelola kekuasaan dengan bijak.

Kritikan publik, mulai dari yang tajam, konstruktif, sampai cemoohan sarkastis, terhadap parlemen yang merupakan kepanjangan tangan dari parpol dianggap angin lalu. Kajian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia pada Januari 2013 secara rinci mengevaluasi kinerja DPR. Intinya, mereka menegaskan pelaksanaan tiga fungsi utama DPR—legislasi, anggaran, dan pengawasan— mengalami kemerosotan, bahkan cenderung merusak citra lembaga wakil rakyat.

Karena itu, kepercayaan publik terhadap institusi tersebut merosot sampai titik nadir. Politik anggaran hanya melayani kepentingan DPR dan pemerintah, bahkan diduga kuat terjadi mafia anggaran. Potret DPR semakin buruk karena perilaku anggotanya semakin jauh dari hidup sederhana, motivasi mengabdi kepada rakyat samar-samar, dan malas bersidang tetapi rajin studi banding meskipun hasilnya tidak jelas. Kajian ini hanya salah satu dari sekian banyak studi yang dilakukan oleh sejumlah kalangan masyarakat dengan kesimpulan yang senada.

Meskipun tingkat kepercayaan publik amat rendah terhadap parlemen, akibat dari kinerjanya yang amat buruk, parpol masih mengajukan sebagian besar kader-kadernya yang minim prestasi tersebut menjadi caleg untuk Pemilu Legislatif 2014. Kebebalan inilah yang mengakibatkan masyarakat skeptis terhadap impian Pemilu 2014 yang akan menjadikan rakyat sebagai pemenang sejati. Harapan tersebut tampaknya hanya fatamorgana politik yang akan segera lenyap oleh pancaran panasnya pertarungan politik kekuasaan menjelang pertarungan kekuasaan 2014.

Pemilu tahun depan hanya akan menjadi mimpi buruk bagi publik, tetapi merupakan mimpi indah para caleg yang sudah melamun dan membayangkan nikmatnya mereguk kekuasaan. Proses pemiskinan ideologi akan mengakibatkan kader-kader partai menjadi buta batin dan mata hatinya, kering imajinasi, serta semakin jauh dari rakyat yang diwakilinya. Mereka mungkin berlimpah harta, tetapi dapat dipastikan berjiwa kerdil kalau larut dalam proses transaksi politik kepentingan yang sudah berurat berakar dalam setiap tingkatan proses pengambilan keputusan politik.

Salah satu akibat tragis dari tingginya tingkat kemiskinan ideologi dari kader parpol dapat dipastikan mereka akan melakukan strategi pencitraan habis-habisan dalam berburu kedudukan. Kefakiran cita-cita akan dikemas dan dikompensasi dengan berjualan tampang dan perilaku populis yang menyesatkan para pemilih yang terbatas kemampuan aksesnya untuk mengetahui kapasitas dan integritas mereka. Medan politik akan menjadi lautan citra yang akan menenggelamkan masyarakat dalam fantasi dan sensasi yang membunuh realitas politik. Karena itu, rakyat harus bangkit. Gerakan antipolitikus busuk harus digalakkan kembali. Bagi elite politik yang lapar kekuasaan, berhentilah ”memerkosa” kedaulatan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar