Kamis, 29 Agustus 2013

Jalan Tengah Ekonomi Syariah

Jalan Tengah Ekonomi Syariah
Hamli Syaifullah  ;    Peneliti di Lembaga Pengkajian Perbankan
dan Ekonomi Syariah (LKPES) FAI-UMJ
SUARA KARYA, 28 Agustus 2013


Praktik ekonomi syariah di Indonesia berbeda dengan di negara-negara lain. Perbedaan tersebut nampak dari kekhasan fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas lembaga yang memiliki kewenangan mengeluarkan fatwa, yaitu Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Jika di negara Timur Tengah memiliki fatwa sangat rigid, begitu juga dengan Malaysia yang memiliki fatwa sedikit longgar. Sedangkan di Indonesia merupakan pertengahan yang tidak terlalu rigid dan tidak terlalu longgar ketika menerapkan ekonomi syariah.

Ada beberapa fatwa ekonomi syariah yang tidak bisa diterapkan di Indonesia. Beberapa fatwa tersebut seperti praktik bai al inah diperbolehkan di Malaysia dan tawarruq diperbolehkan di Timur Tengah, sedangkan di Indonesia tidak diperbolehkan. Hal tersebut bersumber dari hasil ijtihad ulama fiqih yang ada di Indonesia. Karena seperti yang kita ketahui bahwa fiqih muamalah merupakan produk hukum yang bisa berkembang sesuai dengan tempat dan zaman. Sehingga ada suatu produk hukum yang bisa diperbolehkan di suatu tempat, dan ada pula suatu produk hukum yang tidak diperbolehkan di suatu tempat.

Selain itu, ada perbedaan mendasar dari setiap fatwa yang dikeluarkan oleh masing-masing negara. Perbedaan tersebut terletak dari lembaga yang mengeluarkan fatwa itu sendiri. Di Timur Tengah DSN ada di setiap perusahaan/lembaga keuangan syariah, di Malaysia DSN hanya terdapat di bank sentral Malaysia (Bank Negara Malaysia), sedangkan di Indonesia DSN ada di MUI.

Oleh karena itu, ekonomi syariah yang diterapkan di Indonesia merupakan praktik ekonomi syariah yang memiliki kekhasan atau punya corak tersendiri. Di mana nilai-nilai lokal (local wisdom/urf) yang tidak melanggar syariah, bisa menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pembentukan suatu fatwa. Sehingga sebagai ummat Islam, tidak usah mempertentangkan adanya perbedaan fatwa halal-haram tentang praktik ekonomi syariah. Karena, apa yang telah difatwakan tersebut merupakan hasil proses dari pakar-pakar yang kredibel di bidang fiqih muamalah dan juga keuangan syariah.

DSN di MUI

Jika kita pikirkan secara seksama, tentu menempelnya DSN di MUI berefek pada netralnya setiap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN. Di mana tidak akan ada kepentingan (conflict of interest) yang melatarbelakangi adanya setiap fatwa. Dalam arti, bahwa fatwa tersebut benar-benar murni halal, dan terbebas dari rekayasa fiqih yang dibuat-buat demi kepentingan industri pemesan fatwa.

Selain itu, DSN di Indonesia juga memiliki fungsi utama untuk mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah (LKS) agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini tidak hanya mengawasi bank, akan tetapi juga lembaga-lembaga lainnya seperti asuransi, reksadana, modal ventura dan sebagainya (Syafii Antonio: 2001).

Syafii Antonio menambahkan bahwa fungsi lain dari DSN adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh LKS. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan. Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas untuk memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan pada suatu Lembaga Keuangan Syariah.

Menurut keputusan DSN No 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Majelis Ulama Indonesia, DSN bertugas sebagai berikut. Pertama, menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya, mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan, mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah, mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

Selain itu, DSN dapat memberi teguran kepada LKS jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Jika lembaga tersebut tetap tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan syariah.

Kekhasan

Kita harus bangga dengan adanya kekhasan ekonomi syariah yang berkembang di Indonesia. Yang terpenting kekhasan tersebut tidak melenceng dari rambu-rambu sumber hukum ekonomi syariah, yaitu Al-Qur-'an dan al-sunnah. Sehingga semua hasil produk ekonomi syariah yang ada di Indonesia terjamin kehalalannya.

Selain akad, ada juga perbedaan lain dari kekhasan ekonomi syariah di Indonesia, yaitu adanya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang berbadan hukum koperasi. Di mana lembaga ini menangani masyarakat yang un-bankable. Sehingga dengan adanya lembaga ini, semua lapisan masyarakat bisa terjamah oleh pembiayaan keuangan syariah.

Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga kekhasan ekonomi syariah yang ada dan berkembang di negeri ini. Salah satunya adalah tetap menjaga sinergi antara pemberi opini syariah, dalam hal ini adalah DSN dengan regulator dan juga operator LKS yang ada di Indonesia seperti Direktorat Perbankan Syariah BI, Otoritas Jasa Keuangan, dan juga Kementrian Koperasi dan UKM khusus untuk BMT.

Diharapkan adanya sinergi antara DSN dengan regulator dan juga operator LKS, akan tetap mampu menjaga kekhasan ekonomi syariah yang ada di Indonesia. Sehingga akan menjadi salah satu keunikan yang tidak akan ditemukan di negara-negara lain. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar