Sabtu, 28 September 2013

Nasionalisme Data dalam Industri Statistik

Nasionalisme Data dalam Industri Statistik
Hasanuddin Ali  ;   CEO Alvara Research Center, Alumnus Statistika ITS Surabaya, Pernah mengikuti workshop Asosiasi Riset Sosial Dunia (ESOMAR) di Singapura
JAWA POS, 27 September 2013



KEMARIN, 26 September, - tidak banyak orang tahu - diperingati sebagai Hari Statistik Nasional Indonesia. Tanggal itu dipilih karena pada 26 September 1960 pemerintah mengundangkan UU Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik sebagai pengganti Statistiek Ordonnantie 1934. Sekarang UU tersebut telah diperbarui menjadi UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. 

Dalam pertimbangan UU Nomor 16 Tahun 1997 poin a disebutkan, ''statistik penting artinya bagi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan berbagai kegiatan di segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila untuk memajukan kesejahteraan rakyat dalam rangka mencapai cita-cita bangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.''

UU itu secara umum juga membagi statistik menjadi tiga bagian. Pertama, statistik dasar yang penyelenggaraannya dilakukan Badan Pusat Statitik (BPS). Kedua, statistik sektoral yang penyelenggaraannya bisa dilakukan instansi pemerintah yang harus berkoordinasi dengan BPS. Ketiga, statistik khusus yang penyelenggaraannya dilakukan masyarakat, baik lembaga, organisasi, maupun individu yang bisa dilakukan secara mandiri atau bersama BPS.

UU Statistik dewasa ini semakin penting bagi bangsa Indonesia, mengingat semakin penting dan sensitifnya penggunaan data di Indonesia. Data statistik yang sama bisa memiliki arti berbeda. Dalam konteks politik, misalnya, data hasil survei sekarang sudah menjadi bagian dari alat kampanye.

Di sisi lain, ada satu isu penting yang perlu diangkat pada Hari Statistik Nasional kali ini, yaitu soal data statistik dan kepentingan nasional Indonesia. Pasar Indonesia yang paling gemuk di ASEAN membuat lembaga riset asing -riset pemasaran, bisnis, dan politik- berbondong-bondong masuk. Kita lihat sekarang hampir semua lembaga riset global ada di sini.

Apakah tren itu buruk? Tentu tidak. Menjamurnya lembaga riset global di sini tentu saja berdampak positif bagi perkembangan industri riset. Hal tersebut juga menunjukkan kepercayaan industri global terhadap ekonomi Indonesia yang semakin baik.

Namun, fenomena tersebut akan lebih baik bila pemerintah memiliki regulasi yang jelas mengenai lembaga riset di Indonesia. 

Tren Tukang Survei 

Setidaknya ada tiga alasan regulasi pemerintah menjadi penting. Pertama, menjamin adanya transfer knowledge dan teknologi kepada periset/peneliti domestik. Karena perusahaan-perusahaan tersebut beroperasi di Indonesia, semua proses riset mulai pengambilan dan pengolahan data harus dilakukan di sini.

Alasan kedua, memperkuat basis sumber daya periset/peneliti nasional. Peran kunci industri riset ada di sumber daya manusia. Karena itu, penguatan SDM peneliti harus ditingkatkan, baik dari sisi teknikal riset maupun dalam konteks bisnis dan skill komunikasi. Itu penting karena sudah menjadi rahasia umum banyak lembaga riset asing yang lebih menyukai dan memilih peneliti dari negara luar seperti India atau Filipina.

Alasan ketiga, melindungi dan memperkuat daya saing perusahaan riset lokal. Beberapa tahun terakhir saya melihat fenomena aneh. Banyak perusahaan riset end-to-end lokal yang mulai meredup. Tapi, di sisi lain bermunculan perusahaan riset yang hanya mengkhususkan pada data collection. Kalau tren itu dibiarkan terus-menerus, akhirnya kita hanya akan menjadi tukang survei.

Karena itu, diperlukan langkah konkret dari setiap individu, insan periset/peneliti nasional, dan stakeholder terkait yang masih peduli pada kepentingan nasional Indonesia. Bila diperlukan, kita bisa mengajukan amandemen UU Nomor 16 Tahun 1997 ke DPR untuk lebih mengatur peran statistik serta riset secara lebih luas menjangkau semua institusi yang bergerak di bidang riset, baik riset pemasaran, politik, maupun sosial.

Akhirnya, bagi peneliti dan statistikawan nasional, teruslah meningkatkan kompetensi dan bersaing sesuai dengan standar riset global. Tapi, di sisi lain, peneliti dan statistikawan lokal harus mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kita mengambil dan mengolah data dari tanah ibu pertiwi untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia sesuai dengan yang tercantum dalam UU Nomor 17 Tahun 1997. Selamat Hari Statistik Nasional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar