Kamis, 30 Januari 2014

Efektivitas Teknologi Modifikasi Cuaca

            Efektivitas Teknologi Modifikasi Cuaca

Budi Harsoyo  ;   Praktisi TMC (Flight Scientist) di UPT Hujan Buatan-BPPT
KOMPAS,  29 Januari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
TEKNOLOGI Modifikasi Cuaca atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan hujan buatan kembali dimanfaatkan untuk tujuan mitigasi banjir di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya sejak 14 Januari 2014. Operasi berlangsung atas permintaan Gubernur DKI Jakarta dan merupakan hasil kerja sama BPPT, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, TNI AU, dan BMKG.
Sudah lebih dari sepekan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dilaksanakan, tetapi masih banyak pertanyaan dari berbagai kalangan mengapa masih saja terjadi hujan di wilayah DKI Jakarta sehingga banjir tak kunjung surut.

Perlu diketahui, upaya modifikasi cuaca memang hanya mampu mengurangi intensitas curah hujan, bukan meniadakan hujan di wilayah DKI Jakarta.
Strategi mengurangi intensitas curah hujan di wilayah DKI Jakarta ini dilakukan dengan dua metode, yaitu jumping process dan competition mechanism.

Metode pertama dengan proses penyemaian awan (cloud seeding) menggunakan bahan semai NaCl yang ditaburkan ke dalam awan menggunakan pesawat terbang. 

Tujuannya, mempercepat proses hujan pada awan-awan Cumullus yang bergerak masuk ke Jakarta. Jadi, sebelum tumbuh semakin besar dan berpotensi menyebabkan hujan di wilayah Jakarta, kandungan uap air dalam awan dijatuhkan lebih awal di perairan Selat Sunda atau selatan Palabuhanratu. Dengan demikian, suplai massa udara yang akhirnya melintas di atas wilayah Jakarta sudah tidak banyak mengandung uap air. Kalaupun terjadi hujan, intensitasnya lebih kecil.

Metode competition mechanism dilakukan dengan cara membakar bahan semai dalam bentuk flaremenggunakan wahana penyemaian dari darat (ground based generator) yang terpasang di sejumlah lokasi di wilayah Jakarta, mulai dari hulu (daerah Puncak, Bogor) hingga hilir (sekitar Teluk Jakarta).

Cara ini bertujuan mengganggu mekanisme fisika awan bagi keberadaan awan-awan konvektif yang tumbuh di atas wilayah Jakarta.

Terganggunya mekanisme fisika awan diharapkan menghambat proses pertumbuhan awan hujan sehingga kalaupun turun hujan intensitasnya lebih kecil.

Hasil signifikan

Hingga 22 Januari 2014, dalam operasi TMC telah berlangsung 15 kali sorti penerbangan penyemaian awan dengan pesawat Hercules milik TNI AU dan menghabiskan bahan semai NaCl sebanyak 55,3 ton.

Targetnya adalah awan-awan Cumullus di sebelah barat (Selat Sunda) hingga barat daya Jakarta (perairan di selatan Palabuhanratu).

Peta distribusi spasial akumulasi curah hujan untuk wilayah DKI Jakarta menunjukkan, sebelum operasi TMC konsentrasi hujan berada tepat di sekitar wilayah Jakarta dan Bogor.

Pasca-operasi, konsentrasi hujan terlihat berpindah ke wilayah Selat Sunda, selatan Palabuhanratu, dan wilayah perairan pantai utara (pantura) Jawa Barat.
Khusus untuk wilayah pantura, juga terlihat bahwa di wilayah tersebut cukup tinggi curah hujannya. Andai saja wilayah pantura turut masuk daerah target TMC, ada kemungkinan curah hujan di wilayah tersebut juga bisa dikendalikan sehingga potensi bencana banjirnya tidak separah sekarang.

Data curah hujan di wilayah DKI Jakarta juga menunjukkan penurunan signifikan.

Secara umum, sebelum dilakukan TMC, nilai prediksi curah hujan berada di bawah nilai aktual (under estimate), sementara setelah dilakukan TMC nilai prediksinya justru berada di atas nilai aktual (over-estimate).
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pengurangan nilai curah hujan di wilayah DKI Jakarta setelah adanya TMC.

Berdasarkan hasil perhitungan, besarnya persentase reduksi curah hujan di wilayah DKI Jakarta selama periode operasi TMC adalah 37,59 persen.
Penurunan signifikan juga muncul dari tinjauan wilayah distribusi kejadian hujan di DKI Jakarta.

Sebelum dilakukan TMC, kejadian hujan cukup merata sepanjang hari (sejak pagi hingga malam hari).

Setelah dilakukan TMC, kejadian hujan dari pagi hingga malam hari relatif dapat ditekan. Curah hujan dengan intensitas tinggi baru terjadi sejak dini hari hingga pagi hari (pukul 01.00-06.00).

Tidak operasi malam

Keterbatasan pesawat yang ada saat membuat operasi hanya mampu menyemai awan hingga batas waktu sore hari saja.

Andai kita mampu melakukan penyemaian awan pada malam hari, bukan tidak mungkin TMC pun mampu menekan kejadian hujan pada malam hari. Dengan mempertimbangkan potensi hujan yang masih cukup tinggi hingga beberapa minggu ke depan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan mengupayakan penambahan armada pesawat untuk lebih mengintensifkan aktivitas penyemaian awan dari apa yang sudah dilakukan saat ini.

Selain itu dengan memperhatikan kondisi banjir yang meluas ke wilayah pantura Jawa, bukan tidak mungkin area target yang perlu diamankan juga dapat diperluas. Sepanjang ada perintah dari yang berwenang, BPPT siap melaksanakan upaya mitigasi banjir.

TMC adalah upaya manusia untuk merekayasa kondisi cuaca demi kemaslahatan umat manusia, sama sekali tidak bermaksud menentang kehendak Yang Maha Kuasa.

Penulis selaku praktisi TMC, mewakili rekan-rekan yang terlibat dalam operasi TMC, saat ini sadar betul bahwa apa yang dilakukan sejauh ini hanyalah upaya manusia selaku makhluk-Nya, dan sepenuhnya menyerahkan hasil akhir kepada Tuhan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar