Senin, 30 Desember 2013

Peluang Menuai Buah Demokrasi



PROSPEK POLITIK 2014

Peluang Menuai Buah Demokrasi

Bestian Nainggolan  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  25 Oktober 2013

 

“Bagi masyarakat, besar kecilnya manfaat demokrasi ditentukan oleh manisnya buah kesejahteraan yang dihasilkan. Setelah 15 tahun demokratisasi berlangsung, buah demokrasi belum merata terwujud.”

Tahun 2014, yang sarat dengan berbagai peristiwa politik, akan membuka kembali gugatan klasik relasi demokrasi dan kesejahteraan masyarakat. Gugatan ini semakin relevan tatkala dihadapkan pada realitas yang kini berkembang, munculnya berbagai penyikapan miring masyarakat. Mencermati berbagai hasil pengumpulan opini publik yang dilakukan Kompas sepanjang tahun ini, misalnya, terlihat benar adanya kecenderungan ketidakpuasan publik yang tinggi terhadap berbagai kondisi politik, sosial, ataupun ekonomi yang mereka rasakan.

Sebagian besar di antara mereka berpandangan reformasi politik yang mampu melembagakan demokrasi di negeri ini belum mampu menjawab harapan mereka. Kinerja berbagai institusi politik demokratis, baik partai politik, DPR, maupun pemerintah yang hadir selama kurun waktu 15 tahun terakhir, tidak memuaskan. Semakin mengecewakan tatkala kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan dari perubahan struktur politik tidak juga banyak dirasakan sebagaimana yang mereka harapkan.

Tidak heran dalam situasi semacam ini, bibit frustrasi sosial yang justru merekah. Jalan demokrasi yang telah dipilih diragukan manfaatnya. Bahkan, di antaranya tampak cukup fatal, berkembang kerinduan akan masa ”kegemilangan” Orde Baru.

Indeks demokrasi

Berbagai kajian menunjukkan, masa depan kehidupan demokrasi bergantung pada besar kecilnya manfaat kesejahteraan yang dihasilkan. Sayangnya, demokratisasi dengan kesejahteraan di negeri ini tidak selalu menggambarkan kausalitas hubungan saling menunjang. Terbukti, pada sebagian kecil wilayah saja demokrasi dan kesejahteraan layak dikaitkan sekaligus manis dirasakan. Pada belahan wilayah lainnya, buah demokratisasi masih terasa masam. Bahkan, jika ditelusuri masih terdapat pula wilayah yang hingga kini belum memiliki peluang menuai buah demokrasi.

Dengan mengaitkan besaran Indeks Demokrasi Indonesia dan Indeks Pembangunan Manusia, dapat dipetakan kualitas pencapaian demokrasi dan kesejahteraan setiap wilayah. Indeks demokrasi yang dimaksud mengacu pada hasil rumusan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). Terakhir, tahun 2012 lembaga tersebut memublikasikan Indeks Demokrasi Indonesia. Indeks ini dihasilkan dari berbagai indikator pengukuran aspek kebebasan sipil, pemenuhan hak politik, dan kelembagaan politik di 33 provinsi Indonesia pada kondisi tahun 2011.

Hasilnya, skor nasional Indeks Demokrasi Indonesia mencapai 63,17. Jika mengacu pada skor tertinggi indeks sebesar 100, yang kurang lebih menjadi acuan situasi demokrasi yang sempurna, perolehan nilai indeks nasional tahun tersebut tergolong cukup baik. Terlebih jika dilihat dari salah satu aspek yang dikaji, khususnya aspek kebebasan sipil, tampak tinggi di negeri ini. Rata-rata memiliki skor nasional 82,53 yang mengindikasikan betapa besarnya kebebasan masyarakat di negeri ini.

Berbeda dengan Indeks Demokrasi Indonesia, Indeks Pembangunan Manusia yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik digunakan untuk menyarikan kinerja pembangunan suatu kawasan. Indeks Pembangunan Manusia didasarkan pada tiga aspek yang merupakan kapasitas dasar penduduk. Ketiganya berupa besaran umur panjang dan kesehatan, pengetahuan, dan kehidupan yang layak masyarakat. Dalam perhitungan, ketiga aspek tersebut diturunkan dalam berbagai indikator, seperti angka harapan hidup, angka melek huruf, lama rata-rata sekolah, dan kemampuan daya beli.

Berbagai indikator tersebut, sekalipun tidak sepenuhnya identik dengan seluruh aspek kesejahteraan manusia, dipandang cukup memadai dijadikan rujukan. Tahun 2011, skor Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 72,77. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, skor indeks tersebut meningkat. Sekalipun tidak tampak merata, hal itu cukup jelas menunjukkan terjadi perubahan kesejahteraan.

Prospek demokrasi

Mengaitkan Indeks Demokrasi Indonesia dan Indeks Pembangunan Manusia inilah relasi antara demokrasi dan kesejahteraan negeri terpetakan, yang sekaligus mengindikasikan prospek wilayah masing-masing (Grafik). Setidaknya terdapat tiga kelompok wilayah yang terbentuk.

Pertama, kelompok provinsi dengan skor kedua indeks memiliki nilai tinggi, di atas nilai rata-rata indeks nasionalnya. Terdapat 13 provinsi dalam kelompok ini. Akan tetapi, jika ditelisik lebih jauh, hanya Provinsi DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlihat lebih menonjol. Dengan posisi yang jauh di atas rata-rata, prospek demokrasi dan kesejahteraan di kedua provinsi ini cukup kuat terpertahankan, sementara provinsi lainnya masih tergolong rentan perubahannya.

Kedua, merupakan kelompok yang justru bertolak belakang dengan kelompok pertama. Pada kelompok ini, skor kedua indeks tergolong di bawah nilai skor nasionalnya. Dari 8 provinsi yang masuk kelompok ini, Nusa Tenggara Barat dan Papua tergolong paling rendah, baik demokrasi maupun kesejahteraan masyarakatnya. Di satu sisi, pergulatan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat masih menjadi persoalan terberat yang dihadapi. Sementara di sisi lain, kebutuhan akan kebebasan sipil, hak-hak politik warga, ataupun berfungsinya lembaga-lembaga demokrasi masih dipermasalahkan.

Rendahnya besaran kedua indeks pada kelompok ini diperparah pula oleh laju perubahan kesejahteraannya. Sekalipun peningkatan kualitas kesejahteraan berlangsung, hal itu belum mampu memperkecil jarak ketertinggalan mereka terhadap wilayah lain. Selepas bergulirnya reformasi politik (1999) hingga kini, misalnya, tetap saja menempatkan NTB dan Papua dalam posisi terbawah. Lambannya perubahan sekaligus mengindikasikan keterkaitan demokrasi dan kesejahteraan yang tidak mulus di kedua wilayah. Kondisi semacam ini akan berulang, tetap menjadi persoalan krusial.

Ketiga, merupakan kelompok dengan masing-masing indeks yang berbeda kualitas perolehannya. Ada sekumpulan provinsi dengan kondisi indeks demokrasinya melebihi rata-rata nasional. Akan tetapi, skor kesejahteraan provinsi tersebut masih berada di bawah skor nasional. Aceh, Kalimantan Barat, dan Lampung menjadi contoh kelompok ini. Sebaliknya, terdapat pula provinsi, Sumatera Barat misalnya, yang memiliki skor demokrasi rendah, tetapi kesejahteraannya masih di atas skor nasional.

Sekalipun agak berbeda karakteristiknya, setiap provinsi dalam kelompok ketiga ini memiliki pergulatan yang sama. Pada masa mendatang, apakah geliat demokrasi memampukan peningkatan kesejahteraan warganya, ataupun kondisi kesejahteraan mampu menjadi pendorong kehidupan lebih demokratis, keduanya masih terus-menerus berproses. Hanya yang pasti, sejauh ini buah demokrasi masih masam dirasakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar