Senin, 28 Oktober 2013

Momentum Menanggulangi Kemiskinan

Momentum Menanggulangi Kemiskinan
Mahmud Yunus  Guru SMA Negeri 1 Banjar, Jawa Barat
KORAN SINDO, 26 Oktober 2013


Tanggal 16 Oktober ditetapkan sebagai Hari Pangan Sedunia dan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional. Penetapan Hari Pangan Sedunia dan Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional secara berurutan pada bulan yang sama tentu bukan tanpa tujuan. 

Ketiadaan (unavailability) pangan yang memadai baik jumlahnya mau pun mutunya merupakan indikator penting kemiskinan. Pangan merupakan salah satu komponen yang menentukan kelangsungan hidup manusia di mana pun berada. Sementara itu, ketersediaan pangan yang memadai baik jumlahnya mau pun mutunya mengharuskan kita untuk secara terus-menerus mengupayakannya. 

Camkanlah, jangan biarkan diri kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita terjerembab ke dalam kubangan kemiskinan. Bagaimana halnya, kalau kemiskinan itu telanjur menimpa kita? Pemerintah mengatakan angka kemiskinan pada Maret 2013 tercatat sebesar 11,37 % atau 28,07 juta orang, demikian disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato pengantar keterangan pemerintah atas RUU tentang APBN 2014 dan Nota Keuangannya. 

Angka tersebut tergolong sangat besar, namun menurut hitungan pemerintah, angka tersebut turun sekitar 5,29 % dibandingkan pada 2004. “Tingkat kemiskinan berhasil diturunkan dari 16,66 % atau 37,2 juta orang pada tahun 2004, menjadi 11,37 % atau 28,07 juta orang pada Maret 2013,” ujar Presiden di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (16/08/2013). Berapa angka kemiskinan di Jawa Barat ? 

Gubernur Ahmad Heryawan mengatakan, tingkat kemiskinan di Jawa Barat masih cukup tinggi, yaitu mencapai 10,5% dengan tingkat pengangguran 9,85%. Gubernur berharap, program penanggulangan kemiskinan di tiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang rencananya akan dimulai tahun ini. Program tersebut tadi nantinya diharapkan akan mampu menekan angka kemiskinan dan pengangguran. 

“Kita belum bisa menargetkan berapa angka penurunan kemiskinan di Jabar dengan adanya program penanggulangan kemiskinan di tiap OPD. Namun, kemiskinan dan pengangguran harus ditekan, karena (hal itu) merupakan salah satu indikator kesejahteraan, ” papar Gubernur. Menyimak pemaparan Presiden RI dan Gubernur Jabar kita dapat memahami kalau jumlah penduduk miskin di negeri ini masih berjumlah 28 juta orang lebih per Maret 2013. Bagi kita itu angka yang seharusnya sangat menakutkan. 

Akan tetapi, memperhatikan gaya Presiden Yudhoyono dan Gubernur Heryawan dalam memaparkan angka kemiskinan tersebut kita tidak melihat mereka takut dengan jumlah sebesar itu. Dapat dikatakan, mereka melihatnya biasa-biasa saja. Misalnya, Presiden Yudhoyono seolah-olah ingin mengatakan kepada rakyatnya, bagaimana pun pemerintah sudah bekerja keras dan berhasil mengurangi angka kemiskinan dari 16,66 % atau 37,2 juta orang pada tahun 2004, 

menjadi 11,37 % atau 28,07 juta orang pada Maret 2013. Misalnya lagi, Gubernur Heryawan seolaholah ingin mengatakan kepada rakyatnya, karena sudah terdapat OPD, maka tiap-tiap OPD itulah yang paling bertanggung jawab mengentaskan kemiskinan di seantero Jabar. Apalagi, manakala Gubernur mengatakan, “kita belum bisa menargetkan berapa angka penurunan kemiskinan di Jabar”. 

Bergerak cepat 

Rakyat pada umumnya tidak tahu berapa batas minimal kebutuhan rakyat miskin itu. Dengan tidak adanya kriteria yang dibakukan kita patut khawatir angka persentase yang disebutkan di muka pun menjadi tidak akurat. Bahkan seandainya data tersebut dinyatakan akurat, kalau tidak ditindaklanjuti dengan program pengentasan yang nyata, jangan-jangan angka tersebut kini sudah membengkak lagi. 

Memang, jika kita mengacu pada angka yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2012, seorang dikatakan hidup di bawah kemiskinan itu jika pengeluaran dia hanya mencapai Rp 259.520 per bulan. Dengan dana sebesar itu dia hanya mampu membeli 30 kilogram beras per bulan. Jadi, memang tidak ada dana sama sekali untuk membeli lauk-pauk, untuk membeli sabun, untuk membeli obat-obatan, untuk membayar biaya sekolah putra-putrinya dan sebagainya. 

Oleh karena itu bisa jadi angka kemiskinan yang sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dipaparkan Presiden Yudhoyono dan Gubernur Heryawan. Dalam konteks pengentasan kemiskinan, kita tidak cukup memohon atau berdoa kepada Yang Maha Memberi Rizki. Kita seyogianya bahu-membahu menggalang kekuatan bersama. Caranya kita terlebih dahulu harus memosisikan kemiskinan sebagai musuh bersama (common enemy). Kemiskinan harus dibuang jauh-jauh, bila perlu hingga ke luar angkasa. 

Jika kita sudah sepakat memandang kemiskinan sebagai common enemy, jangankan mengetahui ada 28 juta lebih orang miskin, hemat saya ada sejuta orang miskin pun Presiden Yudhoyono dan Gubernur Heryawan akan merasa sangat dipermalukan. Memang seiring kenaikan harga bahan bakar minyak yang baru lalu, pemerintah telah berupaya meringankan beban masyarakat kurang mampu dengan memberikan BALSEM. 

Bulan yang lalu ada beberapa kabupaten/kota yang membagikan BALSEM. Hati ini berontak melihat antrean panjang di sejumlah kantor pos. Mereka ada yang terpaksa berangkat dari kediaman mereka sebelum subuh karena khawatir terlambat. Mereka sudah berdiri di bawah spanduk bertuliskan kata-kata yang sangat merendahkan martabat bangsa, yakni dengan mencantumkan kata miskin di dalamnya. 

Tragisnya, setelah lewat tengah hari sebagian dari mereka diperintahkan untuk membubarkan diri untuk selanjutnya mengantre lagi di kantor pos terdekat. Tragisnya lagi, setelah mengantre di kantor pos terdekat, mereka diperintahkan untuk kembali ke kantor pos semula karena nama mereka tidak terdaftar di sana. 

Solusinya? 

Khususnya buat Gubernur Heryawan, agar segera menentukan target pengentasan kemiskinan di Jabar. Ini adalah momentum terbaik buat Anda yang kini menjabat di periode kedua. Usul saya, Anda dapat menentukan penurunan kemiskinan per tahun sekitar 2% jadi dalam lima tahun ke depan tidak ada lagi warga Jabar yang tergolong miskin. Caranya, intensifkan zakat harta (maal) di seluruh Jabar. 

Dana terpendam dalam bentuk zakat maal tersebut amat sangat besar. Namun, hingga kini belum digali secara optimal. Jika Anda berhasil dalam mengentaskan kemiskinan di Jabar, saya yakin akan menginspirasi Gubernur lainnya di seluruh Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar