Minggu, 28 April 2013

Pemilu 2014 : Harapan Perubahan


Pemilu 2014 : Harapan Perubahan
Djoko Darmono ;  Pengamat Birokrasi Pemerintahan
SUARA KARYA, 25 April 2013


Siklus lima tahunan penyelenggaraan pemilu selalu ramai diulas oleh banyak kalangan. Hal ini karena hasil pemilu akan menentukan nasib bangsa dan negara ke depan. Pemilu 2014 dapat dikatakan sudah di ambang pintu. Makin dekat pelaksanaan pemilu, makin banyak orang stres dan berdebar-debar. Mereka setidaknya dapat dibagi dalam tiga kelompok.

Yang pertama, orang-orang partai, terutama partai yang kini melorot tajam popularitas dan tingkat keterpilihannya. Mereka ketakutan jumlah pemilih tidak memenuhi target, dan yang lebih menakutkan lagi jika sampai tidak lolos parliamentary threshold. Dari perspektif itulah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang seharusnya fokus mengurus negara tidak sungkan bersedia menjabat Ketua Umum Partai Demokrat. Tujuannya, partai yang sedang terpuruk itu dapat pulih kembali. Memang, menjadi hak setiap orang untuk menggantungkan harapan.

Kelompok kedua, orang-orang yang berambisi menjadi wakil rakyat. Mereka khawatir tidak mendapat dukungan dari konstituen karena kualitasnya dianggap tidak memadai untuk menyandang gelar "yang terhormat". Apalagi, jika rekam jejaknya tidak mulus.

Yang ketiga, orang-orang yang berniat menjadi presiden. Undang-undang mengatur, siapa pun yang akan maju menjadi capres harus diusung oleh partai politik. Oleh karena itu, para capres harus mampu menggerakkan mesin partai yang menjadi kendaraannya, melalui program-program yang membumi, konkret, mudah dicerna oleh rakyat, dan memihak kepada kepentingan rakyat. Pencitraan sudah dianggap membosankan.

Lalu, di mana peranan rakyat? Di negara yang menjunjung asas demokrasi seperti Indonesia, rakyat sejatinya sangat berkuasa. Sayangnya, kekuasaan rakyat sering dikebiri oleh elite politik. Caranya melalui politik uang. Yang resmi, misalnya, bantuan langsung tunai (BLT).

Yang tidak resmi melalui serangan fajar dengan membagikan uang atau sekantong sembako di hari-hari dekat pencoblosan. Tapi, rakyat Indonesia tampaknya makin melek politik. Taktik partai politik akan selalu diwaspadai.

Rakyat tidak mau lagi diperdaya dengan berbagai iming-iming dan slogan yang menipu. Rakyat menghendaki pemilu yang bermutu, jujur, adil, dan bersih. Masyarakat telanjur menilai Pemilu 2009 tidak menghasilkan rasa puas bagi sebagian besar rakyat. Pemerintah banyak dikritik karena kelemahan kinerjanya.

Walau dikatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen, tetapi yang terjadi, tingkat hidup rakyat masih sulit. Banyak menteri bekerja jauh dari harapan. Kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tak kunjung menenteramkan rakyat. Harga kebutuhan pokok sehari-hari melangit dan yang baru saja terjadi adalah amburadul-nya ujian nasional. Presiden pantas kecewa.

Di sidang kabinet, Presiden sering menunjukkan amarah kepada para pembantunya. Tetapi, Presiden selalu ragu untuk mengganti pembantunya, bahkan yang sudah kelewatan sekalipun. Dengan Presiden keasyikan mengurus partai, makin berkurang waktunya untuk mengontrol kinerja pembantunya. Jangan sampai terjadi salah urus berkepanjangan terhadap negeri ini.

Harapan perubahan kini ditumpukan pada hasil Pemilu 2014. Rakyat tidak ingin salah memilih pemimpin. Itulah sebabnya Pemilu 2014 menjadi sangat mendebarkan.

Ada tiga harapan besar yang ditunggu oleh rakyat. Pertama, terpilihnya wakil rakyat yang cerdas, berkualitas dan jujur. Kedua, presiden terpilih harus sosok yang tegas, berani, amanah, dan bisa memimpin menuju Indonesia yang sejahtera. Ketiga, presiden terpilih harus menyusun kabinetnya dari orang-orang yang kompeten, profesional, menghayati tugasnya dan menomorsatukan kepentingan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar