Selasa, 31 Desember 2013

Antisipasi Dini Bencana Alam

Antisipasi Dini Bencana Alam

Admiral Musa Julius Sipahutar  ;   Pengamat Meteorologi dan Geofisika
SINAR HARAPAN,  30 Desember 2013

  

Bencana alam di Indonesia tidak bisa dihindari. Beragam bencana, seperti banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, erupsi gunung api, iklim ekstrem, kebakaran hutan, dan lainnya akan terus menjadi pencuri di malam hari bagi negeri ini. Tidak ada seorang pun ilmuwan yang dapat memastikan Indonesia aman dari bencana sehari saja.

Fakta ini membuktikan bencana alam mau tidak mau harus dikenal dan diwaspadai dampaknya, khususnya efek buruk yang berpotensi mengancam korban jiwa.
Upaya awal yang umumnya dilakukan masyarakat prabencana adalah melakukan mitigasi bencana. Mitigasi bencana sangat perlu dilakukan sejak dini mengingat akan datangnya Pemilu 2014. Jika bencana alam tidak diwaspadai, dikhawatirkan memengaruhi jumlah DPT akibat korban jiwa.

Kita ingat sejenak serangkaian duka yang pernah dialami Ibu Pertiwi. Masih hangat peringatan sembilan tahun megatsunami yang melanda Banda Aceh, 26 Desember 2004 silam. Peristiwa ini meluluhlantakkan sisi utara dan barat Negeri Serambi Mekah.
Megatsunami tersebut merenggut ratusan ribu korban jiwa, puluhan ribu jiwa hilang, dan kerugian hingga angka triliun. Megatsunami Aceh menjadi bencana tsunami terparah yang pernah dialami Indonesia akibat gempa bumi tektonik.

Tak hanya Indonesia, negara-negara tetangga, seperti Thailand, India, Sri Lanka, Maladewa, bahkan sisi timur Afrika seperti Somalia merasakan efek buruk bencana tsunami tersebut. Dua tahun kemudian, 27 Mei 2006, Ibu Pertiwi kembali menangis ketika rangkaian gempa bumi kuat melanda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gempa bumi tersebut juga menghancurkan bangunan-bangunan strategis dan merenggut ribuan jiwa.

Tidak hanya bencana bersumber dari dalam bumi, bencana banjir juga terjadi setiap tahunnya. Sering kali datangnya musim hujan kurang ditanggapi secara kritis oleh masyarakat berisiko, terutama masyarakat DKI Jakarta
Cuaca ekstrem dalam bentuk datangnya hujan dengan intensitas tinggi secara mendadak dalam waktu yang singkat, sering ditemui di Indonesia. Ini sangat berpotensi menimbulkan banjir bagi wilayah yang kurang mewaspadai efek buruk musim hujan. Banjir Wasior, Papua barat pada 4 Oktober 2010 silam yang menyebabkan 410 orang meninggal menjadi pelajaran penting untuk mewaspadai bencana banjir.

Rawan Bencana
Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Filipina, dan Lempeng Pasifik. Di selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah, sebagian didominasi rawa-rawa.

Kondisi tersebut sangat berpotensi berbagai bencana, seperti erupsi gunung api, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.
Data United States Geological Survey (USGS) menunjukkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan tertinggi di dunia, 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Statistik menyatakan, setidaknya ada dua gempa besar terjadi dalam satu tahun dan satu tsunami dalam dua tahun.

Seiring berkembangnya teknologi, beragam bencana alam baru menjadi tinjauan khusus di Indonesia. Pemanasan global, perubahan iklim, badai magnet, dan penurunan kualitas udara menjadi bencana terbaru pada abad ke-21.
Rangkaian bencana tersebut kini belum terlalu dirasakan dampaknya. Namun, akan menjadi bencana besar ketika manusia tidak memahami dan mewaspadai hingga menjadi bencana makro. Tidak dapat dimungkiri, segala upaya mitigasi bencana sangat perlu dilakukan seluruh elemen masyarakat di Indonesia.

Tindakan Antisipatif
Mitigasi bencana adalah usaha untuk mengurangi atau meminimalkan bahkan meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul akibat bencana. Titik berat diberikan pada tahap sebelum terjadinya segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat perbuatan manusia (man-made disaster).

Bencana yang tidak bisa dihindari dan berpotensi menimbulkan banyak korban adalah bencana alam. Diperkuat data statistik tahun 1815-2013 yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan, bencana banjir, tanah longsor, dan puting beliung mendominasi jumlah bencana yang pernah terjadi di negeri ini.

Informasi dari instansi terkait ada baiknya dimanfaatkan untuk langkah-langkah antisipatif meliputi adaptasi dan mitigasi bencana tektonik ataupun hidrometeorologis. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan pelayanan informasi cuaca hingga peta-peta potensi bencana banjir yang dapat diakses secara langsung melalui website resminya.
Selain informasi cuaca, BMKG memberi informasi dini gempa bumi dan tsunami yang dapat diakses dengan mudah melalui website dan pesan singkat via ponsel atau email. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga memberi informasi terkini aktivitas gunung api aktif di seluruh Indonesia. BNPB hingga kini sangat baik dalam menjalankan tugas utamanya dalam fungsi penanggulangan.

Namun, alangkah lebih baik kita saling bekerja sama dengan pemerintah dalam menjalankan fungsinya melakukan mitigasi. Banyak hal yang dapat dilakukan, seperti dalam mengantisipasi banjir, pemerintah daerah dan masyarakat harus memperhatikan bangunan pengendali banjir (bendungan/dam atau sumur resapan) serta kondisi sungai. Untuk jangka pendek, dapat kita lakukan pengerukan dan/atau pelebaran sungai sebagai langkah antisipatif.

Dalam hal antisipasi bahaya kerusakan dan korban jiwa akibat gempa bumi, pemerintah daerah dapat meninjau ulang konstruksi bangunan di masing-masing wilayah untuk direkonstruksi menjadi bangunan tahan gempa.
Begitu juga dalam hal antisipasi tsunami. Masyarakat pesisir dapat diberikan sosialisasi sirine penanda tsunami serta dapat dicanangkan pembangunan penghalang tsunami, seperti tembok besar, karang, atau hutan mangrove skala besar. Reboisasi dan terasering juga dapat dilakukan untuk mencegah tanah longsor serta kebakaran hutan. Keduanya harus terus dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem.

Mitigasi berbasis kearifan lokal juga jangan diabaikan. Pembangunan rumah adat tahan gempa omo hada di lereng gunung api, interpretasi alam melalui aktivitas hewan dan tumbuhan lereng gunung, serta tradisi smong atau imbauan akbar dari pemuka adat untuk melarikan diri ke dataran tinggi juga merupakan prestasi mitigasi terbaik yang pernah dilakukan masyarakat Indonesia dahulu kala.
Mari kita masuki tahun 2014 dengan memahami dan melakukan mitigasi bencana alam di negeri ini, dalam rangka membangun kewaspadaan dan kesiapsiagaan meminimalkan efek buruk bencana tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar