Selasa, 25 Juni 2013

Othak-athik Gathuk di Century

Othak-athik Gathuk di Century
Bambang Soesatyo ;   Inisiator hak angket kasus Century;
Anggota Timwas Century DPR
MEDIA INDONESIA, 25 Juni 2013


TAK berlebihan jika Menteri Keuangan Sri Mulyani merasa telah dibohongi para pejabat BI yang dipimpin Gubernur Boediono. Materi yang disampaikan para pejabat BI kepada rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memang sangat dipaksakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani seakan di-fait accompli untuk menerima keputusan bahwa Bank Century ialah bank gagal berdampak sistemis.

Di sana dinyatakan, perubahan peraturan BI yang menurunkan syarat penerima fasilitas peminjaman jangka pendek (FPJP) dari rasio kecukupan modal (CAR) 8% menjadi hanya positif (0%) patut diduga dilakukan untuk merekayasa agar Bank Century dapat memperoleh FPJP. Bahkan, dalam rekaman RDG BI pada 13 November yang membahas FPJP, jelas terdengar bahwa sejak awal para pejabat BI hanya menyebut-nyebut Bank Century. Karena itu, aturan mengubah CAR dari 8% menjadi positif pun disesuaikan dengan kondisi Bank Century yang saat itu hanya memiliki CAR 2,35%. Akibat perubahan PBI itulah, akhirnya pada 14 November 2008, Bank Century mendapat kucuran dana FPJP dari BI Rp689 miliar. Inilah yang disebut lawry engineering atau rekayasa hukum untuk kepentingan tertentu.

Temuan menarik lainnya bisa ditelusuri pada RDG 20 November 2008. Kala itu, RDG membahas penetapan Bank Century sebagai bank gagal. Peserta RDG pada 20 November pukul 19.00-22.00 WIB itu ialah Gubernur BI Boediono, Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom, dan enam Deputi Gubernur BI (Hartadi A Sarwono, Siti Ch Fadjrijah, S Budi Rochadi, Muliaman D Hadad, Budi Mulya, serta Ardhayadi). Rapat itu diawali dengan presentasi Zainal Abidd din (Direktur Direktorat Pengd awasan Bank/DPB 1).

Berdasarkan transkrip rapat itu, diketahui bahwa Deputi Gubernur Siti Fadjrijah mengusulkan agar Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal. Deputi Gubernur Budi Rochadi lalu menginformasikan adanya dana Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI (YKKBI) di Bank Century. Fadjrijah menimpali dengan mengatakan adanya dana sejumlah BUMN di Bank Century.

Deputi Gubernur Muliaman Hadad juga meminta BI menyampaikan surat ke KSSK agar persoalan Bank Century dibahas di KSSK. Gubernur BI Boediono lalu `memukul gong'. Ia menegaskan di tengah situasi dan kondisi yang penuh dengan ketidakpastian saat itu, ditambah dengan suasana yang rawan rumor, setiap bank dimungkinkan bakal berdampak sistemis. Karena itu, dibahaslah analisis dampak sistemis Bank Century.

Fadjrijah mengakui, secara institusi mikro, persoalan Bank Century tidak sistemis kendati dari sisi makro memang bisa sistemis. Menurut Fadjrijah, kalau melihat data Bank Century saja, bank itu tak perlu diserahkan ke LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Cukup ditutup saja. Fadjrijah juga sudah memperkirakan, di KSSK akan ada suara yang menyatakan Bank Century tidak sistemis dan tak perlu diserahkan ke LPS.

Setelah mendengar itu, Miranda Goeltom langsung menyela. “Mestinya,“ ujar Miranda, “kesimpulan di sininya sudah bilang sistemis.“ Persoalan tak lantas usai. Bukan apa-apa, berdasarkan analisis yang diajukan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, justru tak tampak jika Bank Century ialah bank gagal berdampak sistemis. Bank itu nyaris tak punya pengaruh berarti untuk institusi keuangan, terhadap pasar keuangan, terhadap infrastruktur keuangan, dan terhadap sektor riil.

Kebetulan, ketika mempresentasikan soal analisis dampak sistemis, Halim membawa data dalam bentuk matriks. Menurut Miranda, matriks itu justru menampilkan kesimpulan bahwa kasus Bank Century tak ada apa-apanya.

Muliaman Hadad pun melontarkan usul, “Matriks ini dilepas saja.“
“Lepas aja...“ ujar Boediono.

Fadjrijah dan Miranda Goeltom tidak ketinggalan menyetujui dilepasnya data matriks dari analisis sistemis Bank Century.

Begitulah, para pejabat BI yang berlatar akademis sangat mumpuni ternyata hanya mampu bermain othak-athik gathuk dalam menentukan status sistemis bagi Bank Century.

Nah, dengan analisis yang hanya seperti itu, tanpa permodelan dan perhitungan yang canggih, dan sepertinya lebih pantas dikerjakan mahasiswa ekonomi semester awal, pejabat BI menetapkan Bank Century berstatus gagal dan sistemis. Kebijakan yang memakan biaya Rp6,7 triliun uang negara.

Keputusan RDG tersebut kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK dengan Surat No 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008 tentang Penetapan Status Bank Gagal PT Bank Century Tbk dan Penetapan Tindak Lanjutnya.

Siasat mengelabui Menkeu

Begitulah, RDG yang bertujuan mencari alasan ditetapkannya status sistemis bagi Bank Century usai digelar. Di sana tak dibahas lagi soal uang di Bank Century yang mengalir ke mana-mana dan pengawasan khusus oleh BI yang ternyata tidak menolong. Fokus bahasan hanya soal status sistemis. Bahasan lainnya, ya itu tadi, soal cara menyampaikan status sistemis ini ke KSSK. Jadi, beberapa informasi ditutup dan tak ditampilkan. Informasi itu pun tidak mutakhir. RDG 20 November 2008 seakan konspirasi untuk menyelamatkan Bank Century.

Berdasarkan notula Rapat Konsultasi KSSK, diketahui bahwa hanya BI yang berkeras menyatakan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemis--yang artinya perlu ditolong KSSK melalui LPS. Peserta rapat lainnya pada umumnya mempertanyakan, bahkan tidak setuju terhadap argumentasi dan analisis BI yang menyatakan Bank Century ditengarai berdampak sistemis.


BI juga tidak menggunakan indikator kuantitatif dalam melakukan penilaian terhadap dampak selain dampak pada institusi keuangan. Assessment pada tiap aspek lebih banyak didasarkan pada judgement dan mengandung sejumlah kelemahan dalam penentuan indikatornya. Sejumlah ekonom memang sulit menerima bahwa kegagalan Bank Century akan berdampak sistemis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar