Sabtu, 28 Juni 2014

Predator Seks Mengancam Generasi

Predator Seks Mengancam Generasi

Zulkifli  ;   Alumnus STAIN Malikussaleh Lhokseumawe,
Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara
OKEZONENEWS, 25 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Ketika alam begitu gersang, moral dan aqidah makin terkikis, keganasan nafsu mengusai manusia, ketika itu syahwat hayawani lebih dominan, maka kebiadaban makin merajalela.

Tak terelakkan, hasrat biologis hewani mengancam generasi, predator seks berada dimana-mana, di rumah, di pesantren, di sekolah, di yayasan, di kantor, bahkan sampai di TK yang didomisili anak-anak yang belum tau tentang seks itu, mereka menjadi korban keganasan manusia berhati syaithan.

Anaknya sendiri yang sepatutnya diayomi, malah digauli tanpa perasaan bersalah, bahkan yang lebih kejam, janin anaknya yang telah dihamilinya berkali-kali, dimakan sendiri, laksana anjing pemangsa yang telah gila.

“Lagi pula anak itu kini sedang hamil enam bulan. Ini kehamilannya yang kelima karena ulah ayahnya,” ungkap Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak Pijay, Dra Rosmiati, menjawab Serambi di Hotel Hermes Palace Banda Aceh”, (Serambi Indonesia, Jumat, 9/5/14).

Kebejatan predator seks berhati binatang bukan saja sampai di situ, namun ia tega memakan ari-ari dari janin yang ia gugurkan dengan mentah, laksana iblis memakan tumbalnya, ya lebih layak dikatan iblis berwujud manusia.

“Bukan saja tega menghamili anak kandungnya sampai lima kali, Sai (55), warga Gampong Cot Meukaso, Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya (Pijay), juga dikabarkan tega menggugurkan kandungan anaknya itu sebanyak empat kali.

Setelah menggugurkan kandungan anaknya, Sai biasanya melakukan ritual yang tak lazim, yakni memakan mentah-mentah plasenta (ari-ari) janin yang merupakan benihnya itu”,(Serambi Indonesia, Jumat, 9/5/14).

Beberapa Catatan Hitam Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual bukanlah sesuatu yang baru di negara kita, namun hampir di seluruh pelosok negeri ini terjadi, pelecehan seksual di dalam angkot yang menjadi predator seks para supir dan kernet angkot, bahkan pernah menjadi korban, korban melompat dari angkot karena akan diculik untuk diperkosa.

“Angkot ternyata masih menjadi tempat mengerikan bagi kaum hawa. Annisa Azward (20), mahasiswi Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia meregang nyawa setelah loncat dari angkot. Diduga Annisa nekat berbuat itu karena takut diculik oleh sopir”, (Mardeka.Com, Senin, 11 Februari 2013).

Kasus pelecehan seks ini juga bukan saja dialami anak yang normal, namun juga dialami oleh anak yang tuna rungu, seolah predator seks adalah iblis yang tak kenal bulu dan siapa tempat pelampiasan birahinya.

“Seperti fenomena gunung es, kasus pelecehan dan kekerasan seksual terus bermunculan. Di Jakarta Timur, dilaporkan dugaan pelecehan seksual menimpa 9 orang anak. Parahnya, pelaku ternyata anak 13 tahun, berinisial A.
Asusila bocah tuna rungu itu terungkap saat korban, kakak beradik AB (5) dan AS (7), menonton berita tentang paedofil di Sukabumi, Jawa Barat, Emon. Kepada ibunya, AB lalu menanyakan apa yang dimaksud dengan sodomi”, (Liputan6.Com, 9 Mei 2014).

Masih di Jakarta Timur, juga seorang guru di Sekolah Dasar setempat juga melampiaskan seksual kepada siswanya, anehnya, seolah perbuatan biadab ini tidak ada guru lain yang mengetahuinya, dan yang kesekiankalinya predator seks merusak ranah pendidikan.

“Kasus dugaan pelecehan seksual kembali terjadi. Kali ini menimpa siswi Kelas III SD di Pondok Rangon, Jakarta Timur berinisial W. Dia diduga dilecehkan oleh gurunya di toilet sekolah”, (Liputan6.Com, 8 Mei 2014).

Seolah lengkap sudah apa yang terjadi di negeri kita ini, bukan saja mahasiswi, anak SMA, SMP, SD, siswa pre-school Jakarta International School (JIS), Cilandak, Jakarta Selatan juga menjadi korban kebiadaban nafsu iblis yang dimiliki pengajar di sana, hampir semua media mengabarkan hal itu, Indonesia menangis, para orang tua tak dapat bicara, hanya air mata yang berkata, seolah tiada lagi tempat yang nyaman bagi anak-anaknya, merek dan lebel yang international, namun tak ada sedikitpun ruang lingkup yang memberi kenyaman kepada anak-anak mereka.

Anehnya, predator seks itu lengkap dengan segala macam jenis umur, remaja, dewasa, bahkan yang sudah uzur dan dekat dengan kuburpun menjadi predator, bahkan korbannya pun Balita, seolah begitu hancurnya moral negeri ini.

“Kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak terus terjadi. Kali ini balita 2 tahun yang menjadi korban. Bocah malang itu dilecehkan oleh seorang kakek yang merupakan pengasuhnya sendiri di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara”, (Liputan 6 SCTV, 6 Mei 2014).

Masih begitu banyaknya fenomena ini terjadi, ini adalah sebagian kecil gambaran di negara kita, saat moral menjadi krisis, iman seolah tergadaikan, agama menjadi formalitas, akhlak dan sikap sangat bertentangan. Entah ini salah siapa, ketika mayoritas umat Islam di negeri ini, namun negara tidak berhukum dengan Syariat Islam, seolah kemunafikan terabaikan, dan melaggar HAM menjadi senjata orang-orang liberalis, kini kita bisa melihat sendiri kebebasan para predator seks yang hanya dijerat dengan KUHP, padahal mereka adalah para teroris yang menghancurkan masa depan bangsa, menghancurkan cita-cita anak-anak yang begitu belia dan polos, padahal mereka adalah tonggak bangsa di masa depan.

Kenapa Predator Seks Begitu Bebasnya

Semakin majunya teknologi, semakin banyaknya kasus pelecehan seks terjadi, seolah kekerasan seksual begitu sengitnya bersaing dengan masa, melihat fenomena ini, seolah tidak ada solusinya bagi negara, padahal hukum demi hukum telah dijatuhkan kepada pelaku, dan ini menjadi pertanyaan bagi kita, padahal harapan kita semua, khususnya para orang tua kasus ini setiap tahun menurun, namun realitanya, inilah pekerjaan bagi kita.

“Sepanjang perjalanan tahun 2013 lalu, Woman Crisis Centre (WCC) mencatat angka kekerasan terhadap perempuan masih cukup mendominasi. Kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual menempati posisi teratas”, (Palembang Pos, 9 Januari 2014).

“Laporan akhir tahun 2013 Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) membawa kabar duka. Sebanyak 3.023 kasus pelanggaran hak anak terjadi di Indonesia dan 58 persen atau 1.620 anak jadi korban kejahatan seksual”, (Fabian Januarius Kuwado, Kompas. Com, 10 Mei 2014).

Melihat predator seks semakin hari semakin subur, seolah kejahatan yang terorganisir atau dibiarkan, padahal ketentuan hukum begitu jelas, namun tidak memberi efek jera kepada pelaku, padahal harapannya ini bisa hilang sehingga kenyamanan generasi terjaga sehingga generasi bisa menikmati segalanya dengan utuh.

Pasal 287  ayat (1):
“Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau umurnya tidak jelas, bahwa ia belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Pasal 292 KUHP:
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun,” (KUHP, pasal 287 dan 292).

Melihat jera hukuman yang termaktub dalam KUHP, seolah tidak mempan bagi mereka yang menjadi predator seks, bahkan mereka makin subur dan merebak keseluruh Indonesia, bukan saja perkotaan, didesa pun sudah ada, bukan saja di Provinsi sekuler di Aceh yang notabene tengah digalakkan Syariat Islam pun kian tak teratasi, salah siapakah ini? Apakah kita harus saling menyalahkan? Atau sistem yang salah sehingga mereka bisa menjamur.

Di dalam Islam, penzina memiliki dua hukuman, yaitu rajam (tanam disimpang jalan dan melempar dengan batu sampai mati) dan jilid (cambuk), ini tergantung siapa pelakunya, kalau ini kita berlakukan sesuai tuntunan, mungkin predator seks itu tak akan menjamur seperti begini, karena mereka akan berpikir tentang denda yang didapatnya, dan risikonya adalah mati atau setengah mati. Namun bila cuma mengandalkan tahanan, itu pun tergantung jumlah tahunnya dan berlaku remisi kepada mereka dan lainnya, tak ubah seperti memelihara, di satu sisi kita membenci namun disisi yang lain kita memberikan ruang gerak kepada mereka.

Sekarang saatnya kita bergerak, menegakkan hukum sesuai syariat, bukan hukum dan syariat kita politisi demi kepentingan pribadi, kita belum terlambat, masih banyak generasi yang masih terpelihara dan membutuhkan ketegasan dan kasih sayang kita, kalau bukan sekarang, kapan akan kita lakukan, apakah sampai anak kita sendiri menjadi korban?

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”, (Q. S An Nur: 2).

"Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: orang yang berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah." (HR Muttaq 'alaih).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar