Minggu, 24 November 2013

Berita Korupsi di Media Massa

Berita Korupsi di Media Massa
Farid Widodo  ;   Pegawai Swasta, Alumnus FISIP Undip Semarang
SUARA KARYA,  23 November 2013



Para penikmat media, setiap minggu, bahkan setiap hari disuguhi atau lebih tepatnya dijejali berita kasus korupsi, suap dan gratifikasi. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengungkapkan, ada 311 kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota maupun wakilnya) tersangkut perkara korupsi. Fakta ini tentu cukup memprihatinkan karena dapat dipastikan roda pembangunan di daerah menjadi tersendat bahkan terhenti.

Kasus terbaru, Bupati Karanganyar Rina Iriani SR ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) di Karanganyar, Jawa Tengah. Sebagian kasus korupsi dan suap juga mengisi ruang publik kita, termasuk infotainment atau istilah kasarnya berita gosip, karena kebetulan para pesohor itu terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dengan kasus korupsi yang masih ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Semula penulis ragu dan lebih tepatnya berhati-hati mengangkat topik ini (kasus korupsi yang melibatkan AF dan LHI) karena kasus ini sangat sensitif menyangkut partai tertentu dan bahwa korupsi menyapu siapa pun yang berdiri di depannya. Ia juga menyapu sekumpulan 'orang-orang saleh' dari partai 'suci' yang selama ini menjadi benteng terakhir pemberantasan korupsi (1/11).

Pasti publik sudah mahfum siapa orang saleh itu dan partai apa itu, tidak perlu disebutkan di sini. Penulis berusaha untuk tidak memihak salah satu pihak yang berperkara, karena kasus ini sangat sensitif dan sangat bermuatan politis. Kasus ini kemudian semakin melebar setelah muncul sebutan atau sapaan Bunda Putri yang bernuansa semiotik (23/10), nama Bunda Putri bukan alamat pengirim, apalagi penerima, melainkan makna dan pesan itu sendiri.

Polemik tentang Bunda Putri sempat memanas di media massa. Putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminudin, Ridwan Hakim dalam persidangan sebagai saksi dengan terdakwa LHI (11/11), akhirnya mengaku siapa Bunda Putri: dia adalah Nonsyaputri istri Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim. Harus dilakukan penyelidikan secara mendalam apa saja peran Bunda Putri alias Nonsyaputri.

Penulis juga harus berhati-hati untuk melihat kasus ini dari sudut kemanusiaan bukan semata dari sudut pandang hukum, apalagi sudut pandang politik dan akan menyeret penulis kepada pandangan yang berat sebelah dan tidak berimbang. Sekali lagi, penulis tergugah untuk menanggapi kasus AF dan LHI ini sesudah palu hakim memutuskan vonis 14 tahun penjara bagi AF dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan tahanan (5/11).

45 Perempuan

Sebenarnya masih ada kasus korupsi yang lain yang jauh lebih besar yang juga menghebohkan di Tanah Air, yakni kasus Hambalang sport center dan bail out Bank Century. Tetapi, sisi menarik ada pada kasus kuota impor daging sapi (AF dan LHI) karena banyaknya orang yang menerima aliran dana dari AF kepada sejumlah artis, seperti model Vitalia Sesha alias Andi Novitalia, Tri Kurnia Rahayu (penyanyi dangdut), dan Maharani S (mahasiswi). Beberapa sumber menyebutkan, ada 45 perempuan termasuk artis yang menerima aliran dana dari AF.

AF akan mengakhiri petualangannya sebagai 'makelar partai politik' setelah dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun, tetapi AF masih punya peluang untuk banding. Seorang kolega melontarkan pendapatnya bahwa kasus AF dan LHI ini hanyalah kasus sepele dengan jumlah uang yang tidak terlalu banyak di antara sekian banyak kasus korupsi di negeri ini. Disinyalir masih banyak kasus suap yang melibatkan anggota legislatif atau partai politik tertentu. Lihat saja, kasus suap mantan Ketua MK (AM) dan masih banyak kasus korupsi lain yang belum terungkap.

Dalam persidangan LHI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (28/10) dengan saksi istri AF, Sefti Sanustika, Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango seolah ingin membuat para saksi persidangan kasus kuota impor daging sapi tidak tegang dengan melontarkan candaan karena profesi Sefti sebagai penyanyi dangdut. Hakim Nawawi bertanya, "Pernah ditawari nyanyi oleh AF? Misalnya, nyanyi di kampaye-kampaye partai begitu?" 

Jawab Sefti, "Tidak pernah."

Hakim Nawawi pun dengan setengah bertanya, "Kalau punya istri penyanyi untuk apa suami cari artis yang lain untuk nyanyi-nyanyi di kampanye?"
Joke inilah yang membuat pengunjung sidang tertawa. Ungkapan Hakim Nawawi tersebut seakan menyindir AF (suami Sefti) yang mengirim sejumlah uang kepada artis senior Ayu Azhari dan banyak artis/perempuan yang lain.

Hampir semua kasus korupsi yang terjadi di Indonesia selalu dibumbui dengan para wanita di sekeliling para pelaku korupsi. Dalam sejumlah kasus, tidak sedikit istri-istri para tersangka kasus korupsi minta cerai setelah sang suami tersangkut kasus korupsi. Namun, banyak pula istri-istri tersangka kasus koruptor yang tetap setia memberikan dukungan kepada suami sejak diperiksa KPK hingga dijatuhi hukuman penjara di Pengadilan Tipikor.

Akhirnya, kita perlu menuntut KPK untuk tidak hanya memberantas kasus korupsi di bumi Indonesia tapi juga mencegah kasus korupsi lainnya yang kian merajalela. Sebagai rakyat yang setia mengikuti pemberitaan di media massa, kita sudah muak dengan berbagai tontonan yang menyebalkan (kasus korupsi). Rakyat sudah saatnya tahu yang sebenarnya dan tidak mau dibohongi oleh opini yang menyudutkan pihak tertentu tentang berita atau kasus korupsi yang menyesatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar