Senin, 30 Juni 2014

TV Tanpa Penghinaan

TV Tanpa Penghinaan

Arswendo Atmowiloto  ;   Budayawan
KORAN JAKARTA, 28 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Pertelevisian negeri ini sebenarnya sedang disita perhatiannya pada berita dan cerita, terutama opini, pilpres yang kadang berkesan mengkhawatirkan. Namun, kasus acara Yuuk Keep Smile (YKS) dari Trans TV sempat membetot perhatian–atau kecemasan.

Acara jenis variety yang disiarkan week-day, Senin-Jumat mulai sore hingga tengah malam, tanggal 20 Juni kemarin membuat sebagian masyarakat marah dan tersinggung. Tokoh komedian Betawi, seniman besar Benyamin Sueb, diasosiasikan dengan, maaf, anjing. Pertelevisian negeri ini perlu semprit agar tidak mengulang penghinaan dan atau penipuan.

Yuk Kita Stop

YKS, sebagai acara rutin sebenarnya bukan sekali ini kena protes. Saya termasuk yang berkeberatan ketika menampilkan joget/tari malam hari untuk anak-anak, yang disiarkan secara live. Namun, apa artinya protes pribadi, ketika institusi resmi seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), atau juga Kementerian komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), tidak juga menggubris, atau tidak juga digubris. Dan kini, agak telak dan susah mengelak. Dalam acara itu, pelawak bernama Cesar dihipnosis oleh Ferdian agar tidak takut pada anjing.

Dalam bayangan Cesar, anjing dihidupkan sebagai Benyamin Sueb, yang bisa lucu ketika dipanggil dengan nama orang. Ini yang menuai protes keras. Tanpa menengok Undang-undang Penyiaran Pasal 36, ayat 6, tahun 2002, tentang larangan memperolok manusia. Dan, manusia di sini adalah tokoh besar Benyamin Sueb– yang oleh stasiun tv lain baru dirayakan kebesarannya, keberhasilannya, dan kaitannya dengan Betawi yang berulang tahun. Sedemikian geram para pendemo sehingga mengganti singkatan YKS menjadi Yuk Kita Stop, dan berniat melanjutkan gugatan secara perdata dan pidana. Meskipun masyarakat juga pesimistis. Akhirnya akan mengacu pada pola lama, nama YKS diubah menjadi (Bukan) YKS, atau malah (Tetap) YKS.

Namun kali ini berbeda, KPI benar-benar memprotes, dan pihak Trans TV, benar-benar menghentikan tayangan selanjutnya. Artinya YKS menjadi masa lalu, dan masih menjadi bahan pembelajaraan. Dan barangkali ini langkah yang baik, terutama karena urusannya menjadi panjang kalau dikaitkan terus dengan Benyamin Sueb. Artinya selama masih ada acara itu, selama ini kegusaran masih akan ada. Dan memasuki bulan puasa, sungguh tak elok masih membawabawa salah komunikasi begini. Dengan penghentian tayang, satu masalah telah selesai.

Masalah lain yang mencemaskan– untuk tidak memakai istilah ”memprihatinkan” yang bernada politis karena sering diartikan tak ada tindak lanjut– karena sebenarnya ada persoalan lebih mendasar. Yaitu mengenai acara itu sendiri, dan atau bagaimana menyikapi saat siaran langsung, tentang jenis acara penghipnosisan, dan terutama jenis acara/ program lain yang bisa menipu kalau tak diberi penjelasan seperlunya.

Kontrol Siaran

YKS disiarkan secaralive, kadang bisa mencapai empat jam atau lebih. Siaran live, dalam dunia televisi lebih dari sekadar bukan hasil rekaman, bukan film, tapi terutama adalah as it is happening. Disiarkan sebagai mana kejadian saat itu. Dengan kata lain, kontrol sepenuhnya atas program broadcast. Sehingga, kalau di awal asosiasi manusia dengan anjing dirasa akan menciderai perasaan, bisa langsung cut, bisa dihentikan. Bisa diganti hal atau orang lain atau tema lain. Kalau kontrol ini berlangsung, rasanya tayangan tidak menjadi fatal, sekitar 10 menit mengudara dan bisa disebut ”menghina”. Kalau kontrol ini terjadi, biasanya begitu cepat kita tahu reaksinya, akan lain ceritanya. Tapi justru di sini masalah utamanya.

Stasiun siar menjadi bebal, menjadi arogan, menjadi penguasa tunggal dan tidak peduli hal-hal yang dianggap memperkecil kemungkinan mendapatkan nilai rating atau sharing. Padahal, justru kritik-kritik kecil yang ditanggapi bisa menjadikan awas, menjadikan peka. Saya ingin mengulang kritik saya dengan membawa anak-anak kecil bersiaran menjelang tengah malam. Ini bisa dihindarkan, bisa dicarikan waktu lain. Hal yang sama akan membuat waspada juga apakah itu usia anak-anak sekolah, dan lain sebagainya. Hal yang sama ketika menampilkan acara penghipnosisan. Seberapa benar-tidaknya seorang Cesar bisa tersugesti sehingga mampu melihat wajah anjing yang ditakuti menjadi wajah seseorang yang lucu?

Saya tidak mengatakan sang hipnoterapis melakukan ”kerja sama” dengan pasien, melainkan apa yang terjadi pada Cesar belum tentu berlaku pada orang lain dalam kadar yang sama. Hal yang juga berlaku, dan sudah ditayangkan ketika Kiwil terhipnosis dan melihat semua perempuan berwajah sama dengan istrinya. Atau, Raffi Ahmad melihat balon seperti melihat Nagita, yang akan dinikahi. Sekurangnya ada penjelasan yang disampaikan bahwa hipnotis tidak berlaku mutlak pada semua orang di semua situasi.

Karena ini akan bertabrakan dengan akal sehat, yang pada gilirannya bisa menyesatkan pemikiran. Stasiun siar TV berkewajiban dan bertanggung jawab atas apa yang diprogramkan, disiarkan dengan memberikan penjelasan baik lewat penjelasan atau teks. Bukan malah melakukan penipuan bahwa semua benar adanya, as it is happening. Pada gilirannya, dalam tema yang lebih besar, stasiun siar termasuk bertanggung jawab atas acara-acara, program, tentang penyembuhan alternatif, pengobatan ”aneh bin ajaib”, atau yang dianggap bisa menyesatkan. Penjelasan menjadi sangat perlu dan harus, agar kita lebih sadar untuk tidak menghina dan atau merendahkan sesama manusia, apalagi melakukan penipuan secara sadar. Pertelevisian kita bisa lebih baik, lebih menarik dan sekaligus lebih mendidik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar