Minggu, 24 November 2013

Meneropong Transparansi di Badan Publik

Meneropong Transparansi di Badan Publik
Agus Sudibyo  ;   Anggota Dewan Pers 2010-2013
MEDIA INDONESIA,  23 November 2013

  

KABAR cukup membanggakan datang dari London. Indonesia menerima tampuk kepemimpinan Open Government Partnership untuk periode 2013-2014 dari pemangku sebelumnya, Kerajaan Inggris. Open Government Partnership diluncurkan pada 20 September 2011 yang diinisiasi delapan negara termasuk Indonesia, yaitu Brasil, Meksiko, Norwegia, Filipina, Afrika Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat, untuk mendorong keterbukaan informasi. Indonesia sendiri memiliki tiga rencana aksi dalam kerangka Open Government Partnership, yakni memperbaiki pelayanan publik, meningkatkan integritas pemerintahan, dan mengelola sumber daya publik secara efektif. Ketiga rencana aksi itu harus dilaporkan perkembangannya secara berkala kepada Open Government Partnership.

Indonesia merupakan salah satu negara yang terdepan di kawasan Asia Tenggara dan progresif dalam menerapkan transparansi. Dalam Open Budget Index (OBI) 2012 yang diterbitkan International Budget Partnership, peringkat Indonesia meningkat dari 51 pada 2010 menjadi 62 pada 2012, tertinggi di Asia Tenggara dan peringkat kedua di Asia setelah Korea Selatan.

Skor yang dicapai Indonesia itu berada di atas angka ratarata 100 negara yang disurvei dalam OBI yang hanya mencapai angka 43. Ada delapan indikator kemudahan akses dokumen yang digunakan OBI untuk mengukur transparansi di Indonesia. Yaitu, kemudahan akses terhadap dokumen pre-budget statement (pokok-pokok kebijakan fiskal), executive budget (RAPBN), enacted budget (nota keuangan dan UU APBN), citizen budget (ringkasan anggaran di media massa dan laman), in year report (laporan realisasi anggaran secara periodik), mid year review (laporan tengah semester), end year report (laporan keuangan pemerintah pusat), dan audit report (laporan audit BPK). Berdasarkan OBI 2012, akses ketersediaan dokumen dan publikasi dokumen di atas meningkat ketimbang di 2010.

Keluar zona nyaman

Beberapa kunci prestasi Indonesia dalam OBI ini ialah implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, partisipasi masyarakat sipil dalam kebijakan pemerintah, dan inisiatif global seperti Open Government Partnership.

Pencapaian itu tidak terlepas juga dari inisiatif dan komitmen kementerian dan lembaga negara. Beberapa waktu lalu Wakil Presiden Boediono juga menyatakan program Open Government Indonesia telah berhasil menarik birokrasi kita keluar dari zona nyaman. Sebagian di antaranya bahkan memperoleh penghargaan nasional dan internasional.

Saat ini, dari total 34 kementerian, seluruhnya sudah memiliki pejabat pengelola informasi dan dokumentasi sebagaimana diamanatkan UU No 14/2008. Setidaknya ada 10 kementerian, di antaranya Perindustrian, Sekretaris Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian Keuangan yang dinilai Komisi Informasi memiliki komitmen dalam implementasi keterbukaan informasi. Beberapa badan juga sudah memiliki komitmen seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Komitmen itu patut diapresiasi mengingat sudah sangat lama birokrasi di Indonesia berjalan tanpa peng awasan oleh publik. Dengan adanya peraturan mengenai keterbukaan informasi, berbagai kementerian berlombalomba menunjukkan prestasi di bidang transparansi dan akuntabilitas.

September lalu, misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perindustrian bersama 69 badan publik lainnya menerima penghargaan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai kementerian yang berhasil menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga (LKKL) dan dengan capaian standar tertinggi dalam Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah. Penghargaan itu diberikan berdasarkan laporan keuangan Kementerian Pekerjaan Umum 2012 yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebelumnya, dua tahun berturut-turut pada 2011 hingga 2012, Kementerian Pekerjaan Umum tidak pernah keluar dari 10 besar kementerian yang mendapatkan ranking terbaik dalam keterbukaan informasi. Komitmen dan pencapaian itu patut diapresiasi. Karena, dengan anggaran sebesar Rp83 triliun, Kementerian PU tentunya menjadi sorotan sebagai salah satu kementerian dengan anggaran terbesar. Selain itu, Kementerian PU juga memiliki peran strategis sebagai salah satu kementerian yang memiliki kontribusi sebagai stimulan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, persoalan utama dalam implementasi UU KIP di berbagai badan publik saat ini ialah masih banyak badan publik yang menyamakan fungsi pelayanan informasi dengan fungsi kehumasan. PPID masih banyak diintegrasikan dalam divisi humas, tenaga yang digunakan juga tenaga humas. Padahal humas dan pelayanan informasi publik sesungguhnya punya pendekatan yang berbeda. Fungsi humas kurang lebih ialah membangun citra yang bagus tentang badan publik di mata masyarakat, sementara fungsi pelayanan informasi publik ialah melayani permintaan informasi atau menjalankan kewajiban memberikan informasi publik kepada masyarakat.

Akan tetapi, kenyataannya sering pelayanan informasi publik dijalankan dengan pendekatan kehumasan yang orientasinya memang lebih ‘ke dalam’, untuk menjaga nama baik lembaga. Akibatnya, meskipun semboyannya ialah keterbukaan informasi publik, yang dilakukan banyak PPID justru ‘ketertutupan informasi publik’, dengan bertindak sangat berhati-hati atau penuh kecurigaan dalam menghadapi permintaan informasi publik dari masyarakat atau pers. Entah karena instruksi dari atas atau karena inisiatifnya sendiri, PPID justru lebih sering menggunakan alasan-alasan kerahasiaan atau pengecualian informasi ketika menghadapi akses informasi dari masyarakat atau pers. Persoalan itulah yang harus diselesaikan agar capaian-capaian penting di tingkat internasional di atas tidak sekadar ‘politik pencitraan’, tetapi benar-benar sesuai dengan kenyataan dalam konteks hubungan informasional antara badan publik dan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar