Kamis, 27 Juni 2013

Murahnya Nyawa di Jalan

Murahnya Nyawa di Jalan
Paulus Mujiran ;    Pemerhati Sosial, di Semarang
KORAN SINDO, 26 Juni 2013



Persoalan keselamatan di jalan raya rupanya semakin menjadi keprihatinan serius di negeri ini. Masih segar dalam ingatan kita kecelakaan di jalan tol Tembalang yang menewaskan tiga penumpang sedan Camry. 

Juga Bus Nugroho yang remnya blong dan menabrak kendaraan dari arah berlawanan. Tiga orang tewas dan puluhan lain luka- luka. Terbaru di parkiran Bank Jateng, sebuah mobil yang dikemudikan secara sembrono menabrak dan menewaskan dua pedagang pecel keliling. Dalam lingkup Jawa Tengah, kalau kita membaca koran, kecelakaan nyaris setiap hari menghiasi berita kasus kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan demi kecelakaan yang terjadi seolah menempatkan nyawa manusia tidak ada artinya. 

Dari data Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Tengah tahun 2012, angka kecelakaan lalu lintas mencapai 3.410 korban tewas, kemudian 2011 mencapai 4.528 jiwa. Penyebabnya jalan, kendaraan, cuaca, dan manusia. Yang memprihatinkan kecelakaan demi kecelakaan terus terjadi tanpa ada upaya untuk menghentikannya. Kalau ada kecelakaan seperti itu, apa tindakan pemerintah sebagai penanggung jawab regulasi berlalu lintas jalan raya? 

Paling-paling berita mengenai pencabutan izin trayek tapi tidak ada sanksi bagi pemilik kendaraan yang remnya blong dan menewaskan banyak orang. Kecelakaan terjadi dan menimbulkan banyak korban namun nyaris tidak banyak tindakan yang dikerjakan. Kecelakaan pertama, kedua terjadi tetapi dengan cepat pula orang melupakannya. Bak lingkaran setan, semakin sulit memutus lingkaran yang cenderung ruwet. Tidak ada upaya menyelidiki banyak kasus kecelakaan secara seksama sehingga tidak dapat diambil tindakan tepat melakukan pencegahan. 

Secara klasik kalau terjadi kecelakaan maka yang menjadi kambing hitam adalah rem blong, tanpa mencari tahu mengapa rem bisa blong sehingga mencederai banyak orang. Selebihnya adalah kesalahan manusia (human error). Kasus kecelakaan lalu lintas sering disebabkan dua faktor. Faktor pertama kecelakaan apa pun bentuknya adalah musibah, tragedi di mana manusia tidak bisa menghindarinya. Sekalipun sudah dilakukan upaya pencegahan, kecelakaan tetap terjadi dan tidak terhindarkan. Selalu terdapat kendala di luar kemampuan manusia untuk mencegahnya. 

Kekuatan manusia selalu terbatas manakala menghadapi cobaan bernama tragedi atau menyerah pada garis nasib seseorang. Dalam keadaan demikian, kita memang tidak bisa berbuat banyak menyelesaikan masalah seperti ini. Yang bisa diperbuat hanyalah mengurangi kecenderungan kecelakaan dengan berpasrah diri kepada kehendak Sang Pencipta. Meski ada faktor nasib dapat dihindari dengan lebih berhatihati di jalan, tidak sembrono, dan memperhatikan keselamatan orang lain. 

Faktor kedua, di luar aspek tragedi kecelakaan banyak terjadi karena keteledoran manusia. Umumnya kecelakaan terjadi karena kelalaian dan ketidakdisiplinan. Kelalaian dan keteledoran bisa saja terjadi di aspek jalan raya. Kondisi jalan-jalan raya di Indonesia memang tidak ideal. Selain padat lalu lintas, sebagian besar jalan dalam kondisi kurang sempurna seperti banyak lubang, licin, serta kurang rambu-rambu secara benar untuk membantu memandu pengendara. Jalan berlubang sengaja dibiarkan dan menjadi jebakan maut bagi siapa pun yang lewat di atasnya. 

Perlawanan rakyat dengan menebar batu, memberi ban bekas, atau menanam pohon tidak mengatasi masalah. Di banyak tempat jalan berlubang dibiarkan terus menganga menjadi jebakan maut dan korban tidak terkecuali. Upaya perbaikan dan tambal sulam terus dilakukan tetapi dengan kualitas yang buruk sehingga sebentar saja sudah rusak. Bahkan kadang-kadang secara sinis kualitas jalan dan jembatan dibuat sangat buruk agar dana-dana proyek perbaikan jalan terus mengalir sepanjang tahun. 

Nyaris tidak ada jalan yang awet karena perbaikan, tambal sulam selalu menjadi ritual tahunan tanpa henti. Masih berkait dengan ketidakdisiplinan yakni kondisi kendaraan. Sulit membayangkan setiap kali terjadi kecelakaan kambing hitam selalu ditimpakan pada rem yang blong. Sulit percaya bahwa bus yang berjalan jarak jauh dengan melewati turunan tanjakan, bahkan jalan tol yang padat mempergunakan rem pantek dan bukan standar pabrikan. 

Bagaimana mungkin menyerahkan puluhan nyawa manusia hanya dengan mempergunakan rem yang jauh dari kualitas memadai? Pada titik ini terdapat lemahnya pengawasan regulasi kendaraan terutama untuk angkutan umum. Kita melihat pemerintah tidak serius dan terkesan main-main dalam pengawasan, terutama angkutan umum. Bagaimana mungkin keselamatan terjamin manakala jalan raya dan manajemen angkutan umum dikelola dengan cara serampangan dan sangat buruk. 

Maraknya kasus-kasus kecelakaan lalu lintas memotret bagaimana pemerintah bersikap sembrono dalam mengelola angkutan. Kita banyak menjumpai kendaraan yang sebenarnya sudah tidak laik di jalan, tapi mengapa mereka selalu lolos ketika pemeriksaan kir kendaraan. Banyak angkutan umum yang fisiknya saja sudah sangat buruk. Seakan menjadi pembenar angkutan rakyat yang murah harus jelek dan tidak layak. Sudah bukan rahasia lagi pemeriksaan kendaraan tidak dilakukan secara kredibel dan bertanggung jawab. 

Padahal untuk kendaraan berat yang mengangkut penumpang dalam jumlah banyak harus ada pengawasan yang ketat untuk ban, lampu, perapian, saluran gas buangan demi menjamin keselamatan. Padahal dengan membiarkan kendaraan dalam kondisi buruk dan dibiarkan terus melayani penumpang sama, artinya dengan mengorbankan nyawa penumpang. Pemerintah dapat saja sengaja atau lalai membunuhi rakyatnya ketika tidak tegas dalam regulasi angkutan umum. 

Faktor lain yang berkaitan dengan kelalaian adalah unsur manusianya. Para penumpang hanyalah dianggap sebagai bagian dari lembaran-lembaran rupiah yang memperbesar setoran kepada juragan. Sopir masih banyak yang mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan. 

Sikap tegas dan pengawasan ketat memang harus dilakukan kalau kecelakaan-kecelakaan serupa dengan jumlah korban jiwa sangat banyak dapat dihindarkan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar