Selasa, 30 April 2013

Potensi Conflict of Interest Rangkap Jabatan


Potensi Conflict of Interest Rangkap Jabatan
Janpatar Simamora ;  Dosen Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan; Dewan Pendiri Lembaga Pemberdayaan Media dan Komunikasi (LAPiK) 
KORAN SINDO, 30 April 2013
  

Komisi XI DPR telah menyetujui pencalonan Agus Martowardojo sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) baru. 

Awalnya, pengajuan nama mantan Direktur Utama Bank Mandiri ini sebagai calon Gubernur BI sempat mengundang polemik di kalangan anggota parlemen karena tidak membuka ruang untuk calon alternatif. Pasalnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya menyodorkan nama tunggal untuk menggantikan posisi Gubernur Bank Indonesia (BI) yang sebelumnya dinakhodai Darmin Nasution. Namun, setelah melalui proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test), akhirnya Agus berhasil meraih simpati dan dukungan mayoritas anggota Komisi XI DPR dan selanjutnya memperoleh pengesahan melalui rapat paripurna pada 2 April lalu. 

Tentu keterpilihan Agus Martowardojo kali ini patut diapresiasi mengingat sebelumnya pengajuan nama yang hanya seorang diri sempat diisukan akan menimbulkan persoalan tersendiri di Senayan, karena tidak membuka ruang cukup bagi para legislator untuk menjatuhkan pilihan pada calon lain. Patut juga diapresiasi langkah anggota DPR yang segera merespons langkah pemerintah dengan memuluskan keterpilihan Gubernur BI yang baru. 

Pasalnya, kedudukan Gubernur BI merupakan posisi strategis yang sangat tidak patut ditunda- tunda karena dapat berimplikasi pada macetnya peran serta bank sentral dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Potensi persoalan ini yang kemungkinan turut dibaca para anggota dewan, sehingga mereka tidak ingin dituding sebagai pemicu persoalan sesungguhnya. Setelah keterpilihan Agus sebagai Gubernur BI, publik sempat bertanya-tanya tentang siapa sesungguhnya yang akan mengisi kursi Menteri Ke-uangan yang sudah ditinggalkan Agus Martowardojo? Pertanyaan itu sangat wajar, khususnya bagi kalangan dunia usaha. 

Pasalnya, sosok yang akan menakhodai jabatan Menteri Keuangan akan sangat berperan penting dalam menentukan jalannya aktivitas perekonomian nasional. Terlebih kemudian bila sampai posisi dimaksud mengalami kekosongan, walaupun hanya dalam durasi waktu cukup singkat, namun dapat memancing spekulasi beragam terhadap situasi dan kondisi perekonomian nasional. 

Langkah Antisipasi 

Persoalan ini yang barang kali turut diantisipasi presiden agar jangan sampai melahirkan efek buruk di kemudian hari. Langkah antisipasi pemerintah dalam mengatasi persoalan ini memang sudah mulai tercium ke permukaan. Sejumlah nama sudah mulai muncul sekalipun belum mengerucut pada satu tokoh sentral yang paling berpeluang menduduki jabatan Menkeu baru. 

Berdasarkan informasi awal yang berkembang, setidaknya terdapat sejumlah nama mulai muncul ke permukaan sebagai pengganti Agus di jabatan lamanya. Sejumlah nama yang mulai sering diperbincangkan, khususnya kalangan media massa adalah Gubernur Bang Indonesia Darmin Nasution yang akan segera memasuki usia pensiun dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Selain itu, ada juga nama Mahendra Siregar, Firmanzah yang merupakan staf khusus presiden bidang perekonomian, serta Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati. 

Tidak hanya itu, nama-nama seperti Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisiahbana dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Chatib Basri, juga turut meramaikan bursa namanama Menteri Keuangan baru. Tentu kemunculan sederet nama dimaksud tidak terlepas dari latar belakang kiprah dan karier mereka selama mengemban tugasnya. Potensi keterpilihan mereka juga sama-sama punya peluang cukup kuat. Tinggal kemudian itu berpulang pada Presiden SBY sebagai penentu tunggal menetapkan sosok pembantunya di Kementerian Keuangan. 

Hak prerogatif presiden dalam memilih menteri di kabinetnya akan menjadi jawaban utuh tentang siapa sesungguhnya sosok Menteri Keuangan baru. Na m u n , sederet nama yang pernah diperbincangkan sebelumnya berpeluang mengisi jabatan Menkeu tampak tidak mendapat respons positif dari Presiden SBY sebagai pemegang tunggal jawaban pengisian jabatan menteri. Terbukti, belakangan presiden tidak menjatuhkan pilihan pada satu sosok yang pernah diperbincangkan itu menjadi Menkeu. Presiden justru mengangkat Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa sebagai Pelaksana tugas (Plt) Menteri Keuangan menggantikan Agus yang telah dilantik menjadi Gubernur BI. 

Conflict of Interest 

Langkah presiden menetapkan Hatta Rajasa menggantikan Agus sebagai Menteri Keuangan hanya sebatas Plt pada akhirnya melahirkan pertanyaan tersendiri terkait seberapa jernih dan independenkah pertimbangan SBY dalam menentukan hak prerogatifnya itu. Bagaimanapun harus diakui bahwa praktik rangkap jabatan pada akhirnya sangat berpotensi melahirkan conflict of interest atau konflik kepentingan bagi pihak yang memangku jabatan secara rangkap. 

Dalam hal keterpilihan sosok Hatta Rajasa sebagai Plt Menkeu, setidaknya ada beberapa indikasi kuat berpotensi memicu lahirnya conflict of interest selama yang bersangkutan memegang jabatan ganda. Pertama, posisi Hatta Rajasa yang tidak lain adalah merupakan elit partai (PAN) jelas menjadi ancaman tersendiri bagi yang bersangkutan dalam meneguhkan prinsip dan komitmen sebagai seorang Menkeu yang berintegritas tinggi. 

Walaupun porsi penempatan pos-pos anggaran dalam APBN sudah digariskan, namun tidak tertutup kemungkinan akan terjadi pengutak-atikan peruntukan dan berpotensi digiring untuk memuluskan sejumlah agenda tertentu. Kedua, masih dalam kaitan sebagai elit salah satu parpol, tidak tertutup kemungkinan bahwa posisi sebagai Menkeu akan turut dimanfaatkan Hatta Rajasa dalam memuluskan sejumlah agenda politik, khususnya dalam persiapan menuju perhelatan demokrasi di tahun 2014 mendatang. 

Ketiga, keberadaan Hatta Rajasa yang tidak lain merupakan besan Presiden SBY juga rentan melahirkan persoalan tidak kalah pentimg untuk diantisipasi sejak dini. Keempat, meski hanya sebagai Plt Menkeu, namun sampai saat ini belum dapat dipastikan sampai kapan yang bersangkutan akan menduduki jabatan itu. Apakah hanya dalam hitungan minggu, bulan, atau justru sampai berakhirnya masa periode KIB II di bawah pemerintahan SBY-Boediono?.Hal ini masih menjadi teka-teki yang mana jawaban sesungguhnya hanya berada di tangan SBY. 

Beberapa indikasi ini semestinya dapat diantisipasi presiden dengan menetapkan Menkeu dari kalangan nonparpol, bukan justru sebaliknya, apalagi mengingat masih teramat sulit mengklaim bahwa sosok Hatta Rajasa benar-benar memahami persoalan keuangan negara sebagaimana lazimnya menjadi modal dasar bagi seorang Menkeu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar