Minggu, 29 September 2013

Revitalisasi Rekam Medis dan Kodifikasi RS

Revitalisasi Rekam Medis dan Kodifikasi RS
Endah Sulistyowati ;  Praktisi Perlindungan Konsumen dan Ketenagakerjaan
KOMPAS, 27 September 2013


Pelaksanaan sistem jaminan kesehatan rakyat oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial pada awal tahun 2014 sebaiknya dipahami secara baik oleh segenap rakyat dan entitas yang terkait bidang kesehatan. Namun, sebelum diterapkan, tampaknya banyak hal harus dibenahi, termasuk di antaranya manajemen rumah sakit.
Sudah tidak zamannya lagi rumah sakit menetapkan biaya pelayanan yang tidak rasional. Kenyataannya, masih ada rumah sakit yang mengabaikan prinsip INA CBGs, yaitu penghitungan biaya berbasis pada kelompok diagnosis penyakit yang sudah diperhitungkan sebelumnya. Dalam konteks itu, setiap penanganan pasien menggunakan prinsip kendali mutu dan biaya.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mewarnai domain kesehatan secara signifikan dengan mengubah sistem kesehatan ke arah penerapan sistem informasi kesehatan terpadu atau e-Health. Sistem elektronik ini interconnected dalam menangani masalah dan operasional kesehatan rakyat.
Itu sebabnya mengapa penting meneguhkan sistem pelayanan kesehatan rakyat lewat Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan teknologi andal. Peneguhan tersebut sangat bergantung pada sejauh mana keandalan dan akurasi rekam medis dan kodifikasi di setiap rumah sakit.
Revitalisasi
Langkah mendasar pembenahan sistem pelayanan kesehatan rakyat adalah revitalisasi rekam medis dan kodifikasi. Rekam medis merupakan bukti tertulis tentang pasien yang telah mendapat perawatan atau pengobatan di rumah sakit. Pelayanan rekam medis di rumah sakit terbagi atas penerimaan pasien, perekaman kegiatan pelayanan medis, pengolahan data rekam medis, penyimpanan rekam medis, dan pelaporan rekam medis.
Pelayanan rekam medis jika dilihat dari jenis penerimaan pasien terdiri atas pelayanan rekam medis pasien rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat. Untuk pasien Jamkesmas rawat inap, pada umumnya kegiatan pelayanan rekam medis pasien sama dengan kegiatan pelayanan rekam medis pasien umum. Akan tetapi, untuk pelayanan rekam medis pasien rawat inap pasien Jamkesmas ada perbedaan pada kegiatan pengolahan data, khususnya pada bagian kodifikasi. Masalah rekam medis inilah yang akan menjadi penentu klaim KJS sehingga perlu akurasi dan sinkronisasi secara baik antarlembaga.
Selain rekam medis, penting juga membangun sistem kodifikasi. Yakni pembuatan kode atas diagnosis penyakit berdasarkan klasifikasi penyakit yang berlaku yang bertujuan untuk mempermudah pengelompokan penyakit dan operasi yang dapat dituangkan dalam bentuk angka dan dikonversikan ke dalam harga/tarif. Pada pelayanan pasien rawat inap, pasien Jamkesmas rawat inap perihal kodifikasi tidak diaplikasikan pada sistem informasi manajemen (SIM) rumah sakit untuk pasien umum, tetapi diaplikasikan pada software aplikasi pemerintah yang bernama INA CBG’s. Masalah inilah yang harus disinkronkan lebih lanjut agar tidak terjadi tumpang tindih.
Mulai tahun 2010 diterapkan paket INA- CBG’s versi 1.6 yang lebih terintegrasi serta mudah dipahami dan dioperasikan. Agar penggunaan aplikasi INA-CBG’s dapat berjalan baik, diperlukan tata kelola sistem informasi yang baik dan selalu diaudit. Dari sisi teknologi informasi, aplikasi INA-CBG’s adalah suatu sistem klasifikasi kombinasi dari beberapa jenis penyakit/diagnosis dan prosedur/ tindakan di rumah sakit dan pembiayaannya yang dikaitkan dengan mutu serta efektivitas pelayanan terhadap pasien.
Penentu mutu
Semua pihak mestinya bersepakat bahwa INA-CBG’s merupakan sistem penentu mutu pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan. Selain itu, sistem ini juga dapat digunakan sebagai salah satu standar penggunaan sumber daya yang diperlukan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Aplikasi INA- CBG’s lebih real dibandingkan dengan INA- DRG karena menekankan pendekatan prosedur dibandingkan diagnosis. Sementara aplikasi INA-CBG’s lebih mengedepankan diagnosis dibandingkan prosedur. Perlunya memperbaiki pedoman pelaksanaan Jamkesmas, terutama terhadap kasus-kasus dengan diagnosis yang kompleks dengan severity level 3. Yang mana menurut kode INA-CBGs hal itu harus mendapat pengesahan dari pejabat yang ditunjuk/diberi tanggung jawab pihak rumah sakit.
Peran kodifikasi dalam sistem sangat menentukan karena logic software yang digunakan sangat menentukan tarif. Hal itu adalah masalah yang sensitif dan berpotensi untuk dimanipulasi. Kodifikasi dengan pedoman ICD 10 untuk menentukan diagnosis dan ICD 9 CM untuk tindakan atau prosedur. Pengelompokan penyakit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengelompokan dari data morbiditas yang ditetapkan sesuai dengan kriteria yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan kesehatan yang banyak melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesehatan, mencegah, menyembuhkan, dan pemulihan penyakit terhadap perseorangan, keluarga, dan masyarakat. Dibutuhkan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) yang merupakan tata kelola pengumpulan data, pengolahan data, penyajian informasi, analisis, dan penyimpulan informasi serta penyampaian informasi dibutuhkan untuk kegiatan rumah sakit.
Terdapat berbagai manfaat pasti dengan penggunaan sistem atau aplikasi INA-CBG’s. Bagi pasien, dengan sistem itu ada kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan. Juga adanya batasan terhadap lama rawat (length of stay) bagi pasien. Karena berapa pun lama rawat yang dilakukan, biayanya sudah ditentukan. Selain itu bisa mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga mengurangi risiko yang dihadapi pasien.
Bagi pihak rumah sakit akan memperoleh pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja aktual. Dengan demikian, dapat meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Adapun bagi pihak pemerintah dan pengelola dana jaminan kesehatan, sistem dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar