Rabu, 26 Juni 2013

Sandiwara Politik Mendukung dan Menolak Kenaikan BBM

Sandiwara Politik
Mendukung dan Menolak Kenaikan BBM
Ardi Winangun ;   Pengamat Sosial-Politik
SUAR OKEZONE, 25 Juni 2013



Kenaikan BBM tidak hanya menimbulkan protes dan perlawanan dari sebagaian masyarakat namun juga menimbulkan keretakan dari Koalisi Sekretariat Gabungan. Sebab PKS menolak rencana kenaikan BBM sehingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono galau antara mempertahankan atau mengeluarkan partai putih itu dari koalisi.

Setiap ada rencana dan kenaikan BBM, dari berbagai periode pemerintahan, pasti selalu menimbulkan kegaduhan di masyarakat bawah hingga tingkat elit, biasanya gaduh di awal namun selanjutnya reda setelah ditelan isu-isu yang lain.

Kegaduhan yang timbul di masyarakat bawah itu bisa dimaklumi sebab dengan kenaikan harga BBM kehidupan mereka akan bertambah berat. Beratnya hidup dikarenakan pendapatan yang mereka terima tidak bertambah sedang pengeluaran setiap hari semakin besar. Dengan adanya kenaikan BBM pastinya jumlah orang miskin di Indonesia akan bertambah dengan demikian menunjukan pembangunan yang dilakukan pemerintah bisa dikatakan gagal.

Bila masyarakat benar-benar merasakan beratnya hidup dari kenaikan BBM, lain halnya dengan masyarakat menengah ke atas. Pendapatan yang cukup bahkan lebih mampu mengatasi kenaikan harga tersebut. Kenaikan tersebut bagi masyarakat kelas menengah ke atas dirasa tidak terlalu mengganggu pendapatan mereka sehingga masyarakat kelas ini relatif diam bahkan memaklumi kenaikan BBM.

Bagi kelompok ‘oposisi’, kenaikan BBM merupakan isu yang seksi untuk menggempur pemerintah dan mencari popularitas terutama menjelang Pemilu 2014. Pastinya Partai Hanura, Partai Gerindra, PDIP, dan PKS menggunakan isu-isu kenaikan BBM untuk meningkatkan citra dirinya sebagai partai yang pro kepada rakyat miskin. Mereka dengan dalih-dalih tertentu mengemukakan bahwa BBM tidak perlu dinaikan.

Dengan sikap antikenaikan BBM, pastinya PDIP, Partai Hanura, Partai Gerindra, dan PKS akan mendapat dukungan dan ucapan terima kasih dari rakyat kecil. Ketika partai yang tergabung dalam koalisi yang mendukung kenaikan BBM, PDIP, Partai Hanura, Partai Gerindra, dan PKS berani berkata lain. Keempat partai itu bersikap lain selain untuk meningkatkan citra juga dikarenakan tidak berada pada posisi pengambil kebijakan sehingga mereka bisa bebas bergerak. Lainnya halnya bila mereka berada pada posisi pengambil kebijakan, tentu kenaikan BBM akan dijadikan pilihan di tengah semakin naiknya harga minyak dunia dan semakin tingginya subsidi BBM. Lihat saja bagaimana sikap PDIP ketika pemerintahan Megawati atau PKB saat pemerintahan Gus Dur menaikkan BBM, pasti partai berlambang banteng moncong putih dan partai berlambang bintang sembilan itu akan mendukung. PKS sebagai anggota koalisi melakukan langkah yang sama dengan PDIP, Partai Hanura, dan Partai Gerindra, dengan maksud tersembunyi untuk menaikkan citra partai mereka yang saat ini terbelit dengan isu korupsi.

Bagi partai koalisi, terutama Partai Demokrat dan Partai Golkar, kenaikan BBM juga dirasa bukan kiamat yang menimpa mereka. Mereka tetap kekeh menaikkaan BBM karena mempunyai kartu truf yang mampu menyelamatkan muka mereka di tengah rakyat kecil? Apa kartu truf itu? Membagi-bagikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Program bagi-bagi duit kepada rakyat kecil ini dulu namanya Bantuan Langsung Tunai (BLT). Bantuan itu dibagi-bagikan kepada rakyat kecil sebagai kompensansi atas naiknya BBM. Dengan bantuan itu diharapkan daya beli masyarakat kecil tetap terjaga sehingga mereka tidak jatuh miskin.

Bagi partai koalisi terutama Partai Demokrat dan Partai Golkar, BLSM ini sebagai sebuah bentuk untuk menaikkan citra kepada masyarakat. Dengan cara-cara ini maka citra partai-partai koalisi tetap terjaga dan tidak jatuh. Adanya BLSM sendiri menimbulkan protes dari banyak kalangan dengan tuduhan untuk kepentingan politik pada Pemilu 2014.

Dari kenaikan BBM itu siapa yang rugi? Yang rugi pastinya rakyat kecil. Pendapatan yang sudah rendah akan membuat hidup mereka semakin berat ketika semua harga kebutuhan naik, akibat efek domino dari kenaikan BBM. Apapun yang dilakukan oleh partai politik, baik itu penolakan kenaikan harga BBM, dukungan kenaikan BBM, dan pemberian BLSM, semuanya tidak akan menolong mereka. Kalau menolong itu sifatnya hanya sesaat dan sementara, hanya 4 bulan.

Dari kenaikan BBM itu siapa yang untung? Yang untung adalah partai politik, baik yang menolak maupun yang mendukung kenaikan harga BBM. Yang menolak, citra mereka akan naik sebab dirasa partai-partai itu memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Sedang yang mendukung pun citra mereka akan tetap naik sebab ada BLSM. Dengan BLSM maka citra partai pendukung kenaikan BBM akan tetap terjaga bahkan program yang dplesetkan menjadi Beli Langsung Suara Masyarakat itu dianggap sebagai rejeki nomplok bagi rakyat kecil.

Bila partai pendukung kenaikan BBM mengatakan subsidi BBM yang besarnya mencapai Rp193 triliun itu bila dicabut bisa digunakan untuk pembangunan jalan, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Pastinya partai penentang kenaikan BBM juga akan mengatakan anggaran BLSM yang mencapai Rp12,009 triliun itu juga bisa digunakan untuk pembangunan fasilitas-fasilitas umum.

Kenaikan BBM itu memang bagi rakyat kecil adalah derita tapi bagi partai politik adalah sebuah pentas untuk bisa bersandiwara. Bersandiwara? Ya, karena mereka memerankan peran masing-masing agar mendapat tepuk tangan dari penonton (rakyat). BBM naik atau turun itu tidak masalah bagi para politisi sebab mereka orang kaya yang memiliki daya beli yang tinggi. Mereka bersandiwara agar tetap kaya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar