Minggu, 29 September 2013

Keterlibatan CIA di Indonesia

Keterlibatan CIA di Indonesia
Derek Manangka ;  Wartawan Senior
INILAH.COM, 28 September 2013


Secara tidak sengaja, saya temukan tulisan di internet berjudul ‘The CIA in Indonesia, 1965-1967'. Tulisan itu tidak berdiri sendiri. Tapi terkait dengan laman sebelumnya yang memuat sejumlah nama diplomat Amerika Serikat yang pernah bertugas di Indonesia di era 1960-an.

Sekalipun tidak lagi terlalu mengejutkan tentang soal dwi fungsi dari tiap diplomat Amerika Serikat, yaitu ada yang menyamar sebagai agen rahasia, tetapi tulisan itu cukup menarik.
Tulisan itu lebih memperkuat fakta bahwa di antara para diplomat Amerika Serikat yang bertugas di Indonesia, tidak semuanya diplomat murni. Padahal pekerjaan memata-matai seperti itu, sudah diatur dalam konvensi mengenai pekerjaan diplomat. Artinya diplomat adalah diplomat, dan bukan merangkap agen rahasia.
Kegiatan para agen rahasia itu sengaja disamarkan kemudian melakukan "perusakan dari dalam" terhadap Indonesia. Misi perusakan itu sesuai dengan yang tetapkan pemerintah Amerika Serikat.
Yang menarik untuk disoroti, sebagai agen rahasia dari CIA, para ‘diplomat’ itu mempunyai misi yang tidak berperikemanusiaan. Seperti ‘mengompori’ orang Indonesia untuk saling bunuh. Warga Indonesia yang menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh CIA dianggap sebagai ‘musuh yang harus dimusnahkan’.
Memang bukan CIA yang melakukan eksekusi. Tetapi justru tentara atau orang Indonesia yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad yang berperan sebagai eksekutor.
Kerja sama antara CIA dengan Kostrad dibuat serapih mungkin. Agen CIA di Jakarta memberikan daftar nama pimpinan dan anggota PKI kepada orang kepercayaan Soeharto. Atas dasar itu anak buah Soeharto melakukan penangkapan dan kemudian pembunuhan. Nama yang ada dalam daftar berjumlah antara 4.000-5.000.
Tetapi dalam kenyataan, yang dibunuh mencapai ratusan ribu orang. Mereka dibunuh, karena menurut eksekutor, kalau hanya ditangkap dan diinterogasi, para interogator harus memberi mereka makan. Nah, agar tidak membebani, mereka yang sudah keburu ditangkap langsung dieksekusi saja.
Kisah ini jika dibaca di era Presiden Soeharto (1966-1998), akan berbeda maknanya. Eksekusi itu bisa dianggap sebagai sebuah hal normal dan wajar. Bahkan kisah itu bisa menimbulkan empati kepada Amerika Serikat, apabila dibaca pada saat era Perang Dingin, perang ideologi antara Amerika Serikat dan sejumlah negara komunis.
Perang Dingin yang baru berakhir pada Desember 1990 telah menempatkan Indonesia sebagai negara antikomunis yang bersahabat dengan Amerika Serikat. Sehingga keterlibatan Amerika Serikat di politik Indonesia, termasuk pembunuhan terhadap para anggota PKI, merupakan kewajiban dalam keberpihakan terhadap Amerika Serikat.
Warga Indonesia yang hidup di negara Pancasila melarang ideologi komunis, berreaksi secara posotif terhadap pembantaian itu.
Namun jika laporan itu dilihat dengan kacamata demokrasi, paradigma kesetaraan, ditambah lagi dengan tuntutan tentang pentingnya penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia, campur tangan CIA itu merupakan perbuatan biadab. Demikian pula kolaborasi Jenderal Soeharto dengan para agen rahasia CIA itu merupakan hal patut dikutuk.
Para eksekutor yang telah menghilangkan nyawa manusia, hanya karena perbedaan ideologi, patut dibawah ke meja hijau - bila mereka masih hidup. Sebaliknya keluarga yang ditinggalkan oleh para korban pembunuhan itu, patut mendapatkan ganti rugi dari pemerintah Amerika Serikat.
Alasan untuk mengutuknya cukup kuat. Begitu pula alasan untuk meminta ganti rugi, sangat pantas. Antara lain karena CIA secara sadar menciptakan perang saudara di Indonesia yang melahirkan pembunuhan keji antara sesama bangsa Indonesia.
CIA atau AS telah melakukan campur tangan yang sesungguhnya bertentangan dengan demokrasi. Padahal Amerika Serikat selalu memrpomosikan negaranya sebagai advokat atau pembela demokrasi di dunia. Pemerintah Amerika Serikat secara sah telah mensponsori sebuah pembinasaan manusia.
Tindakan yang dilakukan hampir 50 tahun lalu itu melanggar semua hukum dan norma apapun. Sebagai negara demokrasi. Amerika Serikat termasuk agen rahasia CIA tentunya, patut menghormati pilihan setiap orang. CIA perlu menghormati manusia yang mau percaya pada ideologi lain, termasuk komunisme. Lagi pula mengapa CIA harus memaksakan kehendaknya agar setiap orang harus se-ideologi dengan Amerika Serikat?
Cerita yang mengungkap peristiwa 48 tahun lalu itu tentu saja merupakan bagian dari sejarah hitam bangsa dan negara Indonesia. Lembaran hitam itu tidak bisa dihapus dengan cara apapun. Para anggota PKI yang dibunuh secara keji, tidak mungkin dihidupkan kembali.
Kendati begitu, sejarah dan lembaran hitam itu sangat penting untuk jadi pelajaran oleh seluruh pemangku kepentingan. Mulai dari generasi tua, "out going generation" sampai dengan generasi muda, yaitu jangan sekali-kali memberi kepercayaan penuh kepada bangsa asing. Sekalipun motifnya bersahabat baik dengan Indonesia, tetapi di balik kebaikan itu, kita perlu selalu waspada.
Rasa kecewa tiba-tiba mengemuka setelah membaca beberapa pengakuan atau keterangan dari orang Amerika yang teribat dalam kejahatan terencana itu. Sebab dari jawaban mereka kepada pewawancara yang menulis laporan itu, memberi kesan, tidak ada rasa penyelesalan sama sekali atas terjadinya pembantaian ratusan ribu orang di Indonesia.
Bahkan terdapat dua diplomat AS yang kemudian kembali ke Indonesia sekitar 20 tahun kemudian setelah pembantaian itu - dengan posisi yang tertinggi - sebagai Duta Besar, tidak pernah memperlihatkan rasa penyesalan mereka.
Bagi diplomat AS itu pembunuhan oleh orang Indonesia terhadap sesama warganya merupakan persoalan dalam negeri Indonesia. Atau hal itu merupakan bagian dari bisnis yang diminati Washington.

Kalau setuju - dalam rangka menyambut hari dimulainya pembantaian tanggal 30 September 2013, mari kita menundukkan kepala sambil meminta kepada Allah Yang Mahakuasa untuk menghindarkan kita dari konflik serupa. Konflik yang diciptakan oleh bangsa asing. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar