Selasa, 30 April 2013

Untuk Apa Lelang Jabatan?


Untuk Apa Lelang Jabatan?
Fadel Muhammad ;  Mantan Gubernur Gorontalo; Ketua Asosiasi Sarjana dan Praktisi Administrasi Indonesia; serta Dosen FIA Universitas Brawijaya
KORAN TEMPO, 29 April 2013


Lelang jabatan ini sebenarnya adalah suatu jalan untuk menerapkan kontrak kinerja. Di sini dikomunikasikan harapan-harapan yang dituntut oleh pemerintah provinsi, apa yang harus dilakukan, serta perilaku apa yang bisa dan tidak bisa diterima.
Kegelisahan Jokowi atas kinerja pelayanan publik lini depan yang membuahkan lelang jabatan lurah dan camat telah menarik perhatian kita. Lelang jabatan bukanlah hal baru dalam manajemen sektor publik. Salah satu doktrin dalam manajemen publik yang baru yang dikenal dengan New Public Management (NPM) adalah menginjeksi sistem kompetisi dalam sektor publik agar kinerja birokrasi meningkat, sehingga pelayanan publik dari segi kualitas dan kuantitas semakin meningkat.
Ketika menjabat gubernur di Gorontalo, saya menghadapi persoalan yang cukup pelik, yaitu rendahnya kinerja birokrasi dan sumber daya yang jauh dari mencukupi, sementara di sisi lain saya ingin agar Gorontalo bisa dengan cepat mengatasi ketertinggalan. Yang dibutuhkan Gorontalo adalah adanya pengumpil yang mampu menunjukkan kinerja Gorontalo jauh lebih bagus daripada sebelumnya, sehingga Gorontalo layak disebut sebagai provinsi baru yang menjanjikan. Saya membuat terobosan yang kala itu dinilai tidak masuk akal, yaitu meningkatkan produksi jagung menjadi 1 juta ton, sementara produksi jagung Gorontalo pada 2001 hanya 81.720 ton. Menurut saya, hal ini bukan proyek ambisius karena, sebelumnya, saya sudah melakukan studi dan meminta second opinion kepada pihak yang kompeten. Pada 2009, produksi jagung Gorontalo telah mencapai hampir 700 ribu ton.
Kapasitas 
Dengan program 1 juta ton, saya memulai reformasi birokrasi dengan berfokus pada peningkatan kapasitas manajemen dan kapasitas sistem pemerintahan di Provinsi Gorontalo. Pada 2003 inilah saya memperkenalkan lelang jabatan untuk jabatan eselon II, III, dan IV. Lelang jabatan tersebut adalah instrumen untuk menumbuhkan kompetisi agar para pegawai berkinerja lebih baik. Mereka diikat dengan suatu kontrak pencapaian target-target tertentu yang bermuara pada peningkatan produksi jagung 1 juta ton.
Lelang jabatan ini sebenarnya adalah suatu jalan untuk menerapkan kontrak kinerja. Di sini dikomunikasikan harapan-harapan yang dituntut oleh pemerintah provinsi, apa yang harus dilakukan, serta perilaku apa yang bisa dan tidak bisa diterima. Instrumen untuk mengawasi mereka yang lolos dari lelang jabatan adalah manajemen kinerja. Gubernur memiliki dokumen rencana kerja pejabat yang secara terus-menerus dimonitor dan dievaluasi apakah yang dijanjikan dalam rencana kerja itu dapat diwujudkan.
Perubahan Mindset
Kinerja pejabat membutuhkan kohesi tim dan perilaku yang mengarah pada pencapaian target kinerja. Sebelum menyelenggarakan lelang jabatan, saya terlebih dulu mempersiapkan skenario perubahan mindset dan perilaku pegawai. Saya membentuk forum yang bernama governor lecture, yang diselenggarakan setiap bulan dan pelatihan tematik untuk satuan kerja. Tujuannya adalah membentuk kultur birokrasi baru yang lebih berwatak wirausaha. Dari pelatihan dan governor lecture ini kemudian dihasilkan kesepakatan nilai-nilai baru birokrasi wirausaha Gorontalo yang terdiri atas inovasi, teamwork, trustworthiness, prosperity, dan speed. Berkembangnya kultur wirausaha di kalangan birokrasi dan keberadaan para public manager (pejabat eselon) yang terpilih melalui job tender sangat berperan dalam percepatan pembangunan di Gorontalo.
Terobosan dalam pengembangan kapasitas manajemen dan kapasitas sistem membawa akibat yang sangat positif, pegawai dan tim mendapat dukungan yang relevan serta keahlian yang dibutuhkan agar mereka mampu berkinerja lebih efektif dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Tercipta suatu sistem yang stabil dan produktif serta berkembangnya jejaring kerja sama intra dan antar-satuan kerja.
Tunjangan Kinerja
Setelah kultur birokrasi wirausaha terbentuk, saya mengintroduksi tunjangan kinerja. Hal ini berdampak sangat besar bagi peningkatan moral kerja pegawai. Lelang jabatan, kultur birokrasi wirausaha, dan tunjangan kinerja ternyata mampu menjadi commitment driver untuk meningkatkan kinerja individu ataupun organisasi. Pegawai merasa kontribusinya dihargai tidak hanya melalui tunjangan kinerja, tapi juga oleh pengakuan dari pemerintah provinsi karena secara periodik disebutkan dalam upacara Korpri: tujuh belasan pegawai berprestasi bulan ini. Dampaknya, mereka saling bersaing untuk menjadi yang terbaik. Kultur birokrasi yang diciptakan bersama ternyata mampu menjadi faktor yang memotivasi pegawai dan kohesi organisasi. Pelatihan-pelatihan tematik yang diselenggarakan di lingkungan Pemerintah Provinsi Gorontalo sangat membantu berkembangnya kemampuan dan keahlian baru para pegawai serta menyadarkan mereka untuk berprestasi.
Dalam mengembangkan kapasitas manajemen para pejabat eselon, saya berfokus pada dua agenda, yaitu mengembangkan orientasi kinerja dan orientasi kompetisi. Fokus pengembangan kapasitas terletak pada bagaimana mengeksploitasi kemampuan diri untuk membangun keunggulan bersaing. Dari sini pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Gorontalo menjadi lebih giat dalam memperbaiki prestasi secara berkesinambungan agar mampu merespons setiap perubahan dan pembaruan. Mereka akhirnya menjadi lebih inovatif.
Pengembangan sumber daya manusia yang saya lakukan di Gorontalo sebenarnya merupakan suatu eksperimen untuk memetakan orang-orang berbakat di lingkungan Pemerintah Provinsi Gorontalo. Mengidentifikasi mereka, mengetahui apa yang mereka inginkan, dan memfasilitasi kebutuhan agar mereka bisa berkembang optimum. Hal ini saya perlukan agar visi dan misi Pemerintah Provinsi Gorontalo itu benar-benar bisa diwujudkan.
Tidak terasa, dalam waktu yang relatif singkat, Gorontalo dapat melakukan percepatan pembangunan yang signifikan. Secara konsisten, Pemerintah Provinsi Gorontalo, dari 2001 sampai 2008, mengalokasikan anggaran untuk belanja publik lebih dari 60 persen. Awalnya, Gorontalo hanyalah "halaman belakang" dari Provinsi Sulawesi Utara. Tapi, dalam tempo delapan tahun, provinsi tersebut berhasil meningkatkan kualitas hidup rakyatnya yang ditandai dengan, antara lain, meningkatnya indeks pembangunan manusia Gorontalo. Sementara pada 2002 indeksnya baru 64,19, pada 2008 sudah meningkat menjadi 68,63. Ini semua tidak bisa dilepaskan dari pembangunan sumber daya manusia yang terencana dengan menggunakan pendekatan ilmiah yang telah diuji di berbagai tempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar